Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ibnu Azka

Berpolitik dengan Riang Gembira

Politik | Monday, 03 Apr 2023, 10:10 WIB

Aroma pesta demokrasi semakin tercium di Tahun ini, euforia ini menghadirkan suasana panas akan pergolakan politik di Indonesia. Walaupun pelaksanaannya di gadang-gadang pada tahun 2024, media massa, cetak maupun online turut membahas dinamika bakal calon yang akan bertarung pada kontestasi politik di tahun 2024. Selain itu, berbagai lembaga survey telah memberikan gambaran elektabilitas para bakal calon presiden dengan berbagai pendekatan. Narasi pesta demokrasi yang selalu di lantangkan setiap 5 tahun sekali diharapkan menghadirkan suasana yang tenang bukan tegang seperti tahun-tahun yang sudah lewat, sebagai contoh terjadinya polarisasi yang mengeluarkan istilah cebong dan kampret.

Sejauh ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 17 Partai Politik yang lolos untuk bertarung pada tahun 2024 nantinya, ke 17 Partai Politik tersebut diharapkan bisa menjadi corong perubahan terhadap agenda-agenda yang belum tuntas di periode sebelumnya, kendati setiap partai politik memiliki ideologi yang berbeda, tentu tujuan yang diharapkan tetap sejalan terhadap perbaikan-perbaikan bangsa yang lebih baik. Meskipun demikian, tantangan yang akan dihadapi setiap Partai politik yakni adanya aturan Presidential Threshold yang menuntut setiap Partai Politik harus memenuhi target 20% untuk bisa mengusung Capres dan Cawapres. Sebagaimana telah di atur dalam UU No 23 tahun 2023, yang di perbaharui dari UU No 17 tahun 2017. Ketentuan tersebut, mendorong berbagai partai untuk membentuk koalisi agar memenuhi target yang sudah menjadi ketetapan. Dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak tersebut, masyarakat berharap para penyelenggara Pemilu utamanya Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) hendaknya berkomitmen untuk mewujudkan kontestasi yang sehat demi terwujudnya demokrasi yang berkualitas, sehingga pemimpin yang terpilih nantinya, bisa bekerjasama dengan semua pihak tanpa adanya polarisasi yang dapat membenturkan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu yang dapat merusak keutuhan demokrasi.

Setiap individu memiliki hak yang sama untuk bisa menjadi pemimpin di Negeri ini, tanpa harus tendensius melihat latarbelakang agama, ras dan warna kulit yang selama ini selalu menjadi polemik dan narasi yang dapat memecah belah sesama anak bangsa, sejalan dengan hal itu setiap individu juga berhak untuk menentukan pilihannya kepada calon siapa yang berhak memimpin negeri ini. Hal tersebut karena telah dijabarkan dalam UUD 1945 pada Pasal 21 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk dapat dipilih dan memilih. Pada ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang atau warga negara memiliki hak untuk dipilih agar dapat menduduki suatu jabatan pemerintahan. Pasal tersebut merupakan penegasan akan hak konstitusional setiap warga negara untuk berhak dipilih dan memilih, dengan demikian siapa saja yang ingin bertarung dalam kontestasi politik bukan suatu pelanggaran hukum. Selain itu, para kandidat masing-masing sudah mempersiapkan diri untuk memeriahkan pesta demokrasi di tahun 2024, narasi pesta demokrasi seharusnya menjadi hal yang menggembirakan bagi masyarakat yang turut berpartisipasi dalam pemilu bukan sebaliknya, kita ingin merayakan pesta dengan riang gembira. Oleh karenanya, narasi adu domba sampai pada caci maki serta penyebaran hoax perlu di tindak tegas oleh aparat, kekompakan masyarakat harus terus di jaga tanpa ada saling menodong sentimen politik apalagi sampai melakukan kampanye fitnah (Smear Campaign).

Branding politik justru semakin mudah dilakukan, keterbukaan media sosial memberikan angin segar kepada para kandidat untuk meraih suara rakyat dengan berbagai cara. Sejalan dengan itu, justru media sosial diramaikan dengan narasi yang bisa menimbulkan perpecahan antar sesama, terlepas dari semangat, motif dan simbolisme agama. Penulis mengamati bahwa kecenderungan untuk saling menjatuhkan sangat nampak di media sosial khususnya akun-akun yang membahas tentang politik. Memang benar kebebasan berpendapat itu di lindungi UUD 1945, tetapi jangan sampai kebebasan itu justru di salah gunakan dalam berpendapat. Sebagai warga negara yang baik seharusnya Indonesia harus bisa lebih dewasa dalam menanggapi dan memahami perbedaan, titik temunya bukan perihal perbedaan namun pada penerimaan perbedaan pendapat itu sendiri. Setiap individu pasti memiliki preferensi sendiri terhadap kandidat yang diinginkan, namun jangan lupa, bahwa keharmonisan dan kegemberiaan lah yang seharusnya kita rasakan pada setiap seremonial pesta demokrasi. Kita semua berharap bahwa implikasi pesta demokrasi melahirkan pemimpin yang amanah terhadap UUD 1945, agama dan negara. Sebagaimana pandangan Nicollo Machiavelli bahwa kekuasaan bukanlah semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan dan kesejahteraan Negara.

Akhirnya penulis berharap, setiap individu tetap memprioritaskan keharmonisan sebagai warga negara, bukan saling mencaci dan membenci. Perbedaan itu merupakan keniscayaan yang di berikan oleh Tuhan. Siapapun yang terpilih menjadi pemimpin di tahun 2024 tidak akan berarti apa-apa bagi masyarakat yang justru selalu menyebarkan narasi adu domba yang bisa berdampak pada keretakan kesatuan, kekompakan dan keutuhan Negara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image