Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fitrah Khairina

Perspektif Gendut di Lingkungan Masyarakat

Eduaksi | 2021-12-22 22:35:50

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita menggunakan kata-kata yang tanpa disadari bisa merusak psikis seseorang. Tidak hanya kata-kata yang diucapkan, namun cara kita untuk memperlakukan seseorang di lingkungan masyarakat juga bisa memberikan dampak baik ataupun buruk bagi mereka.Seperti hal nya kata-kata yang tertera pada judul merupakan salah satu contoh kata yang bisa merusak psikis seseorang. Apa, makna dari kata tersebut? Kata-kata tersebut adalah bentuk dari perkataan body shaming.Apa sih, body shaming itu?

Body shaming adalah perilaku mengomentari secara negatif terhadap bentuk tubuh seseorang. Ini sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan kita terlebih pada kalangan remaja. Padahal, hal inilah yang akan menyebabkan lemahnya mental sesorang hingga menurunnya tingkat kepercayaan terhadap dirinya sendiri. Body shaming menjadi salah satu kekerasan verbal yang disebabkan karena kata yang disampaikan mampu menyakiti lawan bicaranya (Putri, Kuntjara, and Sutanto 2018).

Ilustrasi : pixabay.com

Body shaming menjadi hal yang lumrah di kalangan masyarakat. Komentar yang diberikan juga cenderung berisi membanding-bandingkan antara satu dengan yang lainnya. Padahal setiap orang berhak tampil sempurna dengan versi mereka masing-masing tanpa harus ada tuntutan menjadi sempurna dari orang lain.Setiap kita pasti memiliki standar kesempurnaan yang diinginkan. Oleh karena itu, kita tidak boleh memberikan komentar negatif kepada orang lain karena pada dasarnya setiap orang menginginkan bentuk tubuh yang ideal menurut perspektifnya masing-masing.Setiap lingkungan tentu mempunyai kriteria yang berbeda terhadap standar keindahan seseorang. Namun setiap orang juga berhak atas ketenangan hati dan peningkatan tingkat kepercayaan dirinya. Kadangkala, suatu hal yang menurut pandangan kita itu buruk malah menjadi incaran di beberapa tempat.

Apa dampak yang ditimbulkan dari body shaming tersebut?Body shaming mampu merusak mental psikologis seseorang. Kita tidak menyadari bahwa hanya dengan satu untaian kata yang dilontarkan akan berdampak kepada psikis orang tersebut. Bahkan yang lebih parahnya lagi mampu merobohkan berbagai impian yang telah disusunnya. Setiap orang berhak menunjukkan bakatnya tanpa dinilai kekurangannya.

Body shaming juga bisa menimbulkan depresi, hilangnya tingkat kepercayaan diri, memiliki gangguan makan, merasa dipermalukan, menjadi sentimen karena merasa sangat jengkel dengan berbagai penilaian orang lain, mudah tersinggung dan menjadikan kita orang yang tidak mampu menjaga perasaan orang lain, bahkan hal yang paling berbahaya adalah sampai pada tahap bunuh diri. Maka dari itu, kita harus bisa menjaga setiap perkataan yang akan diucapkan kepada lawan bicara.

Apakah perilaku body shaming diatur dalam perundang-undangan? Body shaming adalah salah satu bentuk kekerasan verbal yang dapat menjerumuskan si pelaku samapai kepada hukum pidana. Banyak kita temui kasus body shaming yang ada di media sosial. Korban yang diincar pun tidak pandang bulu, baik itu orang biasa maupun orang yang berkelas bahkan para petinggi juga menjadi korban dari perilaku body shaming ini.

Media sosial yang seharusnya digunakan untuk hal-hal yang baik, malah disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sebagai alat pelecehan baginya.Tentu saja sudah sangat jelas tertera hukum yang berkaitan dengan kasus body shaming ini yakni, dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatur bahwa “Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”Undang-undang di atas menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan adanya perlakuan body shaming antar pengguna media sosial.

Hal tersebut dapat dikenakan sanksi mengenai pencemaran atau penghinaan nama baik. Sanksi yang diberikan tertera dalam undang-undang ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3, dapat diancam hukuman pidana 6 tahun jika menggunakan media sosial saat melakukan body shamming.Sudah sepantasnya kita menjadi pengguna media sosial yang bijak dengan tidak menghina dan mengeluarkan kata-kata yang tidak menyenangkan yang akan berdampak buruk pada psikis seseorang.Bagaimana cara meminimalisir body shaming?Hal tersebut tidak dapat kita hindari, kecuali kita mampu menjaga setiap ucapan yang disampaikan terhadap lawan bicara. Pahami dengan baik dampak negatif yang akan timbul kepada orang-orang yang menjadi sasaran body shaming.

Kita juga harus memahami bahwa setiap orang memiliki standar keindahan yang diinginkan olehnya tanpa harus mengikuti tingkat standar keindahan lingkungannya. Bahkan hukum perundang-undangan Indonesia juga melarang adanya kasus body shaming di jejaring media sosial. Kita harus tau bahwa setiap orang perlu terbebas dari segala hal yang memberatkan hatinya. Jangan biarkan kasus body shaming di lingkungan maupun di media sosial semkain tak terbendung dengan hal-hal negatif.

Kita tau bahwa efek samping dari body shaming bisa berakhir dengan depresi, bahkan sampai tahap bunuh diri. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan psikis seseorang tidak bisa dianggap sepele. Setiap orang mempunyai perasaan sensitif yang berbeda. Hal itu bukan untuk dibandingkan dan dikomentari dengan hal negatif, tetapi sebagai pelajaran bagi kita untuk senantiasa menjaga setiap kata yang diucapkan kepada lawan bicara.Setiap orang berhak mempunyai ketenangan dalam mental psikologisnya, karena persoalan mental bukanlah hal yang mudah. Dari persoalan mental mampu berujung pada persoalan fisik.

Bijaklah dalam berkomentar sehingga orang lain termotivasi dengan hal yang dsampaikan, bukan malah tersakiti dengan apa yang dikomentari.

Kita sebagai makhluk sosial maka seharusnya kita hidup berdampingan dengan baik antar sesama. Bijaklah dalam berkomentar pahami lagi dampak yang bisa ditimbulkan dari setiap perkataan yang kita katakan."Stop! Body shaming, yuk ciptakan suasana yang baik antar sesama, dengan saling menjaga perasaan sehingga dapat menjaga kesehatan mental diri sendiri dan orang lain".

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image