Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ELLIN NATASYA

Fenomena Fast Fashion Berdampak Pada Lebaran Tahun Ini, Apakah Anda Juga Terkena Dampaknya?

Gaya Hidup | 2023-04-28 09:48:25

Fenomena fast fashion, mungkin disini ada yang masih asing dengan fenomena fast fashion. Apasih fast fashion itu?

source: theeditor.id

Dilansir dari website Zero Waste Indonesia, Fast Fashion adalah istilah yang digunakan oleh industri tekstil yang memiliki berbagai model fashion yang silih berganti dalam waktu yang sangat singkat, serta menggunakan bahan baku yang berkualitas buruk, sehingga tidak tahan lama.

Menurut saya fast fashion sendiri adalah kecenderungan kita dalam membeli dan memiliki model pakaian yang terus berubah mengikuti trend yang ada tanpa melihat kualitas pakaian itu sendiri.

Kebutuhan akan pakaian di era sekarang ini, cenderung cepat sekali berubah, mulai dari bentuk, model, warna, dan lainnya.

Misalnya saja saat ini ada macam-macam model dan tema pakaian yang disesuaikan oleh musim, cuaca, dan juga style yang sesuai dengan selera masing-masing. Contohnya: saat musim dingin kita akan menggunakan jaket atau coat yang tebal juga sepatu boots yang di dekorasi dengan tambahan bulu-bulu, dan aksesoris lainnya. Lalu era saat ini juga sedang trend style pakaian vintages, mamba, maupun earth tone.

Memang selera fashion kita cenderung cepat berubah dan dipengaruhi oleh zaman, apalagi ada yang dipengaruhi public figure yang kita idolakan saat mereka menggunakan jenis pakaian tertentu.

Fast fashion ini juga mempengaruhi kita dalam tradisi membeli pakain baru saat menjelang hari raya. Di tahun 2023 saja ada trend konsep untuk baju lebaran yaitu warna green sage. Banyak orang di Indonesia terkhususnya kaum hawa, yang berbondong-bondong membeli pakaian dengan tema dan warna green sage, mungkin tanpa melihat kualitas bahan baku dari pakaian yang dibeli. Sehingga pada saat hari raya terlihat banyak orang memakai baju dengan warna serupa.

Dibanding tahun 2022 yang mengusung konsep warna coksu (cokelat susu) warna pakaian lebaran tahun ini cenderung didominasi oleh warna hijau atau warna serupa. Memang bagi sebagian orang memilih menggunakan pakaian lama yang masih bisa digunakan lagi. Tetapi banyak orang yang memang sering membeli pakaian terkhusunya Gen Z, mereka cenderung suka mengikuti apa yang sedang trending terkhususnya pada style pakaian.

Memang bukanlah pilihan buruk dalam mengikuti perkembangan zaman dalam selera pakaian. Tetapi akan menimbulkan dampak buruk apabila kita terus menerus membeli pakaian tanpa melihat kualitas hanya karena tidak ingin ketinggalan apa yang sedang menjadi trend di dunia fashion. Karena mungkin ada produsen yang berbuat curang dengan memproduksi pakaian kekinian dengan kualitas bahan baku yang rendah dan ingin menjual dengan harga tinggi. Itu akan membuat kita yang membeli akan banyak membuang limbah kain karena pakaian tersebut cepat rusak.

Fenomena fast fashion sendiri banyak sekali dampaknya, dilansir dari Co-Founder dari Our Reworked World, Annika Rachmat menyampaikan data temuannya, yaitu sebanyak 33 juta ton tekstil yang diproduksi di Indonesia, satu juta ton di antaranya menjadi limbah tekstil. Dampak yang dihasilkan limbah fast fashion tidak main-main. Dibuktikan dengan data yang diperoleh Direktur Asosiasi Daur Ulang Tekstil Inggris, Alan Wheeler. Ia menyampaikan bahwa industri pakaian telah berkontribusi sebagai penyumbang polusi terbesar kedua di dunia. Ia juga menambahkan bahwa sebanyak 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh industri tekstil di dunia. (source: artikel Fast Fashion Waste, Limbah yang Terlupakan di website its.ac.id)

Maka dari itu kita bisa mengurangi dampak fast fashion dengan cara:

a. Membeli pakaian apabila benar-benar dibutuhkan bukan hanya karena tidak ingin ketinggalan trend yang ada

b. Menyumbangkan pakaian yang masih layak pakai

c. Kita juga bisa menjual atau membeli pakaian bekas atau thrift pakaian

c. Lalu merawat dan mencuci pakaian kita sesuai prosedur atau sesuai bahan baku pakaian tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image