Implementasi Kebebasan Berekspresi dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara
Politik | 2023-05-28 10:17:54Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem pemerintahan yang bersumber pada kedaulatan rakyat. Menurut Abraham Lincoln, kedaulatan rakyat merupakan sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Prinsip kedaulatan rakyat mengandung pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas dari rakyat melalui mekanisme pemilihan umum, dan pemerintah harus menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat bukan atas dorongan pribadi, elite negara atau elite birokrasi, serta kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Kebebasan berekspresi adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat penting dan merupakan bagian dari sistem demokrasi. Kebebasan berekspresi memungkinkan setiap individu untuk mengekspresikan pendapat dan perasaannya secara bebas tanpa adanya pembatasan atau diskriminasi. Dalam negara demokrasi, kebebasan berekspresi diakui sebagai salah satu pilar penting dalam membangun masyarakat yang inklusif dan bebas.
Namun, meskipun demokrasi diakui sebagai bentuk pemerintahan yang paling demokratis, implementasi kebebasan berekspresi masih sering mengalami hambatan dan kendala. Bahkan otoritas seringkali melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dalam mengatasi tindakan-tindakan yang dinilai mengganggu keamanan dan stabilitas negara.
Oleh karena itu, penting untuk membahas dan memahami tentang implementasi kebebasan berekspresi di Indonesia. Dalam esai ini, akan dibahas tentang konsep negara demokrasi, pengertian kebebasan berekspresi, implementasi makna kebebasan berekspresi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hambatan dan pelanggaran yang dihadapi dalam implementasi kebebasan berekspresi di Indonesia, serta solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dan pelanggaran tersebut. Dengan memahami tentang kebebasan berekspresi di Indonesia, kita dapat memperjuangkan hak asasi manusia dan membangun masyarakat yang demokratis dan inklusif.
Konsep Negara Demokrasi
Negara demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang dikenal dengan sistem pemilihan umum dan pemerintahan yang dipimpin oleh rakyat. Dalam negara demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan warga negara diakui dan dilindungi oleh pemerintah. Konsep dasar dari negara demokrasi adalah kekuasaan berada pada tangan rakyat dan pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat.
Salah satu ciri utama dari negara demokrasi adalah adanya sistem pemilihan umum, di mana rakyat memilih pemimpin mereka melalui suara mereka. Pemilihan umum ini sangat penting karena memastikan bahwa rakyat memegang kendali atas pemerintahan dan memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin yang mereka percayai dan yakini akan memimpin negara dengan baik.
Negara demokrasi juga menjamin hak asasi manusia bagi setiap warga negaranya, termasuk hak untuk mengekspresikan pendapat dan membentuk organisasi tanpa adanya diskriminasi. Dalam negara demokrasi, setiap individu memiliki hak yang sama dan diakui oleh pemerintah dan masyarakat.
Pengertian Kebebasan Berekspresi
Kebebasan berekspresi merupakan kebebasan dimana seluruh masyarakat bebas mengekspresikan pendapatnya baik secara lisan, tulisan, dan sebagainya tanpa adanya batasan atau diskriminasi. Kebebasan berekspresi tidak hanya untuk kebebasan berbicara, tetapi juga kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan berekspresi tertuang dalam pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang telah mengamanatkan tentang kebebasan dalam berbicara dan mengeluarkan pendapat.
Implementasi Makna Kebebasan Berekspresi dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara
Pasal 28 E ayat (3) menyatakan: "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat." Artinya setiap individu mempunyai kedudukan yang sama dalam mewujudkan kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Manusia adalah makhluk yang bersifat sosial dan tidak mampu hidup sendirian. Setiap individu harus berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.
Manusia tidak diciptakan sebagai makhluk individu, tetapi setiap manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya. Dalam hal ini, pengakuan negara sangat dibutuhkan untuk menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Hal ini bertujuan untuk menjamin hak asasi manusia itu sendiri.
Berikut adalah beberapa contoh implementasi kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara:
1. Gerakan sosial: Kebebasan berserikat dan berkumpul memungkinkan individu untuk berkoordinasi dan bekerjasama untuk memperjuangkan hak-hak dan aspirasi mereka, seperti dalam gerakan hak-hak buruh atau gerakan lingkungan hidup.
2. Partisipasi politik: Kebebasan berserikat dan berkumpul memungkinkan individu untuk berkoordinasi dan bekerjasama untuk mempengaruhi kebijakan politik negara, seperti melalui partai politik atau gerakan politik.
