Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Debt Trap China: Mitos atau Fakta?

Edukasi | Sunday, 21 May 2023, 18:04 WIB

Sejak beberapa tahun terakhir, sekelompok orang menudingCina dengan dakwaan sengaja menjerat negara-negara berkembang dalam jaring utang mereka – fenomena yang kinidikenal sebagai "debt trap diplomacy" atau diplomasiperangkap utang. Sebuah anklaim yang menggelitik, namunapakah benar seperti itu? Apakah Cina benar-benarmemanfaatkan kebijakan kredit mereka sebagai alatpenjajahan ekonomi baru? Atau sebaliknya, apakah inihanyalah sebuah mitos yang beredar?

Pada dasarnya, diplomasi perangkap utang merujuk pada taktik di mana sebuah negara memberikan pinjaman besardengan syarat-syarat yang memberatkan kepada negara lain, dengan harapan bahwa negara penerima pinjaman akanmengalami kesulitan dalam pembayaran dan akhirnyamenyerahkan aset-aset strategisnya sebagai ganti utang.

Konsep ini memang menakutkan dan mengesankan, namunsejauh ini bukti yang mendukung klaim tersebut masihdipertanyakan. Dalam analisis oleh Rhodium Group pada tahun 2018, dari 40 kasus gagal bayar utang kepada Cinasejak tahun 2000, tidak ada satu pun yang berakhir denganCina mengambil alih aset strategis negara peminjam. John Hopkins University juga melakukan studi serupa dan menemukan bahwa Cina telah memaafkan ataumerestructurisasi utang dalam banyak kasus.

Namun, ada kasus seperti pelabuhan Hambantota di Sri Lanka yang diberikan kepada Cina selama 99 tahun sebagai bagiandari perjanjian restrukturisasi utang. Ini telah menciptakannarasi bahwa Cina menggunakan pinjaman sebagai alat untukmendapatkan pengaruh geopolitik. Pada sisi lain, banyaknegara lain yang berhasil menjalankan proyek infrastrukturyang dibiayai oleh Cina tanpa terjebak dalam "perangkaputang".

Sebagai seorang ekonom terkenal, Paul Krugman, pernahmengatakan, "Utang adalah pedang bermata dua; bisa menjadialat yang membantu pertumbuhan, namun juga bisa menjadijalan menuju kehancuran jika tidak dikelola dengan bijak." Dengan kata lain, sementara utang bisa menjadi alat yang membantu pembangunan, itu juga bisa menjadi beban jikapengelolaannya tidak benar.

Jadi, apakah "debt trap" China itu mitos atau fakta? Sepertikebanyakan hal dalam hidup, jawabannya mungkin ada di suatu tempat di antara dua ekstrem tersebut. Ada kasus di mana pinjaman China mungkin telah menciptakan masalahbagi negara peminjam. Namun, bukti menunjukkan bahwagambaran umum tentang Cina yang secara sistematismenggunakan pinjaman untuk mengendalikan aset strategisnegara lain tampaknya berlebihan.

Di akhir hari, mungkin pertanyaannya bukan apakah China mempraktikkan diplomasi perangkap utang, tetapi apakahnegara-negara peminjam menggunakan dana yang merekaperoleh dengan bijaksana dan transparan. Sebagaimanaungkapan dari Warren Buffett, "Ketika air laut surut, barulahkita bisa melihat siapa yang berenang tanpa celana." Kita harus mempertanyakan, apakah negara-negara peminjam telahmenggunakan dana yang diperoleh dari China untuk proyek-proyek produktif yang bisa membayar utang mereka sendiriatau sebaliknya.

Lebih dari itu, apa yang mungkin kita lihat bukanlah soal Cinamencoba menjebak negara lain dalam utang, tetapi lebihkepada perlunya negara-negara berkembang untukmembangun kapasitas mereka dalam mengelola dan bernegosiasi atas pinjaman internasional. Dalam hal ini, bukan hanya Cina, tetapi semua negara pemberi pinjamanperlu diminta pertanggungjawaban agar tidak memanfaatkansituasi negara-negara peminjam.

Hal ini mengingatkan kita pada fakta bahwa utang bukanlahmasalah sebanyak cara utang tersebut digunakan dan dikelola. Cina, seperti setiap negara pemberi pinjaman lainnya, memiliki hak untuk mencari jaminan atas pinjaman mereka. Ini tidak berarti mereka berusaha menciptakan "perangkaputang".

Dalam pandangan ini, "debt trap" China tampaknya lebihbanyak sebagai mitos daripada fakta. Namun, ini bukanberarti bahwa pertanyaan seputar utang dan penggunaan utang tidak relevan. Setiap negara, termasuk Cina dan negara-negara peminjam, harus melakukan due diligence dan transparansidalam semua transaksi utang untuk memastikan bahwamereka tidak menciptakan beban utang yang tidakberkelanjutan.

Pada akhirnya, seiring dengan munculnya Cina sebagaikekuatan ekonomi global, apa yang kita perlukan bukanlahketakutan terhadap "perangkap utang", tetapi pemahamanyang lebih baik tentang bagaimana utang berfungsi dalamekonomi global dan bagaimana negara-negara berkembangdapat memanfaatkan utang secara efektif untuk mencapaitujuan pembangunan mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image