Dampak Disharmonisasi Keluarga Terhadap Anak dalam Novel Hati yang Damai Karya Nh Dini
Sastra | 2023-05-05 11:42:34Sebagai pecinta sastra, tentunya kita sudah tidak asing lagi ketika mendengar nama Nh. Dini, seorang sastrawan perempuan di Indonesia yang sering kali mengharumkan nama Indonesia. Mulanya, Dini memulai kegiatannya di bidang sastra sebagai pengarang cerita pendek. Selanjutnya, Dini lebih memfokuskan perhatiannya untuk menghasilkan novel. Salah satu novel Dini yang banyak dikenal ialah “Pada Sebuah Kapal” yang terbit pada tahun 1972. Namun, jauh sebelum Dini menulis “Pada Sebuah Kapal”, Dini lebih dulu menulis “Hati yang Damai” pada tahun 1961. Sebuah novel yang menceritakan tentang kegalauan seorang istri penerbang yang bertemu lagi dengan mantan kekasih saat sang suami berada jauh di luar rumah.
Novel “Hati yang Damai” diterbitkan pertama kali oleh Nusantara Bukittinggi tahun 1961, kemudian mulai cetakan kedua tahun 1976 diterbitkan oleh Dunia Pustaka Jaya sejak tahun 2002 diterbitkan oleh Grasindo, Jakarta. Dapat dipahami apabila novel ini menjadi penting karena pengarang wanita pada masa itu masih terbilang langka. Sebelumnya di Indonesia, telah lahir para perempuan novelis seperti Selasih (Sariamin/Seleguri), Hamidah (Fatimah Hasan Delais), S. Rukiah, dan lain-lain. Namun, tidak seperti Nh. Dini, mereka tidak dikenal oleh masyarakat luas.
Novel dengan jumlah halaman sebanyak 68 halaman ini menceritakan tentang Dati yang kembali bertemu dengan bekas kekasihnya, Sidik, yang baru saja pindah ke kota tempat tinggalnya. Fisiknya boleh menua, tetapi semangatnya dalam mengejar cinta masih terlihat kuat. Pada saat itu, Dati hampir menyesal, bagaimana bisa ia mau datang menemui laki-laki itu. Dirinya telah bersuamikan seorang penerbang dan dianugrahkan dua orang anak. Namun, Sidik yang gigih dan semangat, tetap tidak peduli. Bahkan, ia berusaha memancing agar hubungan cinta mereka tetap berlangsung. Dahulu, dalam keluarganya, Dati dibesarkan dalam kekerasan. Ia tumbuh bersama keluarga yang membesarkannya dengan kekerasan. Tak ada tempat untuk bermanja-manja selayaknya anak pada orang tua. Untuk itu, karena kebahagiaan tidak ia dapatkan dalam keluarganya, Dati akhirnya mencari kebahagiaan di luar rumah, misalnya ia selalu bermanja-manja pada kawan-kawan prianya di luar rumah, termasuk kepada Sidik yang pernah menjadi kekasihnya. Sayangnya, hal tersebut terbawa hingga kehidupan rumah tangganya di kemudian hari. Wija menikah dengan Dati karena pemuda penerbang itu mencintai Dati. Sementara Dati, bahkan dalam waktu yang cukup lama, ia belum dapat mencintai suaminya dengan sepenuh hati. Pada saat suaminya bertugas, secara tidak sengaja ia dipertemukan kembali dengan Sidik, bekas kekasihnya dulu. Ia kemudian membangun komunikasi kembali dengan intensif sehingga kedekatan mereka semakin erat.
