Historiografi Islam: Urgensi dan Perkembangannya
Sejarah | 2023-04-25 20:54:36Historiografi sebagai bagian dari ilmu sejarah modern, menjadi sangat penting untuk diposisikan secara akademis karena status keilmuannya yang begitu besar sebagai alat untuk melihat, memahami, membandingkan, hingga menilai berbagai karya tulis sejarah. Dengan mempelajari historiografi, diharapkan umat Islam dapat mengkaji aspek-aspek seperti pandangan, metode penelitian, dan metode penulisan sejarah yang dilakukan sejarawan muslim di masa silam. Tanpa hal tersebut, akan sulit untuk memahami nilai materi sejarah atau untuk menjernihkan sejarah Islam dari kesalahan-kesalahan, baik di masa lalu maupun di masa kini.
Pengertian Historiografi
Istilah historiografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu historia yang berarti penyelidikan tentang gejala alam fisik dan grafient yang berarti gambaran, lukisan, atau uraian. Dalam perkembangan selanjutnya kata historia cenderung digunakan untuk menyebut studi secara kronologis tentang tindakan manusia pada masa lampau. Dalam bahasa Inggris, kemudian dikenal istilah historiography yang didefinisikan secara umum sebagai a history of historical writing (sejarah tentang penulisan sejarah).[1]
Penulisan sejarah mengalami tingkat perkembangan yang berbeda-beda menurut zaman, lingkungan kebudayaan, dan tempat di mana historiografi itu dihasilkan. Pada masa lampau, seorang sejarawan mempunya fungsi sebagai penafsir dan penerus tradisi bangsanya. Oleh karena itu, sangat penting untuk kita mempelajari bagaimana pandangan seorang sejarawan tentang fakta sejarah, atau bagaimana perspektif sejarah tentang fakta sejarah, atau bagaimana perspektif sejarah seorang sejarawan. Dengan kata lain, studi historiografi berguna untuk mempelajari bagaimana para sejarawan menafsirkan dan menuliskan kembali fakta sejarah.[2]
Faidah Mempelajari Historiografi Islam
Sehubungan dengan kajian terhadap historiografi Islam, ada beberapa faidah yang dapat ditarik:
1. Untuk mengetahui pandangan, metode penelitian, dan metode penulisan sejarah yang dilakukan sejarawan muslim di masa silam, sehingga dapat dilakukan kajian kritis terhadap karya-karya sejarah mereka.
2. Untuk mengenal sumber sejarah Islam. Banyak di antara karya sejarawan muslim di masa silam sekarang merupakan sumber primer.[3]
Periodisasi Historiografi Islam
Ada dua faktor penting yang mendukung perkembangan penulisan sejarah di dunia Islam khususnya pada masa awal, yakni pertama akibat dorongan al-Qur’an yang menekankan penting belajar sejarah, termasuk al-Qur’an secara langsung telah mencontohkan berbagai penulisannya dan memberikan informasi tentang sejarah masa lalu umat manusia berikut tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Kedua, karena ditunjang oleh lahirnya ilmu hadis. Motivasi untuk mengenal dan mengetahui secara detil pola dan perilaku Nabi Muhammad SAW. bersama sahabat-sahabatnya dalam mengaplikasikan ajaran al-Qur’an, secara tidak langsung mendorong para ulama keagamaan untuk terlibat langsung dalam kajian sejarah yang kritis. Dengan bekal ilmu hadis pula mereka menjadikan metode kritik penulisan sejarah paling awal, karena aspek-aspek metodologis di dalamnya sangat jelas dan lugas dalam menentukan objektivitas berbagai informasi masa lalu.
Adapun dalam pembagian periodisasi historiografi Islam, Harun Nasution membagi pembabakan sejarah Islam menjadi tiga era; masa klasik (650-1250 M), pertengahan (1250-1800 M), dan modern (1800 M-sekarang).
A. Masa Klasik (650-1250 M)
Penulisan sejarah pada periode awal tidak boleh dipandang sebagai hal yang biasa-biasa saja karena menurut zamannya itulah yang paling baik. Selain itu penulisan sejarah pada awal Islam sangat membantu para sejarawan modern untuk melacak peristiwa pada masa lalu.
Adapun historiografi dalam Islam di masa awal memiliki beberapa bentuk. Pertama, maghazi. Pemakaian istilah maghazi sering digunakan dalam sebuah karya yang bercerita tentang peperangan yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw., dan juga pada masa-masa awal sejarah Islam. Meskipun beliau diutus sebagai rahmatan lil’âlamîn akan tetapi peperangan tersebut tidak dapat dihindari sebab jalan tersebut merupakan jalan terakhir dalam jalur diplomasi yang telah digunakan. Selain itu Nabi Muhammad saw memberikan instruksi untuk memerangi suatu suku apabila umat Islam diperangi terlebih dahulu.
