Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Qistina Afifah Hanun

Ramai De-Dolarisasi, Sudahkah Dolar AS terperosok?

Bisnis | Wednesday, 17 May 2023, 20:42 WIB
Mata uang Dolar AS. Foto : AFP.

Pada awal Mei 2023, Gubernur Bank Indonesia dan Bank of Korea menandatangani Nota Kesepahanan yang mendorong penggunaan mata uang lokal masing – masing negara dalam transaksi bilateral. Penggunaan mata uang lokal tersebut tentu secara langsung menunjukkan bahwa kedua negera sepakat untuk meninggalkan dolar guna melepas ketergantungan dolar atau de-dolarisasi. Sebelum adanya kesepakan dengan korea, Indonesia telah menerapkan de-dolarisasi dalam transaksi dengan Australia, Jepang, China, Thailand, dan Malaysia. Bahkan sebelumnya, pada November 2022 di Kawasan Asia Tenggara telah dilakukan kesepakatan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan anatar negara anggota ASEAN.

De-dolarisasi tidak hanya terjadi di Asia Tenggara saja. Di belahan dunia lain, bahkan tetangga AS sendiri yang mengawali perlawanan ini, yaitu Peru, Bolivia, Paraguay, hingga Argentina. Tidak hanya berhenti di situ, negara-negara yang tergabung dalam aliansi BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) berencana menciptakan alat pembayaran beru sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar dan euro. Rencana pembuatan mata uang baru tersebut akan dipresentasikan di KTT BRICS di Afrika Selatan pada Agustus 2023 mendatang. Namun pembuatan mata uang baru yang akan diterapkan pada negara-negara aliansi perlu memerlukan perhatian khusus, karena konsep mata uang baru bukanlah hal baru. Sebelumnya, PIIGS, aliansi yang terbentuk dari negara Portugal, Italia, Irlandia, Greece/Yunani, dan Spanyol juga membuat mata uang baru pada tahun 2015 silam. Kesepakatan tersebut mengartikan bahwa semua negara yang tergabung menyatukan mata uang dengan suku bunga yang mirip, namun kebijakan fiskal di setiap negara berbeda, sehingga menyebabkan krisis di Eropa.

Berbagai negara yang berbondong – bondong melakukan de-dolarisasi memang dilatarbelakangi karena keinginan untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang Dolar AS. Dominasi dolar menjadi ketakutan tersendiri bagi nsetiap negara apabila Amerika menggunakan kekuatan dolar nya untuk menargetkan negaranya. Rusia dan China menjadi 2 negara yang paling gencar dalam melancarkan usaha de-dolarisasi. China memang sebagai pesaing ekonomi Amerika Serikat berupaya dalam menurunkan dominasi dolar AS contohnya melalui investasi infrastruktur dan proyek mata uang BRICS.

Berbagai upaya de-dolarisasi di berbagai belahan dunia nyatanya masih belum mengurangi dominasi dolar AS secara signifikan. Dominasi dolar sebagai mata uang utama perdagangan dan transaksi internasional tidak bisa tergeser dalam waktu dekat. Namun tidak menutup kemungkinan dominasi dolar menjadi melemah.

Sejarah panjang dominasi dolar AS dimulai setelah perang dunia kedua. Amerika Serikat sebagai negara dengan ekonomi terkuat menentukan nilai dolar dengan standar nilai emas dan negara lain kemudian mematok mata uang mereka terhadap dolar, sehingga negara-negara lain harus menyimpan dolar sebagai cadangan guna mempertahankan nilai tukar. Meskipun pada akhirnya tidak lagi memiliki cukup emas, namun dolar telah tetanam kuat sebagai mata uang cadangan yang digunakan negara lain. Hingga saat ini terhitung cadangan devisa yang dikelola oleh bank sentral dunia hamper 60% disimpan dalam dolar. Meskipun angka ini menurun dari sebelumnya sekitar 70% pada tahun 2000, dolar masih mendominasi.

Selain sebagai mata uang cadangan dunia, popularitas dolar AS merambah hingga menjadi mata uang resmi beberapa negara di luar Amerika Serikat, diantaranya Persemakmuran Puerto Rico, Ekuador, Republik El Salvador, Republik Zimbabwe, Guam, Kepulauan Virgin Britania Raya, dll. Penggunaan mata uang Dolar AS tidak hanya sebagai mata uang resmi, namun juga sebagai mata uang semu atau kuasi pada negara Belize, Panama, dan beberapa daerah di Kosta Rika. Sehingga dapat dikatakan bahwa popularitas Dolar AS dalan transaksi lokal maupun

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image