Sulit dalam Belajar? Modelling Learning ala Bandura Bisa Jadi Solusinya
Edukasi | 2023-05-31 17:37:56Kesulitan dalam belajar pada setiap orang itu sering terjadi, namun kesulitannya berbeda-beda tergantung individu tersebut. Misalnya ada yang dapat memahami dan memprosesnya secara lambat, lalu ada juga yang memahaminya secara cepat namun pelupa dan ada juga yang hanya bisa teori tetapi tidak bisa mempraktekannya. Hal tersebut sudah sering terjadi dalam keseharian dan wajar saja karena pada dasarnya setiap individu itu berbeda-beda dan memiliki keunikannya masing-masing. Tapi teman-teman tahu gak sih, ada loh tips yang memudahkan kita untuk dapat memahami pembelajaran dengan mudah, yuk kita kenalan dengan teori belajar dari Albert Bandura!
Siapa sih Albert Bandura?
Sebelum kita masuk ke teorinya, kita kenalan dulu nih sama salah satu tokoh psikologi yaitu Albert Bandura. Albert Bandura merupakan seorang tokoh behviorist pada aliran ketiga yaitu socio behaviorist. Ia merupakan lulusan sarjana dari University of Bristish Columbia jurusan psikologi pada tahun 1949 dan ia melanjutkan pendidikannya menjadi magister di University of Lowa pada tahun 1951. Sumbangan-sumbangannya dalam dunia psikologi bisa dibilang cukup banyak loh! Diantaranya dia mengembangkan teori belajar sosial (social learning theory), teori self-efficacy dan teori peniruan/modelling yang nantinya akan kita bahas (Feist et al., 2021)
Lakukan Cara Berikut Agar Dapat Belajar Dengan Mudah!
Di atas sudah di bahas tentang sosok Bandura, ia menciptakan teori modelling yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, salah satunya yakni diterapkan dalam proses belajar. Belajar dengan cara modelling melibatkan perilaku yang diamati dapat bertambah dan berkurang dan digeneralisasikan dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Dengan kata lain, modelling memerlukan proses kognitif, bukan sekadar imitasi saja.
Modelling lebih dari sekedar mengoordinasikan perilaku orang lain, pemodelan melibatkan representasi simbolis dan penyimpanan informasi untuk penggunaan di masa mendatang. Modelling ala Albert Bandura memiliki 2 tipe, yaitu tipe secara nyata dan secara simbolis. Tipe secara nyata ini peniruannya dengan mengamati perilaku yang dilakukan sebab melihatnya secara langsung, seperti melihat ayah/ibu, teman, dan keluarga lainnya. Sedangkan, tipe secara simbolis perilaku yang diamati bisa pada berupa majalah, novel, dan pada media massa (Tullah & Amiruddin, 2020). Ada 4 tahapan modelling ala Albert Bandura, yuk simak caranya berikut ini:
1. Attention
Sebelum kita bisa meniru orang lain, kita harus give attention/memperhatikan mereka. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perhatian. Pertama, kita memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengamati orang-orang yang sering berinteraksi dengan kita, dan kita lebih cenderung mengamati orang-orang itu seperti mengamati teman atau keluarga.
Kedua, individu lebih mungkin mengamati model yang menarik perhatiannya dibanding model yang tidak menarik baginya, model menarik ini maksudnya adalah tokoh populer di televisi, film, media sosial dan lainnya. Misalnya kita tertarik ingin belajar matematika maka kita mengamati seorang influencer yang terkenal genius dalam bidang matematika seperti Jerome polin dan bisa juga tokoh lain yang perilakunya itu penting dan menarik untuk kita modelkan.
2. Representation
Supaya pengamatan mengarah pada pola respons baru, pola tersebut harus digambarkan secara simbolis dalam ingatan. Gambaran simbolik tidak perlu verbal, karena beberapa pengamatan disimpan dalam citra dan dapat di calling kembali dengan tidak adanya model fisik. Namun, pengkodean verbal lebih sangat mempercepat proses pembelajaran observasional. Dengan bahasa kita dapat mengevaluasi perilaku kita secara verbal dan memutuskan mana yang ingin di coba dan yang tidak ingin di coba.
Pengkodean verbal juga mendukung kita melatih perilaku secara simbolis, seperti berulang kali memberi tahu diri sendiri bagaimana kita akan melakukan perilaku setelah diberi kesempatan. Praktik juga dapat memerlukan penerapan respons yang dimodelkan secara nyata dan praktik ini membantu proses retensi. Intinya, pada tahap ini kita menyimpan pola/tindakan yang telah diamati pada tahap sebelumnya.