Kedua, sirah yang memiliki akar kata sâra-yasîru yang memiliki arti perjalanan. Oleh sebab itu kata sirah merupakan seluruh rangkaian perjalanan seorang tokoh yang disusun secara sistematis, sehingga menjadi satu rangkaian sejarah yang valid serta objektif. [4]
Ketiga, tarikh. Tarikh dapat diartikan sebagai peristiwa yang telah terjadi pada waktu tertentu. Tarikh juga biasa disebut dalam ilmu modern sebagai sejarah, kata ini merupakan kata yang banyak menyimpan peristiwa- peristiwa penting.[5]
Keempat, nasab yang berarti kerabat atau pertalian hubungan keluarga. Penulisan historiografi berbentuk nasab merupakan hal yang sangat penting, karena dalam penulisannya kita dapat mengenal berbagai rangkaian keturunan seseorang sehingga tidak keliru dalam menentukan kekeluargaan seorang tokoh.[6]
Beberapa penulis sejarah awal itu di antaranya adalah ‘Urwah bin al-Zubair (w.712 M) yang menulis Sîrah Nabâwîyah, Wahab bin Munabbih (w.728 M) yang menulis sejarah para penguasa Himyar, dan Ibn Syihab al-Zuhrî (w.742 M) yang menulis tentang Magâzî (peperangan Nabi Muhammad SAW), Ibn Ishâq (w.768 M) yang menulis Sîrah Nabâwîyah. [7] Sedangkan salah satu monograf yang berkaitan dengan nasab yang paling tua adalah Kitab Hadzfu Min Nasab Quraisy yang berkenaan dengan keluarga kecil suku Quraisy yang disusun oleh Mu’arrij ibn Amr al Sadusi.[8]
B. Masa Pertengahan (1250-1800 M)
Pada masa pertengahan, historiografi telah mencapai puncaknya dengan elegan dan telah terjadi beberapa pembaruan dalam historiografi Islam. Pada masa ini, sejarawan telah memadukan berbagai kepakarannya dengan unsur-unsur lokal tempat ia menetap.
Langgam tulisan pada masa awal seperti maghazi dan ansab sudah mengalami stagnansi, sehingga banyak dari kalangan sejarawan sudah mulai meninggalkan pola lama dan beralih kepada suatu kajian sejarah dengan pola baru, misalnya traveller notes juga disambut hangat di dunia historiografi Islam. Karya yang paling populer dalam hal ini adalah milik Ibnu Batutta.
Beberapa contoh karya penulisan sejarah pada masa ini seperti dikutip dari artikel Johan Wahyudhi yang berjudul Membincang Historiografi Islam Abad Pertengahan yaitu:
1) Al-Andalusi, Abul Qasim Sa’id ibnu Ahmad ibnu Abdul Rahman ibnu Muhammad ibnu Sa’id al-Qurtubi, juga disebut Qadi Sa’id, hidup pada tahun 1029 atau 1030 hingga 1070 M, berasal dari Spanyol. Karyanya adalah Thabaqât al-Umam mengenai ikhtisar sejarah dunia dan sejarah para ilmuwan.
2) Al-Baghdadi, Abu Bakr Ahmad ibnu Ali ibnu Tsabit al-Khatib, hidup tahun 1002-1071 M, beberapa contoh karyanya adalah Tarikh Baghdad, mengenai Sejarah para ilmuwan Baghdad, 14 volume, dan Kitab al-Kifayah fi Ma’rifat Ushul ‘Ilm ar-Riwayah, mengenai kritik terhadap tradisi, dan lain-lain.
3) Ibnu Batutah, Abu Abdullah Muhammad ibnu Abdullah ibnu Muhammad al-Lawati al-Hanji, hidup tahun 1304-1377 M atau 1378 M, berasal dari Tangiers, karyanya pada bidang Geografi berjudul Tuhfat a-Nuzzar fi Qara’ib al-Amshar wa Aja’ib al-Asfar- Hadiah bagi para peneliti berhubungan dengan orang-orang yang ingin tahu terhadap kota-kota dan perjalanan yang menakjubkan.
4) Ibnu Khaldun, Abdul Rahman ibnu Khaldun, hidup pada tahun 1333-1406 M. Asal Tunisia, karyanya yang fenomenal adalah Muqaddimah, yaitu pengantar untuk daftar berikut; Kitab al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wal Khabar fi Ayyam al-Arab wal Ajam wal Barbar wa Man ‘Asaruhum Min Dzawil Sultan al-Akhbar, yaitu “Contoh-contoh yang mengandung pelajaran dan kumpulan usul-usul dan informasi mengenai sejarah bangsa Arab, Persia, dan Barbar. ”
5) As-Subki, Tajuddin Abu Nasr Abdul Wahhab ibnu Ali, hidup tahun 1327-1370 M, berasal dari Mesir, contoh karyanya adalah Thabaqât asy-Syafi’iyyah al-Kubrâ, yaitu biografi ulama Syafi’iyyah.[9]
C. Masa Modern (1800 M-Sekarang)[10]
Di penghujung abad ke-18, Mesir sudah memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan. Mesir memang merupakan negeri muslim pertama yang mengalami kebangkitan kembali, setelah sekian lama mengalami kemunduran. Kebangkitan ini dimulai dengan munculnya beberapa orang penulis Mesir dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang sejarah, ‘Abd al-Rahman al-Jabarti dapat dikatakan sebagai pelopor dan perintis kebangkitan kembali Arab-Islam di Mesir pada abad ke-19. Angin segar yang ditiupnya segera mendapat respon positif. Banyak ilmuwan menjadi penerusnya.