Sidik dengan terus terang mengatakan bahwa ia masih mencintainya hingga kini walaupun keduanya sudah memiliki keluarga masing-masing. Terlebih lagi setelah datangnya Nardi yang merupakan sahabat Sidik sewaktu sekolah dahulu. Ia adalah orang yang menyebabkan perpisahan antara Sidik dan Dati kala itu. Namun Nardi kini hadir kembali dalam kehidupan Dati dan secara tidak sengaja menjadi dokter militer yang bertugas di tempat pangkalan yang sama dengan Wija. Hal itulah yang menyebabkan Dati menjadi gelisah dan bimbang. Ia menjadi tersiksa ketika suaminya pergi bertugas justru kemudian datang dua laki-laki masa lalunya yang memperebutkan dirinya. Saat Dati mendengar kabar bahwa pesawat yang dikemudikan Wija jatuh dan hilang, saat itulah Sidik mencoba merayu dan menggodanya. Dati yang sedang dalam keadaan duka tak sadar akan perbuatan yang dilakukannya. Perasaan menyesal dan berdosa kian hari kian membesar sehingga hidupnya menjadi tak tenang. Di lain waktu, Sidik kembali mencoba merayunya namun Dati telah menyadari bahwa perbuatan yang ia lakukan dengan Sidik adalah sebuah kesalahan. Dati berontak dan saat itulah Wija kembali dengan Nardi yang menyelamatkannya dari kecelakaan pesawat. Peristiwa hadirnya kembali Wija setelah kecelakaan pesawat membuat Dati menginsafi bahwa kedamaian dan kebahagiaan yang selama ini dicarinya justru ada pada diri Wija. Wija sendiri sebenarnya sudah mengetahui bahwa sejak awal Dati tidak pernah mencintainya. Namun, Wija tetap kembali kepada Dati dan anak-anaknya karena menurutnya keluarga adalah tempat untuk berpulang. Hal tersebutlah yang kemudian membuat keluarga mereka utuh kembali.
Yang menarik dari novel ini ialah, betapa dahsyatnya dampak dari luka masa kecil terhadap masa depan. Dati dahulu tumbuh dengan keluarga yang keras, sehingga dirinya tidak mendapat kebahagiaan di rumahnya. Tak dapat merasakan kebahagiaan dari keluarganya, Dati akhirnya mencari kebahagiaan di luar rumah. Begitu Dati tumbuh dewasa, ia tumbuh menjadi seseorang yang selalu merasa kurang, sehingga selalu mencari kebahagiaan lain, dalam hal ini, Dati mencari kebahagiaan di luar pernikahannya dengan Wija. Wija yang sibuk dengan pekerjaannya sebagai penerbang, membuat Dati kesepian sekaligus gelisah memikirkan nasib Wija saat di langit sana. Apakah suaminya baik-baik saja? Bagaimana jika terjadi kecelakaan? Itulah yang Dati khawatirkan. Hal itu membuat Dati merasa, bukan ini kebahagiaan dan kedamaian yang ia cari. Sama seperti dahulu ketika ia masih dididik dengan keras oleh keluarganya, akhirnya Dati mencari kebahagiaan lain di luar pernikahannya. Seperti gayung bersambut, Sidik tiba-tiba saja hadir di tengah-tengah mereka. Perempuan yang diselimuti kegelisahan dan kesepian, pria yang gigih dalam mengejar cinta, serta komunikasi yang intensif merupakan perpaduan yang pas untuk “bermain di belakang” Wija.
Luka di masa kecilnya membuat Dati terbentuk menjadi seseorang yang jika apa yang ia inginkan tidak sesuai dengan keinginannya, maka ia akan mencari, dan terus mencari. Hatinya dibalut oleh rasa tidak puas. Lalu, jika ada yang bertanya, bukankah wajar Dati mencari kebahagiaan lain ketika kebahagiaan tidak ia dapatkan dalam pernikahannya dengan Wija? Bukankah sikap tersebut adalah naluri seorang manusia yang hanya ingin mempertahankan kehidupannya? Sebab, menjalani hidup tanpa hati yang damai dan bahagia itu sangat berat. Tentu saja tidak. Di mana pun dan dalam kondisi apapun, perselingkuhan itu tidak dibenarkan. Walaupun, seseorang itu memiliki alasan dan latar belakang mengapa ia berselingkuh, tetap saja hal itu tidak dibenarkan. Kunci dalam menjalin hubungan dengan seseorang ialah komunikasi. Komunikasikan masalahnya, lalu cari jalan keluarnya bersama-sama. Bukankah esensi suatu hubungan itu membagi segala perasaan serta beban hati dan pikiran dengan pasangan?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.