3. Behavioral production
Pada tahap ini terjadinya pembentukan perilaku setelah dari mengamati dan menyimpan memori. Kita akan mencoba mempraktekan perilaku apa yg sudah diamati dan disimpan, hasilnyapun ada yang membutuhkan waktu dan ada juga yang langsung berhasil. Pada fase ini seseorang juga mempertimbangkan akan menirunya atau tidak. Dalam mengubah representasi kognitif menjadi perilaku yang sesuai, kita harus bertanya pada diri sendiri tentang perilaku yang akan dimodelkan.
Misalnya kita bertanya, "Bagaimana saya bisa melakukan ini?". Lalu, saat melakukan tindakan yang kita ingin modelkan, kita memantau diri kita sendiri dengan pertanyaan "Apa yang saya lakukan?". Terakhir, kita dapat mengevaluasi kemampuan kita dengan bertanya, "Apakah saya melakukan ini dengan benar?". Pertanyaan terakhir ini agak sulit dijawab, apalagi jika berkaitan dengan keterampilan motorik, seperti menari balet atau berenang, di mana kita tidak bisa melihat diri kita sendiri. Namun sekarang mudah untuk dilihat, bisa melalui kaca besar atau kita merekam kegiatan kita dan dapat melihatnya kembali kemampuan yang sudah kita lakukan sebelumnya.
4. Motivation
Pembelajaran secara observasional sangat efektif ketika pembelajar termotivasi melakukan perilaku yang akan dimodelkan. Perhatian dan representasi mampu mengarah pada perolehan pembelajaran, tetapi kinerja kita difasilitasi oleh motivasi untuk melakukan perilaku yang akan ditiru. Meskipun pengamatan terhadap orang lain dapat mengajari kita cara melakukan sesuatu, kita mungkin tidak memiliki keinginan untuk melakukannya. Jadi, motivasi sangat penting dilakukan untuk menghasilkan perilaku yang kita inginkan.
Jadi, bagi kalian yang ingin belajar dengan cepat dan mudah, boleh banget coba cara ini. Mulai dari mengamati tokoh yang kita kagumi, merepresentasikan setiap tindakannya yang menarik, lalu kita coba untuk praktikan deh! Tapi jangan setengah-setengah ya, kalau sudah sampai tahap ini kita harus tetap punya motivasi agar perilaku yang kita amati dari awal tidak menjadi sia-sia. Bandura yakin bahwa proses kognitif dapat mempengaruhi pembelajaran observasional. Kita tidak secara otomatis meniru perilaku yang kita lihat dari orang lain. Sebaliknya, kita membuat keputusan yang disengaja dan sadar untuk berperilaku dengan cara yang sama (Schultz & Schultz, 2015). Kita dapat mengatur dan memandu perilaku kita dengan memvisualisasikan atau membayangkan konsekuensi-konsekuensi tersebut, meskipun kita belum mengalaminya sendiri.
Bandura percaya bahwa pembelajaran dengan observasi memberi ruang bagi orang-orang untuk belajar tanpa melakukan apapun. Seseorang belajar dengan mengamati perilaku orang lain. Jika orang dapat belajar melalui pengamatan, mereka harus memusatkan perhatian mereka, membangun gambaran, mengingat, menganalisis, dan membuat keputusan yang dapat mempengaruhi pembelajaran. Dia juga percaya bahwa penguatan bukanlah inti dari pembelajaran. Meskipun penguatan memfasilitasi pembelajaran, namun itu bukan keharusan. Pembelajaran individu yang paling penting adalah pengamatan terhadap model-model yang menurut kita penting dan menarik, dan pengamatan inilah nantinya terus menerus diperkuat. Fungsi penguat dalam proses modelling sendiri yakni sebagai fungsi pengetahuan dan motivasi.
Referensi
Feist, G. J., Roberts, T.-A., & Feist Jess. (2021). Theories of personality (10th ed.). Mc-Graw Hill Education.
Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (2015). Theories of personality (11th ed.). Cengage Learning.
Tullah, R., & Amiruddin. (2020). Penerapan teori sosial Albert Bandura dalam proses belajar. JURNAL AT-TARBIYYAH: JURNAL PENDIDIKAN ISLAM, 6(1).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.