Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wilda Indana Z

Maraknya Strict Parents di Era 4.0

Lainnnya | Tuesday, 16 May 2023, 00:24 WIB

Era 4.0 merupakan suatu era revolusi industri yang menjadi transformasi perbaikan berbagai sektor didunia yang mulai mengadopsi digitalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Pada era ini, dunia online sudah mulai diadopsi masyarakat sehingga memudahkan masyarakat dalam melakukan berbagai hal. Mengenai hal ini, kebebasan yang ada di dunia online seperti media sosial maupun internet menjadikan seorang anak menjadi merasa lebih bebas dan mudah terkontaminasi oleh berbagai budaya negatif yang tersebar di dunia mana. Kekhawatiran orang tua pun semakin meningkat kepada anaknya sehingga bersikap lebih protektif kepada anak karena cemas dengan kehidupan anak. Hal ini disebabkan karena pada era 4.0 ini terdapat berbagai peningkatan kejahatan, gaya hidup bebas, dan kenakalan remaja. Hal-hal semacam inilah yang menjadikan pola asuh strict parent semakin marak pada era revolusi industri 4.0 ini.

Strict parent merupakan gaya pengasuhan otoriter yang ketat dimana dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Orang tua memiliki persepsi bahwa pola asuh semacam ini bisa mendisiplinkan anak. Ada beberapa karakeristik dalam pola asuh yang sering disebut sebagai strict parent yaitu menuntut namun kurang responsif, terdapat banyak aturan yang diberlakukan, tidak memberi pilihan untuk anak dan berbagai karakteristik lainnya (Steede, 2007). Strict parent ini dianggap oleh orang tua bisa mengantarkan anak menjadi sukses dan hebat. Namun, ternyata pola asuh ini bisa memberikan dampak buruk pada anak karena merasa dikekang.

Permasalahan strict parent ini muncul karena faktor internal maupun eksternal. Faktor internalnya yakni dari sikap orang tua yang memang ketat dalam mengasuh anak. Orang tua memiliki gaya pengasuhan yang otoriter dimana orang tua merasa memiliki kendali kekuasaan. Orang tua akan memiliki perasaan yang kuat ketika melihat anaknya tidak tertib sehingga orang tua akan memberikan perintah kepada anak agar bersikap juga bertindak dengan benar. Orang tua pun akan menginterupsi dan tidak memperhatikan pendapat anak. Sementara untuk faktor eksternalnya yaitu faktor luar misalnya orang tua dengan kesibukan bekerja sehingga memberikan aturan ketat dalam pengasuhan anaknya.

Di Indonesia sendiri, anak yang menjadi korban pola asuh strict parents terbilang cukup banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Indriawam (2019) didapatkan hasil bahwa sebanyak 40,80% orang tua khususnya ibu menerapkan pola asuh strict/authoritative, sementara sisanya menerapkan pola asuh disciplinary sebanyak 22,10%, permissive sebanyak 20,20%, dan neglecting sebanyak 16,90%. Persentase pola asuh strict parent tersebut bahkan terus meningkat di era saat ini mengingat kekhawatiran orang tua pada anaknya agar tidak terjebak dalam kenakalan remaja maupun tidak menjadi korban kejahatan semakin meningkat. Pada era digitalisasi ini memang anak menjadi lebih dibatasi oleh orang tua agar berperilaku dan bertindak secara disiplin dan sesuai aturan untuk mengurangi hal-hal yang tidak diharapkan. Meningkatnya fenomena strict parent ini dirasa terlalu berlebihan karena banyak orang tua yang benar-benar terlalu ketat dalam mengatur anaknya bahkan tidak menerima apapun pendapat dari anak.

Penyebab permasalahan ini masih ada sampai saat ini yaitu biasanya orang tua pernah memiliki pengalaman yang sama atau ketika kecil orang tua diasuh secara otoriter sehingga diulang kembali ketika menempatkan dirinya sebagai orang tua. Alasan lain yaitu orang tua memiliki ketakutan dan kecemasan yang berlebih terhadap anaknya misalnya karena penyakit, karena alasan pergaulan dan lainnya serta orang tua yang tidak memiliki empati pada anak. Dengan alasan tersebut orang tua akan terus-terusan menerapkan pola asuh otoriter yang berulang karena melihat didikan dari orang tuanya dahulu. Orang tua juga belum melek dengan pola asuh saat ini maupun pertimbangan psikologis anak. Pola asuh orang tua strict ini bisa menyebabkan anak terganggung secara psikologis karena banyak tertekan dan banyak aturan. Oleh karena itu, pola asuh ini sering tidak memberikan kebahagiaan bagi anak akibat anak merasa dibatasi. Pemahaman orang tua yang masih minim akan pentingnya kesehatan mental bagi anak menjadi penyebab mengapa masalah strict parent ini masih terjadi sampai ini.

Dalam upaya mengatasi pola asuh strict parent ini maka pendekatan dari sisi psikologis dapat dilakukan. Orang tua harus diberikan pemahaman bahwa pola asuh semacam ini bisa memberi dampak negatif bagi anak. Dengan demikian, secara perlahan orang tua bisa mulai memahami bahwa untuk mengasuh anak dapat dilakukan sewajarnya dan tidak terlalu berlebihan mengenai aturan-aturannya. Sebagai anak, untuk mengatasi permasalahan strict parent ini juga bisa dilakukan melalui komunikasi yang perlahan sehingga orang tua dapat memberi kepercayaan kepada anak dan melonggarkan aturan yang dibuat tentu saja dengan memberikan alasan yang jelas.

Referensi

Indriawam, L. (2019). Pengaruh Gaya Pola Asuh Ibu Terhadap Perilaku Konsumsi Anak (Studi di Indonesia). Universitas Gadjah Mada.

Steede, K. (2007). 10 Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik Anak + Solusi Bijak untuk Menghindarinya. Gramedia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image