Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ayla Ghustie

Produksi dan Konsumsi Berlebihan di Dunia Mode

Update | 2024-09-04 06:17:15

Sustainable Development Goal 12 (SDG 12) merupakan bagian dari United

Nations’ 2030 Agenda untuk Sustainable Development. Hal ini berfokus pada

memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, yang sangat penting

untuk mencapai dunia yang lebih berkelanjutan dan adil. SDG 12 bertujuan untuk

mendorong efisiensi sumber daya dan energi, infrastruktur berkelanjutan, dan akses

terhadap layanan dasar, serta mengurangi limbah dan polusi.

Salah satu isu yang berhubungan dengan SDGs 12 adalah fast fashion. Fast

fashion dinilai berdampak buruk terhadap lingkungan, seperti pencemaran udara,

air, dan tanah, seiring dengan meningkatnya limbah tekstil akibat proses produksi

yang pesat. Selain itu, fast fashion meningkatkan jumlah sampah pakaian yang

tidak dapat digunakan lagi dan berakhir di tempat pembuangan sampah.

Fashion secara umum merupakan salah satu atribut yang menunjang gaya

dan penampilan seseorang dalam berbusana, baik sebagai wujud identitas dalam

kehidupan sehari-hari dan pertistiwa tertentu (N, 2015). Pada titik tertentu, pakaian

menjadi sebuah objek yang penuh dengan gaya hidup dan citra diri. Oleh karena

itu, banyak orang berpakaian tidak hanya untuk mencapai kepraktisan, tetapi juga

untuk menonjolkan citra tertentu saat mengenakan pakaian tersebut. Dengan cara

ini, industri fashion terus berinovasi dan memproduksi model fashion yang

berbeda-beda sehingga mengakibatkan produksi berlebih.

Di seluruh dunia, industri fashion memproduksi antara 100 miliar hingga

150 miliar item pakaian setiap tahunnya, jumlah ini meningkat dua kali lipat sejak

tahun 2000. Hal ini didorong oleh perusahaan yang memproduksi produk tekstil

dalam jumlah besar dengan harga murah dan menjualnya dengan cepat. Semakin

banyak baju yang dipesan maka harga satuannya akan semakin murah. Artinya,

Anda bisa menjual dengan harga diskon dan tetap mendapat untung, sehingga Anda

bisa mendapat untung dari surplus tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya

produksi dan konsumsi berlebih. Selain itu, tindakan ini akan menyebabkan industri

fashion menghadapi banyak permasalahan tersendiri, seperti isu hak buruh, bencana

lingkungan akibat praktik manufaktur, pelanggaran hak asasi manusia, emisi

karbon besar-besaran, penggunaan bahan kimia beracun, produksi berlebihan,

konsumsi berlebihan, limbah, dan lain-lain.

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, Indonesia

diperkirakan akan menghasilkan 2,63 juta ton limbah tekstil setiap tahunnya pada

tahun 2022. Pada tahun sebelumnya, Indonesia akan menghasilkan limbah kain

sebesar 2,55% dari total limbah tahunan sebesar 30,8 juta ton (Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2023a; 2023b). Artinya produksi tekstil dan

limbah tekstil di Indonesia mengalami peningkatan dalam satu tahun.

Selain itu, dampak negatif yang diakibatkan oleh foenomena ini adalah

permasalahan ketenagakerjaan, dimana industri fashion seringkali mengabaikan

pekerja, seperti keselamatan dan kesejahteraan pekerja (Diantari, 2021). Gaji

pekerja seringkali tidak sepadan dengan produk yang dihasilkan karena setiap

produk diberi merek dagang dengan merek besar dan dijual dengan harga tinggi.

Selain upah yang rendah, terdapat pekerja yang sudah beberapa bulan tidak

menerima upah padahal produk yang dihasilkannya dijual dengan harga tinggi

dalam waktu singkat (Shinta, 2018).

Fenomena fast fashion memberikan dampak negatif karena masih

banyaknya pekerja yang mendapat upah di bawah standar sehingga meningkatkan

limbah tekstil dan polusi serta permasalahan ketenagakerjaan. Saat ini, upaya

pemerintah untuk mengatasi permasalahan dan dampak negatifnya masih terbatas.

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang detail untuk mengatasi

situasi tersebut. Beberapa industri fashion telah mengadopsi konsep fashion

berkelanjutan. Fashion berkelanjutan merupakan gerakan menuju pakaian dan item

fashion lainnya yang ramah lingkungan dan menunjukkan rasa hormat terhadap

komunitas di mana produk tersebut dibuat (Nidia & Suhartini, 2020). Menurut

Nidia & Suhartini (2020), fashion berkelanjutan memiliki beberapa konsep.

Fashion berkelanjutan membutuhkan produk yang berkualitas dan tahan lama agar

kita bisa menciptakan pakaian yang bisa dipakai berulang kali dan bertahan lama.

Meski cuciannya berbeda, namun tetap berkualitas. Sustainable fashion juga harus

bersifat abadi. Artinya pakaian Anda bersifat musiman dan dapat digunakan dalam

jangka waktu lama. Salah satu bentuk fashion yang timeless adalah desainnya yang

simpel, sehingga dapat dipadukan dengan berbagai gaya. Dan fashion berkelanjutan

harus memungkinkan bisnis lokal berperan dalam meningkatkan peluang kerja di

komunitas dan wilayah lokal, melalui penggunaan bahan mentah yang diproduksi

secara lokal dan pemasaran lokal. Sustainable fashion memerlukan strategi yang

menggunakan bahan-bahan yang dapat mengurangi jumlah limbah fashion yang

semakin meningkat. Daripada menjadi limbah lebih baik memanfaatkan yang tidak

terpakai, meminimalkan limbah kain dalam pola pemotongan, dan memaksimalkan

penggunaan semua bahan kain yang telah dipakai dalam proses produksi, sehingga

lebih sedikit membuang kain.

Kesimpulan

Target SDG 12 adalah mendorong pola konsumsi dan produksi yang

berkelanjutan. Fast fashion menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan

karena produksi tekstil yang cepat. Fashion merupakan atribut gaya hidup yang

memberikan citra diri seseorang. Produksi pakaian global meningkat dua kali lipat

sejak tahun 2000, tetapi juga membawa dampak negatif seperti pelanggaran hak

asasi manusia dan masalah tenaga kerja. Di Indonesia, produksi sampah tekstil

meningkat setiap tahunnya. Beberapa industri fashion mulai mengadopsi konsep

sustainable fashion dengan memperhatikan kualitas, waktu penggunaan, bahan

baku lokal, dan pengurangan limbah. Pemerintah perlu mengimplementasikan

kebijakan yang lebih elaboratif untuk mengatasi dampak negatif fast

fashion. Sustainable fashion merupakan solusi yang ramah lingkungan dan dapat

meningkatkan kesejahteraan pekerja lokal. Prinsip utama sustainable fashion

adalah kualitas yang tahan lama, desain timeless, penggunaan bahan lokal, dan

pengurangan limbah. Adopsi konsep fashion berkelanjutan diharapkan dapat

mengurangi dampak negatif dari fast fashion terhadap lingkungan dan kondisi kerja

para pekerja fashion.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image