Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Tafakur Akhir Ramadhan, Sejatinya Kita tak Berpamitan kepada Ramadhan

Agama | Tuesday, 18 Apr 2023, 10:06 WIB

Secara hitungan kalender, beberapa hari ke depan bulan Ramadhan sudah pasti akan berakhir. Karenanya, siapapun tak bisa menolak atas kepergiannya, dan akan tergantikan dengan kedatangan bulan baru, Syawal.

Namun demikian, secara spiritual sejatinya kita tidak berpamitan kepada bulan Ramadhan. Pertanyaannya, beratkah kita meninggalkan bulan Ramadhan? Jika kita pada saat ini merasa bahagia akan datangnya bulan Syawal yang diawali dengan Idul Fitri, apakah kebahagiaan kita karena merasa terlepas dari pengekangan diri selama bulan Ramadhan, dan kita akan merasa kembali bebas menjalani kehidupan, ataukah karena bahagia telah mampu melewati beragam ujian selama bulan Ramadhan?

Tak sedikit kalangan dari kita yang berkata ketika bangun sahur terakhir pada bulan Ramadhan, “Alhamdulillah, malam ini merupakan sahur terakhir. Besok kita tak perlu bangun sahur lagi.” Padahal, jika kita renungi atas keberkahan sahur, bukan kalimat tersebut yang harus terucap. Seharusnya kita berkata, “Ya Allah, akankah aku dapat istikamah untuk dapat bangun sahur di luar Ramadhan?”

Diakui atau tidak, ketika Ramadhan berakhir, kebanyakan dari kita langsung berpamitan dengan Ramadhan. Spirit ibadah dan berbuat kebaikan selama bulan Ramadhan mulai kita tinggalkan. Jangankan ibadah yang sunat, shalat wajib berjemaah pun mulai kita kurangi intensitasnya.

Kita tidak melaksanakan shalat berjemaah setiap waktu, apalagi berjemaah shalat shubuh. Masjid kembali merana, bernasib seperti keranda. Shalat tahajud apalagi, padahal shalat tarawih dan bangun sahur selama Ramadhan merupakan latihan agar kita mampu bangun malam untuk shalat tahajud di luar Ramadhan. Sejatinya kita tidak meninggalkan spirit Ramadhan. Kita harus mengazamkan diri untuk istikamah menjadikan spirit Ramadhan hadir sepanjang masa, sepanjang hayat.

Orang-orang yang berhasil dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan adalah mereka yang konsisten menjadi hamba Allah, bukan menjadi hamba Ramadhan. Hamba Allah sejati akan konsisten beribadah, berbuat kebaikan dalam setiap kesempatan, tak terbatas dengan waktu dan keadaan. Sementara hamba Ramadhan adalah mereka yang hanya semangat beribadah dan berbuat kebaikan selama bulan Ramadhan saja. Di luar bulan Ramadhan mereka melakukan ibadah dan berbuat kebaikan alakadarnya saja.

Ibnu Rajab dalam karyanya Lathaifu al Ma’arif, hal. 395 mengutip sebagian nasihat Bisyri al Khafi, “Orang – orang yang paling jelek adalah mereka yang semangat beribadah kepada Allah hanya pada bulan Ramadhan saja, sebaliknya orang-orang yang baik adalah mereka yang beribadah dan berbuat kebaikan sepanjang masa.”

Ulama yang lainnya, Imam Syibli memberikan wejangan, “Kalian jangan jadi hamba Ramadhan, yang beribadah dan berbuat kebaikan hanya pada bulan Ramadhan saja, jadilah kalian Hamba Rabbani, hamba Allah yang beribadah dan berbuat kebaikan sepanjang hayat.”

Sejatinya kita menanamkan semangat perubahan pandangan terhadap bulan Ramadhan. Bulan suci ini bukan bulan kesalehan edisi terbatas (limited edition), namun sebagai buan penggemblengan, bulan pelatihan, bulan perubahan, atau bulan metamorfisis terhadap jiwa. Ketika keluar dari bulan Ramadhan jiwa kita harus bertambah baik, bukan sebaliknya. Ibadah kita semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.

Sebagai bulan pendidikan dan pelatihan, setidaknya kita sudah memiliki materi-materi pendidikan dan pelatihan yang harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari di luar Ramadhan. Orang yang berhasil baik mengikuti pendidikan dan pelatihan, bukan saja orang yang berprestasi selama mengikuti sessie pelatihan dan pendidikan saja, namun adalah mereka yang mampu menerapkan hasil pelatihan dan pendidikannya dalam kehidupan nyata.

Seorang dokter yang baik adalah orang yang berprestasi ketika menempuh pendidikan dan dibuktikan dengan dedikasinya ketika ia mempraktekkan ilmu kedokteran dalam menangani pasien dan beragam problema kesehatan setelah ia berkiprah di masyarakat atau mengabdikan diri di dunia kesehatan.

Demikian pula dengan ibadah Ramadhan. Kita dikatakan sebagai orang berhasil baik menempuh ibadah selama bulan Ramadhan manakala kita konsisten, istikamah dalam melaksanakan beragam ibadah. Karenanya, alangkah baiknya jika pada hari-hari terakhir bulan suci ini kita melakukan tafakur, muhasabah atas segala kekurangan diri dan ibadah selama bulan Ramadhan.

Sudah selayaknya kita memaksimalkan istigfhfar, dzikir, dan menyempatkan melaksanakan i’tikaf yang tinggal beberapa hari lagi. Dengan cara seperti itu kita berharap meraih Ramadhan yang berkualitas, mabrur di hadapan Allah seraya menjadi penghapus atas dosa-dosa kita sebagaimana dijanjikan Allah dan Rasul-Nya.

Sumber gambar : republika.co.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image