3. Penyampaian pendapat: Kebebasan mengeluarkan pendapat memungkinkan individu untuk menyampaikan pandangan dan aspirasi mereka secara terbuka dan bebas, seperti melalui media sosial atau melalui aksi demonstrasi.
Hambatan dan Pelanggaran Implementasi Kebebasan Berekspresi
Walaupun kebebasan berekspresi diakui sebagai hak asasi manusia dalam sistem demokrasi Indonesia, namun implementasinya masih sering mengalami hambatan dan pelanggaran. Beberapa hambatan dan pelanggaran yang sering dihadapi dalam implementasi kebebasan berekspresi di Indonesia adalah adanya pembatasan terhadap tindakan-tindakan yang dinilai merugikan keamanan dan stabilitas negara, diskriminasi terhadap individu yang berbeda pendapat, serta intimidasi dan ancaman terhadap individu yang mengekspresikan pendapatnya.
Berikut adalah beberapa hambatan dan pelanggaran terkait implementasi kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat:
1. Penangkapan dan kekerasan dalam penanganan aksi: Warga negara yang terlibat dalam demonstrasi atau pertemuan publik untuk menyampaikan pendapat mereka sering ditangkap dan ditahan tanpa alasan yang jelas oleh pihak keamanan. Pada 2019 saja, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat 68 insiden kekerasan polisi saat aksi unjuk rasa. Penangkapan sewenang-wenang terhadap 3.539 korban. Kemudian penahanan sewenang-wenang terhadap 326 korban dan penyiksaan terhadap 474 korban. Data tersebut diperoleh dari insiden kerusuhan 21-22 Mei 2019, demontrasi menolak revisi KUHP dan UU KPK, dan demontrasi menolak Omnibus Law.
2. Diskriminasi dan diskreditasi: Warga negara yang menyampaikan pendapat mereka sering dikenakan diskriminasi dan diskreditasi oleh pemerintah dan pihak lain yang berkepentingan. Berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sepanjang tahun 2018 telah terjadi sebanyak 22 kasus pembubaran aksi disertai tindakan diskriminatif rasial yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap mahasiswa papua di seluruh penjuru tanah air. Hal ini merupakan pola diskriminasi dan stigmatisasi yang dilakukan oleh anggota kepolisian RI terhadap masyarakat papua yang sedang memperjuangkan hak hidupnya terutama dalam hal hak kebebasan berekspresi, berserikat, berkumpul dan berpendapat.
3. Serangan Digital: Menurut catatan Komnas HAM, sepanjang tahun 2020-2021 terdapat 44 kasus pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi. Mayoritas pelanggaran ini terjadi pada ruang digital, dengan bentuk serangan digital sebagai tindakan paling umum. Serangan digital ini meliputi hijacking, spam call, doxing, serangan hoaks, dan serangan buzzer, dan akun media sosial seperti WhatsApp, email, dan Instagram seringkali menjadi target serangan.
4. Penculikan: Dalam kasus penculikan aktivis pada tahun 1997/1998, tercatat oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bahwa 23 orang telah diculik oleh negara. Dari jumlah tersebut, seorang dinyatakan meninggal dunia yaitu Leonardus Gilang, sembilan orang berhasil dilepaskan, sedangkan 13 lainnya masih hilang hingga saat ini. Wiji Thukul merupakan salah satu aktivis yang masih belum ditemukan sampai sekarang.
5. Pembunuhan: Salah satu kasus pembunuhan aktivis di Indonesia yang paling terkenal dan kontroversial adalah pembunuhan Munir Said Thalib pada tahun 2004. Munir adalah seorang aktivis hak asasi manusia yang dikenal karena kritiknya terhadap pelanggaran HAM di Indonesia. Ia tewas karena diracuni di dalam pesawat saat bepergian ke Belanda dengan menggunakan tiket penerbangan Garuda Indonesia pada 7 September 2004.
Selain kasus di atas, tindakan lain yang mendominasi dalam pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah kriminalisasi dan intimidasi, ancaman, dan teror. Tindakan ini sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan, karena menghambat mereka untuk mengekspresikan pendapat dan berkumpul secara bebas dan aman.
Solusi untuk Mengatasi Hambatan dan Pelanggaran
Untuk mengatasi hambatan dan pelanggaran dalam implementasi kebebasan berekspresi di Indonesia, beberapa solusi dapat ditempuh, antara lain:
1. Pendidikan dan sensitisasi terhadap hak asasi manusia: Pendidikan tentang hak asasi manusia dan pentingnya kebebasan berekspresi harus diperkenalkan sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun non-formal. Pendidikan ini akan membentuk pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hak asasi manusia dan meminimalisir pelanggaran hak asasi manusia.
