Menyambut Ramadan di Ujung Timur Pulau Jawa
Agama | 2023-04-06 22:06:33Banyuwangi, kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, memiliki kekayaan budaya yang beragam dan unik. Hal ini tercermin dalam tradisi dan kegiatan yang dilakukan selama bulan Ramadan di daerah ini. Bahkan sebelum Ramadan pun, masyarakat Banyuwangi sudah menyambut dengan semarak akan datangnya bulan suci ini. Dibuktikan dengan adanya tradisi Singo Ulung. Singo Ulung sendiri merupakan sebuah pertunjukan seni budaya yang melibatkan penari dan penabuh gamelan. Pertunjukan ini dimaksudkan untuk menyambut datangnya bulan Ramadan.
Pertunjukan Singo Ulung dimulai pada pukul 20.00 malam dan berlangsung hingga sekitar pukul 01.00 dini hari. Pertunjukan ini diawali dengan prosesi kirab budaya, di mana para penari dan penabuh gamelan berjalan dari rumah ke rumah untuk mengumpulkan para penonton. Para penari yang mengenakan kostum yang megah dan dihiasi dengan ukiran tradisional Banyuwangi kemudian menari dengan iringan musik gamelan.
Tradisi lain yang tak kalah unik adalah ngejot yang dilakukan pada malam ke-7 bulan Ramadan, yaitu saat bulan sabit terlihat di langit. Masyarakat Banyuwangi yang melakukan tradisi ngejot akan menyalakan lampion dari bambu yang diisi dengan minyak kelapa atau minyak tanah. Lampion-lampion ini kemudian diletakkan diatas perahu, dan perahu-perahu tersebut akan diturunkan ke laut.
Tradisi ngejot ini diyakini dapat memberikan keberkahan bagi masyarakat Banyuwangi. Tradisi ngejot juga diiringi dengan acara pagelaran seni dan budaya yang menampilkan tarian, musik, dan drama. Pagelaran seni dan budaya ini diadakan di pelataran Masjid Agung Baiturrahman Banyu wangi dan dihadiri oleh ribuan masyarakat yang ingin merayakan malam bulan Ramadan.
Masyarakat Banyuwangi memiliki beberapa hidangan khas Ramadan yang menjadi favorit di bulan suci ini. Di Banyuwangi, terdapat dua jajanan takjil yang cukup terkenal yaitu patola dan kopyor roti. Patola adalah jajanan takjil yang terbuat dari tepung beras yang dibentuk seperti mi kemudian disiram dengan air gula merah atau santan dan memiliki rasa yang manis dan lembut. Sedangkan kopyor roti adalah jajanan takjil yang terbuat dari roti tawar, bihun, dan nagka. Kopyor Roti juga memiliki rasa yang manis, gurih, dan lezat.
Kedua jajanan takjil tersebut dapat ditemukan di berbagai warung makan dan pasar tradisional di Banyuwangi selama bulan Ramadan. Selain patola dan kopyor roti, masih banyak lagi jajanan takjil lainnya yang dapat dicicipi di Banyuwangi. Dengan beragam pilihan yang tersedia, tentunya akan membuat pengalaman berbuka puasa di Banyuwangi semakin istimewa.
Ngomong-ngomong soal kuliner, pastinya tidak akan melewatkan makanan wajib selama Ramadan, yaitu ketupat. Tradisi ketupat saat Ramadhan di Banyuwangi merupakan salah satu tradisi yang sangat khas dan menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Banyuwangi. Ketupat adalah makanan yang terbuat dari nasi yang dimasak dalam anyaman daun kelapa muda, biasanya disajikan dengan lauk pauk seperti opor ayam atau sambal goreng. Sebelum datangnya malam takbiran, warga Banyuwangi biasanya melakukan tradisi "berburu ketupat" atau disebut juga "nguntal ketupat". Tradisi ini dilakukan dengan cara mengunjungi rumah-rumah warga atau tetangga untuk meminta ketupat.
Demikianlah beberapa kegiatan unik dan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Banyuwangi selama bulan Ramadan. Selain kegiatan di atas, masih banyak lagi kegiatan dan tradisi yang menarik dan patut untuk dikunjungi selama bulan Ramadan di Banyuwangi, seperti pengajian, berbuka puasa bersama, dan berbagai kegiatan sosial. Bulan Ramadan menjadi momen yang sangat spesial bagi umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Banyuwangi.
Selain sebagai bulan yang penuh rahmat dan ampunan, bulan Ramadan juga menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi dan memupuk semangat kebersamaan. Semoga artikel ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kegiatan dan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Banyuwangi selama bulan Ramadan. Bagi Anda yang berkesempatan untuk berkunjung ke Banyuwangi pada bulan Ramadan, jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati kegiatan dan tradisi yang unik dan menarik tersebut.
Referensi:
Arif, M. (2019). A mosque in a thousand temple Island: Local Wisdom of Pegayaman Muslim Village in preserving harmony in Bali. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, 4(1), 16-30.
Hotima, H., & Hariastuti, R. M. (2021). Ketupat Desa Alasmalang Banyuwangi: Menggali Matematika Dalam Budaya. Jurnal Magister Pendidikan Matematika (JUMADIKA), 3(1), 16-25.
Muslimah, F. (2021). Aktualisasi Nilai-Nilai Multikultural di Desa Patoman Kecamatan Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi Tahun 2021 (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember).
Winarni, S. I. (2019). Penggalian Nilai-Nilai Tradisi Singo Ulung Sebagai Relevansi Pembelajaran. Fon: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 15(2).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.