Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sri Maryati

Harga Ayam Melonjak Akibat Ulah Kartel?

Bisnis | Wednesday, 24 May 2023, 23:28 WIB
Ilustrasi daging ayam

Ibu rumah tangga banyak yang mengeluh. Pasalnya tidak hanya telur, daging ayam pun harganya turut melonjak mengikuti tren kenaikan harga, bahkan ada yang mencapai Rp 48.540 per kilogram di daerah Maluku dan NTT. Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri menuturkan bahwa memang beberapa komoditas saat ini sedang tinggi, khusus untuk ayam kenaikannya memang konsisten dari Rp 35.000, kemudian naik menjadi Rp36.000, Rp 38.000 sampai ada yang Rp 40.000 per kilogram.

Melonjaknya harga daging ayam dan telur disinyalir adalah ulah kartel ayam yang menguasai seluruh mata rantai usaha peternakan. Padahal Presiden Jokowi beberapa waktu lalu pernah menegaskan akan bertindak tegas terhadap pelaku kartel ayam. Bahkan pemerintah tidak segan segan akan mencabut ijin usaha bagi perusahaan besar yang terlibat kartel ayam.

Praktik kartel ayam juga terkait langkah curang untuk peremajaan ayam atau afkir dini parent stock yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengatur pasokan ayam DOC (day old chick). Publik mempertanyakan tindakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang masih lemah menghadapi persekongkolan yang dilakukan oleh pelaku usaha besar dalam mengatur stok ayam.

Tim penyelidik KPPU pernah menemukan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat. Selain permasalahan tersebut KPPU juga menemukan adanya klausul dalam kesepakatan yang bersifat diskriminatif yang berpotensi melanggar Pasal 24 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999. Yaitu semua perusahaan yang akan impor bibit harus bergabung dengan GPPU karena ke depan akan dilibatkan dalam penerbitan rekomendasi ekspor/impor.

Selama ini peternak rakyat selalu dihimpit oleh mahalnya pakan akibat praktik monopoli. Pangsa pakan terhadap total biaya produksi mencapai 70 persen, sementara itu biaya bahan baku mencapai 85-90 persen dari total pakan. Sedangkan pangsa biaya lainnya seperti DOC (bibit) hanya mencapai 13 persen Di sisi lain, sekitar 83 persen produksi pakan dialokasikan untuk unggas, 7 persen untuk budidaya ikan, 6 persen untuk babi, dan 1 persen untuk pakan ternak lainnya.

Struktur industri pakan ternak di negeri ini merupakan oligopoli dengan rata-rata nilai rasio konsentrasi pasar sekitar 42 persen. Sementara itu, nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale sebesar 17 persen yang berarti hambatan masuk pasar termasuk tinggi. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya perusahaan baru ke dalam pasar industri pakan ternak di negeri ini.

Kebijaksanaan terkait pengembangan peternakan menjadi amburadul sejak pemerintah membolehkan penanaman modal asing (PMA). Sejak saat itu usaha ternak rakyat menjadi terpinggirkan. Kebijakan budi daya yang mengatur pembatasan skala usaha ternak lewat UU Peternakan No 67 tidak efektif alias gagal karena peternak besar dan kecil sulit terintegrasi. Masalah lain yang cukup fatal adalah mengenai lokasi pabrik pakan ternak skala besar yang terletak di wilayah yang bukan penghasil tanaman butir-butiran seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan sebagainya. Kondisi diatas membuat industri tidak bisa efisien sehingga perlu merelokasi pabrik.

Perlu solusi cepat dan komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk sedapat mungkin menjaga ketersediaan pakan yang berkualitas dan harganya murah untuk usaha peternakan rakyat. Karena dengan harga pakan yang murah para peternak bisa mempertahankan usahanya lalu dikemudian hari bisa meningkatkan skala usaha.

Sedangkan pakan yang berkualitas menjadikan proses pemberian pakan menjadi lebih efisien. Industri pakan ternak di negeri ini juga terkendala oleh bahan baku impor seperti jagung dan bungkil kedelai. Kondisinya diperparah oleh pabrik pakan ternak skala besar yang proses bisnisnya belum optimal karena utilitasnya baru terpakai sekitar 60 persen dari kapasitas terpasang. Selain itu, industri pakan ternak skala besar cenderung bersifat oligopoli sehingga sulit menjadi tumpuan bagi usaha ternak rakyat.

Selama ini harga pakan ternak produk pabrikan besar cukup memberatkan peternak kecil. Dengan kondisi diatas sebaiknya pemerintah memberikan insentif terkait dengan penyediaan pakan ternak alternaltif untuk usaha ternak rakyat. Hal ini dengan memperbanyak pendirian pabrik pakan ternak skala kecil atau mini feed mill. Sudah banyak proyek percontohan pabrik pakan ternak skala kecil yang telah dikerjakan oleh Kementerian Pertanian. Dan saatnya pabrik tersebut diperbanyak jumlahnya.

Penyediaan pakan ternak alternatif sebaiknya ditunjang dengan teknologi pakan ternak antara lain pembuatan enzim Hemicell yang berguna sebagai pengganti beberapa senyawa yang diperlukan untuk membuat pakan ternak. Hemicell merupakan enzim yang membantu proses pencernaan pada unggas. Sehingga bisa menyerap makanan lebih optimal. Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam peningkatan kualias budidaya yang berimplikasi pada peningkatan profitabilitas usaha ternak. Selain itu penyediaan pakan ternak alternatif yang dilakukan oleh UMKM akan berimplikasi pada perluasan lapangan kerja, penyediaan bahan baku pakan, dan proses produksi. Kendala utama industri pakan ternak adalah karena produksi jagung dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan, sehingga perlu impor sekitar 2 juta ton selama lima tahun terakhir.

Tingginya harga pakan ternak dipengaruhi oleh tingginya bahan baku yang sebagian besar masih impor dan besarnya biaya distribusi dan transportasi. Diperlukan solusi yang memanfaatkan bahan baku lokal untuk membuat pakan sendiri melalui pabrik pakan ternak mini sebagai usaha bersama para peternak. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image