2. Perlindungan hukum: Perlindungan hukum yang kuat dan efektif harus diterapkan untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran hak asasi manusia dapat diterima sanksi hukum yang sesuai. Sistem hukum yang adil dan efektif dapat membantu mencegah terjadinya pelanggaran kebebasan berekspresi.
3. Koordinasi antar lembaga: Koordinasi antar lembaga pemerintah dan non-pemerintah harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa pelanggaran hak asasi manusia dapat diterima sanksi hukum yang sesuai. Lembaga-lembaga ini juga harus bekerja sama untuk mengatasi hambatan dalam implementasi kebebasan berekspresi, seperti diskriminasi dan intimidasi.
4. Perlindungan terhadap media dan jurnalis: Media dan jurnalis harus dilindungi dan diakui sebagai bagian penting dari demokrasi dan hak asasi manusia. Maka, pemerintah harus memastikan bahwa media dan jurnalis bekerja dengan bebas dan tanpa adanya intimidasi atau pembatasan.
5. Kemitraan antar stakeholder: Kemitraan antar stakeholder, seperti pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan media, harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa pelanggaran kebebasan berekspresi dapat diterima sanksi hukum yang sesuai. Kemitraan ini juga dapat membantu mencegah terjadinya hambatan dalam implementasi kebebasan berekspresi.
Dengan memahami dan mengatasi hambatan dalam implementasi kebebasan berekspresi, Indonesia dapat memperjuangkan hak asasi manusia dan membangun masyarakat yang demokratis dan inklusif. Kebebasan berekspresi merupakan fondasi dari demokrasi dan hak asasi manusia, dan harus diakui dan dilindungi oleh seluruh elemen masyarakat dan pemerintah.
Penutup
Secara keseluruhan, implementasi kebebasan berekspresi di Indonesia masih memerlukan perbaikan dan upaya yang lebih serius. Walaupun Indonesia memiliki sistem demokrasi dan hak asasi manusia, namun implementasi kebebasan berekspresi masih sering mengalami hambatan dan diskriminasi. Oleh karena itu, perlu adanya upaya dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk memperkuat implementasi kebebasan berekspresi dan memperjuangkan hak asasi manusia.
Kebebasan berekspresi merupakan hak yang sangat penting bagi setiap individu dalam membentuk dan mengekspresikan pendapat dan perasaan. Dalam masyarakat demokratis, kebebasan berekspresi harus diakui dan dilindungi oleh pemerintah dan masyarakat, sehingga setiap individu dapat berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan dan memperkuat keberagaman dan inklusivitas masyarakat.
Dengan memperkuat implementasi kebebasan berekspresi, Indonesia dapat menjadi negara yang demokratis dan inklusif, serta memenuhi hak asasi manusia setiap individu. Kebebasan berekspresi harus menjadi fondasi dalam membangun masyarakat yang demokratis dan inklusif bagi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah.
Daftar Pustaka
Buku
Josep A. Schumpeter, Capitalis, socialsm & Democracy, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28E ayat (3).
Internet
Kompas.com, Demokrasi sebagai Bentuk Kedaulatan Raykat, https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/03/131540969/demokrasi-sebagai-bentuk-kedaulatan-rakyat?page=all.
CNN Indonesia, Daftar Panjang Tindakan Represif dan Kekerasan Polisi, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211015061441-12-708062/daftar-panjang-tindakan-represif-dan-kekerasan-polisi.
KontraS, Hentikan Diskriminasi Terhadap Masyarakat Papua dan Lindungi Kebebasan Berekspresi dan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum, https://kontras.org/2019/04/17/hentikan-diskriminasi-terhadap-masyarakat-papua-dan-lindungi-kebebasan-berekspresi-dan-mengemukakan-pendapat-di-muka-umum/.
Komnas HAM, Komnas HAM: Pelanggaran Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat Terjadi di Ruang Digital, https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2022/1/17/2065/komnas-ham-pelanggaran-kebebasan-berekspresi-dan-berpendapat-terjadi-di-ruang-digital.html.
Kompas.com, Daftar Aktivis yang Diculik dan Hilang Tahun 1997/1998, https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/28/080000779/daftar-aktivis-yang-diculik-dan-hilang-tahun-1997-1998.
Merdeka.com, 7 September 2004: Aktivis HAM Munir Tewas Diracun dalam Perjalanan Menuju Belanda, https://www.merdeka.com/jabar/7-september-2004-aktivis-ham-munir-tewas-diracun-dalam-perjalanan-menuju-belanda-kln.html.
Penulis : Ali Hanafiah Ritonga & Muhammad Salwa Fauzan
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.