Antibiotik: Pedang Bermata Dua
Eduaksi | 2023-05-20 13:27:15Antibiotik atau antimikroba pastinya sudah bukan hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Saat terserang tuberculosis misal, pastinya dokter akan meresepkan antibiotik sebagai langkah pengobatan untuk membunuh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Antibiotik sendiri adalah obat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan serta reproduksi dari bakteri patogenik, baik pada manusia maupun hewan. Namun, dibalik kemampuan antibiotik dalam melawan bakteri, seseorang tidak boleh sembarangan dikonsumsi ketika merasakan sakit, karena antibiotik ini dapat menjadi pedang bermata dua bagi pasien. Mengapa demikian?
Antibiotik, apabila dikonsumsi dengan kondisi tertentu juga dengan dosis yang tepat serta resep dari dokter tentunya akan menimbulkan efek terapeutik yang dibutuhkan. Kenapa? Karena dokter sendirilah yang mendiagnosa pasien mengenai penyebab dari penyakitnya, apakah penyakit yang diderita pasien ini disebabkan oleh bakteri atau bukan, mengingat tidak semua penyakit tidak disebabkan oleh bakteri. Jika penyakit pasien yang diderita disebabkan oleh bakteri, tentunya penggunaan antibiotik di sini sangat dibutuhkan. Dokter akan memperkirakan dosis dan durasi pemakaian dari antibiotik yang akan dibutuhkan oleh pasien. Maka dibutuhkan kehati-hatian dalam pengonsumsian antibiotik.
Selain dapat memberikan efek terapeutik bagi pasien, antibiotik juga bisa memberikan akibat buruk jika dikonsumsi tidak sesuai aturan. Resistensi bakteri bisa menjadi masalah serius dalam pengonsumsian antibiotik oleh pasien. Kondisi resistensi ini bahkan dapat memperburuk kondisi pasien, di antaranya mengurangi efektivitas pengobatan infeksi bakteri, meningkatnya resiko komplikasi, menyebabkan infeksi yang sulit diobati, dan pastinya akan meningkatkan biaya perawatan kesehatan.
Resistensi antibiotik telah menjadi konsen yang sangat penting bagi Kementerian Kesehatan Indonesia. Wakil Menteri Kesehatan Indonesia menjuluki AMR (Antimicrobial Resistence) sebagai pandemi senyap, karena Indonesia termasuk ke dalam lima negara dengan perkiraan peningkatan persentase konsumsi antimikroba tertinggi pada 2030. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan sekitar 60% masyarakat di Indonesia tidak menggunakan antibiotik dengan tepat. Padahal peraturan mengenai konsumsi antibiotik sudah tertera pada Permenkes No. 8 tahun 2015 tentang program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit. Sudah jelas ini menjadi masalah serius yang harus diperhatikan lagi oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Sekarang ini, Indonesia sudah memiliki Rencana Aksi Nasional (RAN) yang merupakan hasil pemikiran dan konsep bersama dari berbagai sektor. Dituliskan pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI yaitu di Bab II Pasal 5 tentang strategi pengendalian resistensi. Di antaranya adalah:
1) Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pengendalian resistensi antimikroba melalui komunikasi, pendidikan, dan pelatihan;
2) Meningkatkan pengetahuan dan bukti ilmiah melalui surveilans dan penelitian;
3) Mengurangi kejadian infeksi melalui tindakan sanitasi, higiene, serta pencegahan dan pengendalian infeksi;
4) Optimalisasi dan pengawasan serta penerapan sanksi tindak lanjut terhadap pelanggaran peredaran dan penggunaan antimikroba yang tidak sesuai standar pada manusia, hewan, ikan, dan tanaman;
5) Meningkatkan investasi untuk menemukan tata cara pengobatan, metode diagnostik, dan vaksin baru dalam upaya mengurangi berkembangnya masalah resistensi antimikroba; dan
6) Membangun tata kelola dan koordinasi terpadu dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba.
Lalu, sebagai masyarakat Indonesia apa yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik? Berikut ini adalah langkah bijak yang dapat dilakukan untuk menekan angka resistensi di Indonesia:
1) Hanya menggunakan antibiotik dengan resep dokter, karena tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik,
2) Mengonsumsi antibiotik sesuai dengan petunjuk dokter sampai habis meskipun gejalanya sudah tidak dirasakan lagi,
3) Tidak mengulang resep antibiotik tanpa anjuran dokter,
4) Tidak menghentikan sendiri pengobatan antibiotik yang diresepkan oleh dokter, dan
5) Menjaga kebersihan dan sering mencuci tangan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.