Dalam bidang sejarah Al-Jabarti menulis dua buku penting, yang pertama buku berjudul ‘Ajâ’ib al-Âtsâr fî al-Tarâjim wa al-Akhbâr, yaitu “Peninggalan yang menakjubkan tentang biografi tokoh dan peristiwa sejarah” terdiri dari 4 jilid, serta buku yang berjudul Mazhar at-Taqdîs.
Di awal paruh kedua abad ke-19, muncul dua kelompok yang menjadi pelopor kedua setelah al-Jabarti dalam kebangkitan penulisan sejarah. Yang pertama adalah kelompok Rifaah al-Thahthawi yang memiliki latar belakang pendidikan Islam di al-Azhar, kemudian menambah pengetahuan di lembaga pendidikan di Prancis dan sebagai penuntut ilmu di lembaga-lembaga bahasa yang didirikan Prancis. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok Ali Mubarak yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda dengan kelompok pertama. Kelompok yang kedua ini berlatar pendidikan bidang ilmu teknik, astronomi, dan arkeologi. Kedua kelompok ini dalam penulisan sejarah dipengaruhi oleh literatur dan pengetahuan kebudayaan Prancis. Mereka sama-sama menggunakan referensi buku-buku sejarah yang ditulis pada masa klasik dan pertengahan Islam, di samping referensi-referensi Barat modern.
Setelah beberapa mahasiswa dari Mesir dikirim ke Eropa untuk mengambil spesialisasi dalam bidang sejarah, muncul banyak ahli-ahli sejarah profesional. Dan sejak itu pula, Barat menjadi kiblat historiografi Islam dalam bidang metodologi dan tema. Sejarawan muslim di Dunia Arab, sejak awal abad ke-20 itu, lamban tetapi pasti banyak mengambil tema, metodologi, dan pendekatan penulisan sejarah dari Barat. Perkembangan penulisan sejarah Islam bergerak namun tidak secepat perubahan yang terjadi di Barat. Para sejarawan Arab modern dewasa ini masih disibukkan oleh kampanye metodologi dan pendekatan baru yang sebenarnya sudah lama berkembang di Barat.
Kesimpulan
Allah Swt telah mengingatkan manusia untuk selalu memperhatikan sejarah dalam al-Quran. Salah satu ayatnya yaitu dalam surah 30 ayat 9, Allah Swt. mengajarkan kepada manusia untuk melihat peristiwa yang telah berlalu agar dijadikan sebagai pelajaran penting. Hal ini menjadi pendorong utama dalam penulisan sejarah dalam Islam.
Penulisan sejarah juga dipengaruhi oleh adanya keperluan dari kalangan Islam, adapun awalnya dijadikan sebagai tempat untuk mengkaji dan menulis hadis Nabi Muhammad saw sehingga hal tersebut ditekuni dengan tujuan menjaga hadis Nabi Muhammad Saw.
Penulisan sejarah Islam pun berkembang mulai dari masa awalnya hingga masa modern kini. Sejalan dengan perkembangan tersebut, diharapkan umat Islam dapat mengkaji karya-karya sejarahnya untuk memahami nilai sejarah tersebut dengan baik.
Beberapa kritik membangun disampaikan oleh ahli sejarah Islam modern agar historiografi Islam dapat naik tingkat dengan metodologi yang baru dan lebih komprehensif dalam membahas berbagai bidang ataupun aspek, seperti aspek ekonomi, sosial, pemikiran, politik, dan seterusnya.
Referensi
[1] Nina H. Lubis, 2008, Historiografi Barat, Bandung: Satya Historika, hlm. 10-11. Lihat Wahyu Iryana, 2019, Historiografi Umum, Bandung: Yrama Widya, hlm. 1.
[2] Nina H. Lubis, hlm 11.
[3] Badri Yatim, 1997, Historiografi Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, hlm. 21.
[4] Muhammad Kadril, 2021, Historigrafi Islam pada Masa Klasik, Jurnal Rihlah - Volume 9, No. 1, hlm. 16.
[5] Muhammad Kadril, hlm. 17.
[6] Muhammad Kadril, hlm. 18.
[7] Ajid Thohir, , (2012), Historiografi Islam: Bio-biografi dan Perkembangan Mazhab Fikih dan Tasawuf, MIQOT Vol. XXXVI No. 2 Juli-Desember, hlm. 433.
[8] Ahmad Muin Umar, 1988, Historiografi Islam, Jakarta: Rajawali, hlm. 52.
[9] Johan Wahyudhi, 2013, Membincang Historiografi Islam Abad Pertengahan, Al-Turāṡ Vol. XIX No. 1, Januari, hlm. 45-47.
[10] Badri Yatim, 1997, Historiografi Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, hlm. 217-228.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.