AI dan Hukum: Ide Sederhana yang Menginspirasi Saya dari Ruang Rapat UAD
Edukasi | 2025-11-07 10:25:13Siang itu, tepat pukul satu, saya bersama tim dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil VII Yogyakarta melangkah ke ruang rapat pimpinan Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Pertemuan ini berlangsung sederhana, tanpa podium atau suasana formal yang kaku. Namun, dari pertemuan sederhana itu, lahir banyak gagasan besar yang membuka pandangan saya tentang hubungan antara hukum, teknologi, dan masa depan dunia akademik.
Diskusi dipimpin oleh Dr. Norma Sari, S.H., M.Hum., salah satu dosen berpengaruh di Fakultas Hukum UAD. Dari pihak KPPU hadir Pak Hendry Setyawan selaku Kepala Kanwil, Pak Billy dari bagian Kajian, dan Pak Sofyan dari bagian Administrasi. Suasana diskusi lebih mirip obrolan santai, tetapi setiap kalimat yang muncul terasa bernas dan bermakna.
Salah satu hal yang paling saya ingat dari pertemuan ini adalah pandangan Bu Norma tentang peran teknologi, khususnya Artificial Intelligence (AI), dalam hukum dan pengawasan persaingan usaha. Ia menyarankan agar KPPU mulai menjajaki penggunaan AI untuk menganalisis data pasar, mendeteksi pola pelanggaran, dan memperkuat bukti berbasis data digital.
Menurut beliau, AI bukan hanya alat bantu teknis, tapi juga bagian dari reformasi cara berpikir hukum itu sendiri — dari yang konvensional menjadi berbasis bukti (data-driven enforcement). Kalimat itu membuat saya berpikir bahwa hukum ternyata tidak harus selalu tertinggal dari teknologi; justru seharusnya hukum menjadi pemandu agar inovasi berjalan dengan etis dan adil.
Diskusi juga menyinggung tantangan dunia akademik di Indonesia. Bu Norma menggambarkan bagaimana sistem pendidikan tinggi di luar negeri, seperti di Monash University dan University of Melbourne, menuntut dosen dan profesor untuk aktif melakukan riset yang berdampak nyata bagi institusi. Dosen bukan hanya pengajar, tetapi juga inovator dan penggerak kemajuan universitas. Hal ini menjadi refleksi penting bahwa profesionalisme akademik di Indonesia perlu terus diperkuat agar tidak tertinggal secara global.
Dari pihak KPPU, Pak Hendry Setyawan menekankan pentingnya sinergi antara hukum persaingan usaha dan perlindungan konsumen, karena keduanya sama-sama bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa KPPU terbuka terhadap kolaborasi dengan kampus seperti UAD, baik dalam bentuk kuliah umum, riset bersama, maupun program magang bagi mahasiswa.
Bagi saya pribadi, pertemuan ini memberikan pengalaman berharga. Saya melihat bagaimana sebuah ide — bahkan yang terdengar sederhana seperti “menggunakan AI dalam hukum” — bisa menjadi pintu masuk untuk inovasi besar. Diskusi ini tidak hanya memperluas wawasan saya tentang hukum ekonomi dan kebijakan publik, tetapi juga mengajarkan bahwa dunia akademik dan lembaga publik harus berjalan beriringan, saling menguatkan, dan terbuka terhadap perubahan zaman.
Pertemuan itu berakhir dalam suasana hangat. Tidak ada tepuk tangan meriah, tapi ada rasa optimis yang tertinggal di ruang rapat. Saya pulang dengan keyakinan baru: bahwa masa depan hukum tidak hanya ditulis dalam pasal-pasal, tapi juga dalam algoritma, data, dan semangat kolaborasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
