Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dewi Agni Putri Syawalita

Bahaya dan Cara Menghindari Toxic Forgiveness

Edukasi | Tuesday, 02 May 2023, 20:17 WIB

Hari Raya Idul Fitri telah berlalu tetapi nuansa lebaran masih terasa di bulan Syawal ini. Hari lebaran tidak terlepas dari kegiatan silaturahmi saling bermaaf-maafan kepada keluarga,pasangan, saudara, teman serta kolega. Namun apakah kebanyakan dari mereka meminta maaf dan memaafkan dengan tulus? Atau hanya sekedar formalitas dalam memperingati hari lebaran yang suci ini?. Tentu tidak baik jika di hari yang suci, hati masih dalam keadaan kotor dengan amarah, emosi, dendam kepada seseorang tapi kita harus memaksa untuk memaafkan mereka padahal dalam hati kita masih belum siap menerimanya. Hal inilah yang dinamakan “Toxic Forgiveness”. Dilihat dari namanya saja kita bisa melihat bahwa “Toxic Forgiveness” itu dapat menjadi racun bagi diri kita. Biasanya “ Toxic Forgiveness” ini sering terjadi pada relationship seseorang.

Menurut McCullough, Worthington & Rachal (1997) forgiveness merupakan serangkaian perubahan motivasi seseorang untuk menurunkan motivasi membalas dendam, motivasi untuk menjauhkan diri atau menghindari orang yang menyakiti serta meningkatnya motivasi untuk berbuat baik dan berdamai pada orang yang sudah melakukan tindakan yang menyakitkan. Memaafkan membutuhkan pemahaman dan pengakuan atas kesalahan yang dilakukan karena terus berfokus pada akibat yang ditimbulkan dari suatu kesalahan adalah hal yang buruk, tetapi hati dan perasaan kita harus benar-benar ingin dan ikhlas untuk memaafkan orang lain bukan sekedar memaafkan karena tekanan moral dari masyarakat agar kita tidak mengalami “Toxic Forgiveness”.

Lalu mengapa sih “Toxic Forgiveness” itu berbahaya?

Toxic Forgiveness merupakan bentuk pengkhianatan terhadap diri anda sendiri. Karena anda secara tidak langsung dipaksa untuk memaafkan orang lain, melangkah maju serta memaksa rasa sakit yang anda rasakan untuk keluar dari pikiran anda agar dapat menerima permintaan maaf tersebut. Hal ini dapat menjadi trauma dan semakin lama dapat merusak mental anda karena sewaktu-waktu rasa sakit atas kemarahan atas kesalahan seseorang dapat kembali muncul pada diri anda. Namun apabila anda sudah masuk kedalam “Toxic Forgiveness” hal yang dapat kita lakukan adalah membatasi diri dengan orang tersebut untuk memberikan rasa aman kepada diri kita, mencari arti memaafkan bagi diri kita serta tahu kapan kita akan memaafkan, memberitahu apa yang anda rasakan daripada memendam perasaan itu (ini mungkin membutuhkan bantuan dari teman atau terapis). Kesimpulannya, tidak apa-apa apabila kita memerlukan waktu yang lama untuk memaafkan orang lain, karena memaafkan orang lain merupakan proses berdamai dengan diri sendiri. Jadi tidak ada salahnya untuk tidak memaafkan orang lain saat lebaran apabila anda belum bisa melupakan, mengikhlaskan serta memiliki motivasi yang kuat untuk memaafkan orang tersebut.

Riadi, Muchlisin. (2021). Memaafkan / Forgiveness (Pengertian, Aspek, Jenis, Tahapan dan Faktor yang Mempengaruhi). Diakses pada 5/2/2023, dari https://www.kajianpustaka.com/2021/04/memaafkan-forgiveness.html

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image