Memahami Vs Menghafal
Edukasi | 2025-12-11 22:47:59Dalam dunia pendidikan, kita sering mendengar nasihat bahwa memahami lebih baik daripada menghafal. Sekilas ini terdengar benar, bahkan bijak. Tapi apabila dipikirkan lebih jauh, pemahaman yang dalam justru tidak mungkin lahir tanpa adanya ingatan akan suatu hal. Dalam membentuk memori yang kuat kita perlu melalui tahap mengahafal serta pengulangan agar dapat dipahami dengan kuat oleh otak.
Berdasarkan jurnal Relly dkk (2022) Neurosains dalam Proses Belajar dan Memori memberikan penjelasan bahwa daya ingat berkaitan langsung dengan proses belajar karena memungkinkan seseorang menyimpan dan mengambil informasi yang telah dipelajari sehingga memori tergantung pada proses belajar dan sebaliknya.
Menghafal sebagai Langkah Awal Otak Membentuk Memori
Menghafal sering dianggap sebagai metode lama yang membosankan. Padahal, di dalam mekanisme otak, menghafal adalah tahap awal yang penting. Saat kita menghafal, otak sedang mengumpulkan informasi dan menyimpannya ke memori jangka pendek. Ini seperti memberi otak “bahan mentah” yang nantinya akan diolah menjadi pemahaman.
Menghafal bukan tujuan akhir, tapi langkah dasar yang membuat pemahaman mungkin terjadi.
Memahami adalah Proses Otak Menghubungkan Informasi
Setelah otak memiliki cukup informasi, barulah proses pemahaman dapat terjadi. Pada tahap ini, otak bekerja lebih dalam seperti menghubungkan, membandingkan, dan mencari makna. Inilah yang membuat pengetahuan terasa “nyambung” dan tidak mudah hilang.
Pemahaman terbentuk ketika memori baru bertemu memori lama dan keduanya terhubung menjadi pola. Koneksi inilah yang membuat pengetahuan menjadi kuat, bukan sekadar ingatan jangka pendek. Pemahaman terjadi ketika otak mulai bertanya “Kenapa ini terjadi?”, “Bagaimana hubungan antara keduanya?”, “Dalam konteks apa ini berlaku?”.
Di sinilah kemampuan berpikir berkembang.
Mengoptimalkan Cara Berpikir
Saat hafalan dan pemahaman saling melengkapi, otak bekerja lebih efisien. Informasi menjadi lebih mudah diingat, lebih fleksibel digunakan, dan lebih cepat diingat kembali saat ingatan tersebut relevan di suatu kondisi. Dan dari jurnal tersebut juga menjelaskan proses pembelajaran yang efektif harus memungkinkan informasi dihubungkan dengan pengalaman sebelumnya supaya tersimpan sebagai memori jangka panjang. Ini yang membuat seseorang mampu berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dengan lebih tepat.
Neurosains menunjukkan bahwa pemahaman yang berlandaskan hafalan yang benar akan membentuk jaringan sinaps yang lebih stabil. Artinya, belajar menjadi tidak hanya sekadar mengingat, tetapi berubah menjadi kemampuan berpikir yang lebih matang.
Sehingga proses belajar yang baik justru menggabungkan keduanya dengan proporsi tepat. Tanpa hafalan, pemahaman tidak punya dasar. Tanpa pemahaman, hafalan tidak punya makna. Keduanya harus berjalan bersamaan agar hasil belajar benar-benar kuat dan bertahan lama.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
