Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irza Fauziyah

ANGKRINGAN DENGAN KONSEP KESEDERHANAAN DI KOTA SANTRI

Kuliner | Friday, 24 Dec 2021, 22:24 WIB

Indonesia memang punya banyak sekali tempat tongkrongan yang memiliki nuansa khas Indonesia dan salah satunya adalah angkringan. Meskipun beredar luas tempat tongkrongan yang jauh lebih mewah serta ke barat-barat tan, angkringan tetap masih digemari serta digandrungi di masyarakat luas. Ini yang menjadikan tanda tanya, ditengah melonjaknya budaya ke barat-baratan ternyata nuansa sederhana dari angkringan tetap memikat. Gerobak kecil, lampu remang-remang serta suguhan sederhana seperti baso bakar, gorengan, nasi kucing, jaesu, kopi. Serta lokasi yang diambil pun cukup biasa, hanya di tepi jalan dengan tersedianya karpet atau klasa sederhana.

Angkringan sendiri mulanya muncul dari kota Yogyakarta pada tahun 1950 oleh seseorang bernama Mbah Pairo asal Klaten yang kemudian merantau ke Yogyakarta. Dimana Mbah Pairo ini sebelumnnya menjajakan angkringannya dengan cara di pikul yang di jual di sekitar stasiun Tugu, dan sebelumnya belum disebut sebagai angkringan. Ketika bergilirnya waktu, dagangan dari Mbah Pairo semakin ramai yang kemudian beliau memutuskan untuk mangkal dan tidak lagi berkeliling. Dimana beliau pun menyediakan kursi panjang dan gerobaknya. Nama angkringan sendiri di ambil karena banyaknya pelanggan Mbah Pairo yang makan di kedainya dengan posisi kakinya nangkring atau metangking.

Angkringan dengan label sederhana ini tentunya sudah tersebar hampir di seluruh kota di Indonesia. Mengulik tongkrongan khas ini di kota santri yaitu Kota Pekalongan, terhitung lebih dari sepuluh angkringan bahkan mencapai puluhan hampir setara dengan kota-kota besar lainnya dan tidak jarang yang sudah memiliki pelanggan banyak. Ternyata, meskipun dalam sejarah kemunculan angkringan jauh di tahun 1950, berbeda dari tempat asal angkringan yang sudah mengalami tren terlebih dahulu. Tren angkringan di Kota Pekalongan justru semakin melonjak berkisar di tahun 2016. Mayoritas pembeli dan pelanggan terdapat pada anak muda seperti kalangan remaja sampai mahasiswa entah dengan berkelompok bersama teman-teman maupun dengan pasangan.

Sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa angkringan menjadi tempat tujuan paling akhir dan paling strategis ketika mereka ingin bercengkrama dengan teman-teman lainnya. Seperti yang dikatakan oleh tiga mahasiswa dari Kota Pekalongan bahwa selain harga menu yang terjangkau, bahwa kesyahduan ketika berdiskusi bersama teman-teman di ruangan terbuka serta lesehan menjadi poin menyenangkan di angkringan dan tentu saj menjadi ciri dari angkringan. Tak hanya itu, harga menu serta nama menu yang tidak neko-neko pun menjadikan salah satu factor mereka memilih angkringan. Pernyataan itu pun serupa di temukan pada pernyataan oleh beberapa mahasiswa dari Kota Pekalongan dengan tambahan, bahwa angkringan semakin membuat ketagihan ketika ada music live akustik.

Music live akustik sendiri tidak semua angkringan memiliki. Ini merupakan cara terbaru angkringan yang mengambil konsep caffee untuk menarik para pembeli serta menambah pelanggan. Dan tentu saja tidak dipugkri persoalan menu sajian juga serta rasa yang enak di kalangan masyarakat tetap saja menjadi factor penentu angkringan ramai atau tidak. Tak hanya itu, kualitas lokasi yang bersih dan nyaman juga menjadi indikasi banyak atau tidaknya pembeli yang hadir.

Pemilik angkringan tidak hanya mengandalkan menu yang murah meriah dan tempat saja, cita rasa juga sangat dipenting. Contohnya seperti di salah satu angkringan di Kota Pekalongan, jahesu dan nasi bakar salah satu menu andalan dari angkringan tersebut. sang pemilik masih menggunakan resep turun-temurun keluarga sehingga menjadi ciri khas sekaligus daya tarik angkringan tersebut.

Karena dengan kepopuleran angkringan di masyarakat umum, tidak sedikit juga beberapa caffe maupun restoran memberikan konsep yang serupa. Seperti menu serta tempat duduk seperti lesehan. Meskipun jelas ada perbedaan mendasar antara caffee dan angkringan. Seperti lokasi,yang mana angkringan berada di pinggiran jalan dan di ruangan terbuka, sedengakan untuk caffe memiliki wilayah lebih luas serta bisa di ruangan tertutup dan terbuka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image