Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tyra

Polemik kemiskinan: Demi Bantuan Rela Tetap Miskin

Politik | Thursday, 04 May 2023, 18:02 WIB

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kompleks yang ada di Indonesia. Alih- alih mendekati Indonesia emas tahun 2045 permasalahan satu persatu kian teratasi, tetapi tumpukan masalah seperti inflasi, covid-19, perang dunia, dan bencana alam datang dan meruntuhkan angan angan Indonesia emas 2045. Permasalahan menjadi kompleks karena kemiskinan ini dapat mempengaruhi semua sektor mulai dari pendidikan, kesehatan, dan pembangunan di Indonesia. Masalah-masalah di Indonesia sebetulnya tidak akan selesai jika kemiskinan tetap terjadi. Tetapi bagaimana jika seseorang berpura-pura menjadi miskin? nyatanya mental masyarakat Indonesia masih belum siap menghadapi Indonesia emas 2045, “Rela miskin” adalah kata yang sesuai untuk merepresentasikan dari orang yang ingin selalu dianggap miskin dan mengambil hak orang lain.

Alan dari Pixabay" />
Gambar oleh Alan dari Pixabay

Lalu kemiskinan itu seperti apa?

Menurut Niemietz (2011) dalam Maipita (2014), kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk membeli barang-barang kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, papan, dan obat-obatan. Kebutuhan dasar di setiap orang pasti berbeda antar satu sama lain maka dari itu, pasti ada parameter untuk mengukur kemiskinan ini sendiri. Parameter kemiskinan yang dibuat oleh indonesia, yaitu garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan representasi rupiah yang harus dibayarkan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan pangannya maupun non pangan selama satu bulan. Sayangnya garis kemiskinan yang digunakan oleh BPS dan bank dunia nyatanya berbeda. Pengaruh dari hal ini adalah adanya peningkatan penduduk miskin dan berubahnya golongan menengah ke bawah menjadi tergolong masyarakat miskin. Apakah Indonesia mampu untuk mengikuti standar yang ditetapkan dunia?

Program pemerintah sesuai? Mari kita analisis bersama

Banyaknya program pemerintah dan banyaknya budget yang dikeluarkan oleh pemerintah, harusnya menjadi pertanyaan besar bagi kita. Sudah efektifkah program-program yang sedang dijalankan? Mengapa kemiskinan semakin hari kian membludak? Menurut data yang dikeluarkan BPS kemiskinan pada bulan september 2022 naik 0,03% dari maret 2022. Hal ini harusnya menjadi evaluasi terhadap program-program yang telah dijalankan. Menurut Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan, strategi penanggulangan kemiskinan pada bab III pasal tiga sebagai berikut:

 

  • Mengurangi beban masyarakat miskin

Pada dasarnya hal ini dilakukan dengan memberikan bantuan, seperti sembako, beasiswa pendidikan, dan kesehatan. Namun dengan hanya diberi apakah nanti dapat mengentaskan kemiskinan? Apalagi seperti yang kita ketahui beasiswa pendidikan banyak yang salah sasaran dan orang yang memiliki status sosial menengah rela menjadi miskin untuk mendapat beasiswa ini dan mengambil hak orang lain.

 

  • Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin

Dalam pengentasan kemiskinan, memberikan bantuan saja tidaklah mampu membuat mereka keluar dari kemiskinan. Perlu adanya strategi yang dapat menunjang kehidupan mereka jangka panjang. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan pemberdayaan. Pemberdayaan ini harus didampingi dari tahap awal perencanaan hingga eksekusi dan mereka menjadi mandiri untuk mengembangkan ilmunya. Tetapi, hal ini tak kunjung memberi efek yang signifikan juga karena kebiasaan masyarakat Indonesia yang hanya disuapin dan dicekoki sehingga kita hanya mampu bergantung pada pemerintah/ orang lain.

 

  • Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil

Berbagai UMKM sekarang marak di Indonesia. Program ini adalah salah satu program yang kelihatan dan terlihat beberapa usaha kecil sangat terbantu dengan adanya pengembangan UMKM ini. Peran mahasiswa dalam pengembangan UMKM ini juga sangat membantu. Kegiatan-kegiatan mereka pengabdian masyarakat juga selalu diselipkan untuk dapat membantu UMKM di daerah setempat.

 

  • Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan

Hal ini adalah strategi yang terakhir yang dilakukan pemerintah dan merupakan strategi yang sangat sulit untuk dilakukan. Banyaknya kebijakan yang tumpang tindih dan sebagian besar orang yang miskin memiliki SDM yang rendah sehingga kebijakan yang tidak jelas dan selalu berubah dapat mengakibatkan ketidakmampuan mereka mengikuti perkembangan dan menjadikan mereka bersikap apatis.

Perlu kita sadari untuk mengentaskan masalah kemiskinan ini tidak hanya dari satu bidang sektor saja. Tetapi perlu semua sektor untuk bersama dan bersinergi karena dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan tidak hanya pada kesehatan atau pendidikan saja. Pemberdayaan adalah cara yang paling efektif untuk mengentaskan kemiskinan dan kebiasaan meminta-minta.

Lalu bagaimana sanksi bagi orang yang mengambil hak orang lain? Seperti beasiswa pendidikan?

Berbagai solusi ditawarkan oleh pemerintah berbagai celah juga dimanfaatkan sebagian orang demi keuntungannya sendiri. Demi dikenal miskin mereka tak juga mengindahkan berbagai peraturan yang telah disahkan. Keluarga mampu yang mengaku atau berpura-pura menjadi miskin akan dikenakan UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, sanksi pidananya bisa sampai dua tahun kurungan atau denda mencapai 50 juta. Selain sanksi pidana, adanya pencabutan dan blacklist juga perlu diterapkan untuk pengambil hak orang lain. Tak dipungkiri, petugas tidak dapat 100% untuk dapat memastikan orang yang mendapat bantuan benar-benar miskin atau tidak. Maka dari itu solusi yang dapat ditawarkan, yaitu adanya pelaporan setiap berapa tahun sekali kepada petugas dan setiap pelaporan tersebut petugas dengan cakap melakukan survei.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image