Pentingnya Saring Sebelum Sharing Agar tidak Termakan Berita Hoax
Edukasi | 2023-05-04 13:31:30Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi telah mengubah model komunikasi dan organisasi sosial sedemikian rupa sehingga menjadi wadah baru untuk menyampaikan pendapat. Pengguna teknologi digital melihat internet sebagai saluran yang menawarkan kebebasan demokrasi yang hampir tak terbatas untuk melacak informasi, terhubung dengan ribuan orang lain, dan membentuk komunitas virtual spontan yang tidak dapat dibentuk dengan cara tradisional lainnya. Selain efek positif, juga memiliki efek negatif. Salah satu dampak negatif yang cukup mengkhawatirkan adalah munculnya mis informasi atau yang lebih dikenal dengan istilah penipuan informasi. Fenomena kecurangan semakin mendominasi di dunia maya, dan penyebaran informasi yang sederhana di jejaring sosial dapat menimbulkan opini yang berbeda. Penyebaran berita bohong juga dapat menimbulkan kerancuan informasi dan antusiasme masyarakat terhadap informasi, bahkan dapat menimbulkan perpecahan bangsa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ejaan “hoaks” dengan “ks” dibelakang merupakan bentuk kata serapan dari bahasa asing. Kata hoaks dalam KBBI dikategorikan sebagai akjetiva dan nomina. Dalam penulisannya, hoaks menggunakan kata yang diterangkan terlebih dahulu misalnya menjadi “berita hoaks”. Namun, hoaks juga bisa berdiri sebagai nomina dengan arti berita bohong. Namun, hoax juga bisa menjadi kata benda yang berarti berita palsu.
Penyebaran berita bohong sering terjadi di jejaring sosial dan mempengaruhi pemikiran masyarakat. Akses bebas membuat akun media sosial membuat banyak orang yang tidak bertanggung jawab membuat akun palsu, yang kemudian digunakan untuk menyebarkan berita palsu ke publik. Alasan pembuatan akun palsu adalah betapa mudahnya orang terpengaruh oleh berita tanpa kebenaran berita tersebut dan menjadi target palsu sehingga menimbulkan masalah. Fenomena penipuan saat ini banyak ditemui di media sosial. Penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi mulai menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat atas maraknya informasi hoaks yang beredar. Penyebaran berita atau informasi bohong didukung oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat. Ada sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2017, jumlah ini meningkat cukup banyak dibandingkan tahun 2016, jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat sekitar 51% atau sekitar 45 juta pengguna, dan jumlah pengguna aktif jejaring sosial meningkat sebesar 34%. Dari pengguna internet tersebut, 129,2 juta pengguna memiliki akun media sosial aktif, dan pengguna internet menghabiskan rata-rata sekitar 3 jam sehari di internet melalui ponsel.
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) melakukan survei mengenai wabah hoax nasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan wawasan tentang persepsi publik tentang penipuan, prevalensinya, klasifikasi dan pengaruhnya terhadap kehidupan nasional secara nasional. Responden dalam
penelitian ini terdiri dari responden yang berbeda-beda. Responden berusia 15-40 tahun bekerja sebagai pelajar/mahasiswa, profesional/karyawan, wiraswasta dan pengangguran. Berita bohong meresahkan 84,50% masyarakat, 75,90% berita bohong mengganggu kerukunan masyarakat, 70,90% berita bohong dapat menghambat pembangunan di Indonesia, 54,10% berita bohong dari berita yang tidak jelas, 54% masyarakat ragu apakah berita tersebut benar atau salah, 91,80% berita palsu tentang sosial politik (pemilu, pemerintahan), 44,30% orang mendapatkan berita palsu setiap hari.
Informasi bahwa seseorang menyebarkan informasi palsu atau penipuan di dunia maya tunduk pada hukum positif. Hukum positif yang relevan adalah hukum yang berlaku. Jadi, penebar hoax akan dikenakan KUHP no. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Acara Elektronik (ITE), UU No. 40 Tahun 2008 tentang Diskriminasi Ras dan Etnis serta Penghapusan Tindakan Ujaran Kebencian yang Menyebabkan Konflik Sosial. Berdasarkan pasal di atas, terlihat bahwa pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menghukum siapa saja yang menyebarkan berita bohong (hoax). Pemerintah telah menerapkan banyak program untuk mengurangi berita bohong. Juga mudah untuk menemukan program-program kemasyarakatan yang dijalankan oleh individu atau organisasi.
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk memisahkan berita bohong dengan fakta di media sosial. Pertama, melaksanakan kegiatan penyadaran masyarakat (literasi media/digital) agar melek media dan cerdas. Kegiatan ini hampir tidak berhasil jika dilakukan hanya sekali atau dua kali, tetapi membutuhkan waktu yang lama dan konsisten di berbagai kalangan masyarakat untuk menjadi sadar dan berkomunikasi, yaitu dapat memilah dan memilih berita atau informasi baik dan sehat untuk dikonsumsi. Langkah kedua adalah membudayakan sikap tabayun (penjelasan), sebagaimana diingatkan oleh Allah SWT dalam QS Hujurat: 6 “Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang orang jahat kepadamu membawa kabar (hoax), periksalah dengan teliti agar kamu tidak tertimpa musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadannya yang menyebabkan kamu akan menyesal atas perbuatan itu”. Tabayun dalam arti meneliti dan menyeleksi berita, tidak tergesa-gesa memutuskan masalah, baik dalam hal hukum, agama, kebijakan publik, sosial politik dan lainnya hingga jadi jelas permasalahannya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.