Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Tak Perlu Saling Iri dan Berebut Rezeki, Setiap Orang Berjatah Rezeki Masing-Masing

Agama | Friday, 05 May 2023, 06:28 WIB

Dalam hal memenuhi kebutuhan hidup, kewajiban kita adalah menjemput jatah rezeki yang telah Allah sediakan bagi kita. Pada hakikatnya, aktivitas pekerjaan yang kita lakukan merupakan upaya kita untuk menjeput jatah rezeki yang telah Allah sediakan. Kita telah diberi ketentuan jatah rejeki sejak Ia meniupkan ruh kepada janin kita di perut ibu pada usia kandungan 120 hari. Pada usia tersebut, segala hal yang meyangkut kehidupan kita telah Allah tetapkan, termasuk beragam rezeki yang akan kita terima selama menjalani kehidupan.

Karenanya, dalam menjalani kehidupan ini, kita tak perlu berebut mengambil hak orang lain, bahkan kita pun tak boleh iri dengan rezeki yang diterima orang lain. Masing-masing dari kita telah memiliki rezekinya masing-masing yang mustahil akan tertukar dengan jatah rezeki orang lain.

Ketika seseorang mengambil jatah rezeki orang lain dengan cara melanggar hukum, mencuri, korupsi, atau cara jahat lainnya, secara lahiriyah ia nampak senang bergelimang harta, namun secara psikologis ia menderita. Lambat laun penderitaannya itu akan menjadi-jadi, dan menyebabkan harta bahkan jiwanya hilang. Contoh yang paling sering kita saksikan adalah para koruptor. Meskipun mereka tersenyun ketika diekspose di hadapan khalayak, sebenarnya hatinya menderita, tersiksa.

Dengan kata lain, ketika kita mengambil rezeki hak orang lain, lalu memakannya, pada hakikatnya kita tengah memasukkan penderitaan dan kesengsaraan terhadap jiwa kita. Kesengsaraan jiwa akan melahirkan kehidupan yang tidak tenteram. Harta berlimpah, namun sarat kegelisahan.

Kegelisahan hidup di tengah-tengah kemudahan mencari rezeki atau harta merupakan pertanda hilangnya berkah dari rezeki yang kita raih. Hilangnya berkah rezeki yang kita raih berarti hilangnya ketenangan dan kebahagiaan hidup. Jika rezeki atau harta yang kita peroleh berasal dari perbuatan haram, bisa jadi kegelisahan ini akan mengantarkan diri kita masuk ke dalam kubangan siksa neraka.

Dalam salah satu wasiat kepada salah seorang santrinya, Syaqiq al Balkhi, ketika Sang Santri bertanya resep ketenangan hidup yang dilakoni gurunya, Hatim bin Al ‘asham. Sang guru bijak ini memberikan nasihat empat langkah menuju kehidupan yang tenang dan bahagia.

Pertama, aku tahu bahwa rezekiku tak akan dimakan orang lain, tidak akan tertukar dengan rezeki orang lain maka tenanglah diriku. Wasiat pertama ini mengajarkan kepada kita untuk tidak iri terhadap rezeki yang dimiliki orang lain apalagi sampai menjegal atau mengambilnya dengan melanggar hukum. Setiap orang sudah memiliki bagian rezekinya masing-masing, bahkan setiap orang tidak akan meninggal dunia sebelum jatah rezekinya ia terima.

“Wahai umat manusia, bertakwalah kalian kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, sehingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (H. R. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, hadits nomor 2.144).

Usai melaksanakan ibadah shalat wajib, dalam dzikir-dzikir usai shalat kita pun selalu berikrar bahwa yang memberi, membagi, dan menahan rezeki kita hanyalal Allah, dan rezeki kita tak akan tertukar dengan milik dan hak orang lain.

“Ya Allah Ya Tuhan Kami, tidak ada satupun yang dapat melarang jika Engkau menghendaki dan tidak ada satupun yang dapat memberi jika Engkau tidak menghendaki dan tidak ada yang dapat menolak apa yang telah Engkau tentukan serta tidak ada kekuatan yang dapat memberi manfaat kecuali atas kehendakmu (H. R. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits nomor 844 dan Muslim, Shahih Muslim, hadits nomer 593).

Kedua, aku tahu bahwa orang lain tidak akan menggantikan aku dalam mengerjakan amal baikku, maka aku menyibukkan diri untuk mengerjakannya. Tugas utama kita dalam menjalani kehidupan ini adalah beribadah. Aktivitas apapun yang kita lakukan harus memiliki nilai ibadah. Selain itu, aktivitas ini bersifat pribadi tidak bisa diwakilkan kepada siapapun agar kelak kita dapat mempertanggungjawabkan amanah kehidupan ini di hadapan-Nya.

Ketiga, aku tahu bahwa maut akan datang tiba-tiba maka aku mempersiapkan diri menyambutnya. Wasiat ketiga ini mengajarkan kepada kita untuk mempersiapkan amal kebaikan sebagai bekal kehidupan sesudah kita meninggal. Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw, orang yang cerdas adalah mereka yang menjadikan aktivitas kehidupan ini dijalani sebaik mungkin agar menjadi bekal di alam keabadian.

Keempat, aku yakin bahwa Allah selalu mengawasiku maka aku menghindarkan diri dari mendurhakai-Nya. Wasiat keempat ini mengajarkan kepada kita untuk senantiasa meyakini bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui atas segala hal yang kita perbuat.

Satu hal yang harus kita waspadai, apapun yang kita lakukan tak akan tersembunyi di hadapan Allah. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam melakukan segala aktivitas, baik maupun jelek, segala aktivitas kita akan senantiasa dalam pengawasan-Nya. Dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun kita berada, Ia mengetahui apa yang kita lakukan.

Kehidupan kita yang sementara dan sangat singkat ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Akhlak yang baik senantiasa harus menjadi aksesoris kehidupan. Sikap iri, musyrik, dendam, dan berbuat zalim kepada orang lain harus benar-benar dihindari. Kita harus berjuang keras agar memiliki harta dan hati yang bersih.

Keimanan yang kuat harus tetap tertanam di hati sanubari. Kecintaan seraya mengharap rida-Nya harus benar-benar menjadi dasar dalam melakukan suatu aktivitas. Hanya dengan cara seperti ini, kita akan dapat meraih ketenagan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

“ Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Q. S. Asy Syu’ara : 87 – 89).

Ilustrasi : rezeki (sumber gambar : republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image