Vespa, Ajang Solidaritas atau Adu Gengsi?
Gaya Hidup | 2021-12-21 09:36:57Siapa yang tak kenal dengan Vespa? skuter antik asal Italia ini memang memiliki tempat tersendiri di hati para penggemarnya. Mari kita menilik sejarah Vespa agar dapat mengenal lebih dekat dengan motor unik yang satu ini. Sejak tahun 1884, pengusaha asal Italia, Rinaldo Piaggio membuka perusahaan yang memproduksi berbagai kendaraan besar seperti gerbong dan mesin kereta api, badan truk khusus, peralatan kapal, hingga pesawat terbang dan kapal laut.
Perusahaan milik Rinaldo Piaggio ini terbilang cukup sukses pada Perang Dunia I. Namun sayangnya, pada Perang Dunia II pabrik miliknya hancur lebur karena bom dari sekutu. Situasi perekonomian Italia yang semakin terpuruk membuat Piaggio mencari cara agar dapat memproduksi alat transportasi yang murah namun tetap laku di pasaran. Piaggio pun menggaet seorang mekanik yang ahli merancang sebuah kendaraan, yakni Corradino D’Ascanio. Akhirnya, mereka berdua menciptakan sebuah motor yang didesain elegan dan nyaman untuk dipakai berkendara, maka lahirlah Vespa dengan brand Piaggio.
Asal-usul dinamakan Vespa, karena dalam bahasa Italia Vespa artinya ‘tawon’. Model motor yang terbuat dari baja ini memang didesain berbentuk mirip seperti buntut tawon, namun inilah yang membuat Vespa menjadi terlihat unik. Seri pertama Vespa yang diproduksi diberi nama Vespa MP5, dan selanjutnya banyak tipe lainnya yang diproduksi seperti Vespa Super, Vespa Sprint, Vespa Primavera, dan masih banyak lagi.
Perjuangan Rinaldo Piaggio dilanjutkan oleh putranya, Enrico Piaggio. Penjualan Vespa di bawah kendali Enrico Piaggio melesat pada tahun 1949 hingga tembus satu juta unit dalam kurun waktu 10 tahun. Hal tersebut karena banyaknya permintaan dari berbagai negara di dunia. Tak hanya menjadi motor yang dipakai sehari-hari, Vespa pun dapat menjelma menjadi kendaraan militer.
Lalu, bagaimana sejarah Vespa bisa berkembang hingga ke Indonesia? Pemerintah Indonesia pada tahun 1957 memberikan hadiah motor Vespa kepada para Kontingen Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia Garuda (KONGA). Hadiah tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada pasukan KONGA karena berhasil membawa perdamaian di Kongo, maka Vespa tersebut diberi nama Vespa Kongo. Sejak saat itu, Vespa pun semakin diminati oleh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan.
Vespa menjadi simbol revolusioner dan menjadi primadona di Indonesia. Kejayaan Vespa di Indonesia masih terus berlanjut hingga saat ini. Berbagai tipe Vespa klasik pun ramai diborong oleh para pecinta otomotif. Uniknya, para pengguna Vespa seolah memiliki rasa persaudaraan antar sesama pengguna lainnya.
Vespa klasik sebagai motor tua sering kali mengalami mogok di jalan. Namun para pemilik Vespa tidak akan merasa khawatir karena pasti akan dibantu oleh pengguna Vespa lainnya. Hal tersebut pun juga dirasakan berdasarkan pengalaman nyata penulis. Solidaritas di kalangan pengguna Vespa terasa sangat kental. Bahkan, budaya sopan santun dan tegur sapa dilakukan antar pengguna Vespa walaupun tak saling kenal.
Rasa solidaritas tersebut membuat para pengguna Vespa membentuk sebuah komunitas. Kelahiran berbagai komunitas Vespa juga memiliki tujuan-tujuan yang positif. Banyak komunitas Vespa yang kerap mengadakan kegiatan bakti sosial untuk membantu korban bencana alam maupun tragedi lainnya. Penulis pun turut merasakan bagaimana nikmatnya mengendarai Vespa mengelilingi kota bersama teman dan kolega.
Kendati demikian, dewasa ini penulis menemukan sebuah fenomena yang menyimpang dari segala citra positif yang dimiliki oleh Vespa. Terutama, fenomena ini dirasakan sejak kemunculan Vespa matik yang ramai diminati oleh kalangan remaja. Vespa matik memang memiliki kesan elegan dan mahal, karena harga per unitnya pun dibanderol 30-50 juta rupiah. Namun, hal inilah yang menyebabkan timbul perasaan adu gengsi antar pengguna Vespa.
Para remaja yang membeli Vespa matik memang tidak semuanya paham akan sejarah Vespa dan memaknai solidaritas pengguna Vespa. Umumnya, mereka hanya ingin terlihat keren dan gaul ketika mengendarai Vespa matik untuk nongkrong bersama teman-temannya. Budaya tegur sapa antar sesama pengguna Vespa pun mulai pudar karena terhalang oleh rasa gengsi. Hal ini pun sempat ramai dikeluhkan oleh beberapa pengguna Vespa klasik di media sosial karena perilaku para remaja pengguna Vespa matik yang minim sopan santun.
Penulis juga menemukan sebuah fenomena atau tren modifikasi Vespa matik yang menimbulkan gaya hidup konsumtif. Hal tersebut ramai karena banyak spare part Vespa matik yang dijual di pasaran dengan harga yang cukup fantastis. Bahkan, untuk sepasang velg merek tertentu saja ada yang harganya dibanderol hingga 25 jutaan, hampir mendekati harga satu unit Vespa matik itu sendiri. Tren modifikasi ini kemudian ramai di media sosial, terutama YouTube yang mengglorifikasi pengguna yang memodifikasi Vespa matik hingga ratusan juta rupiah.
Tren modifikasi Vespa matik ini membentuk atmosfer yang tidak sehat di kalangan komunitas Vespa. Penulis merasakan gelagat adu gengsi di kalangan pengguna Vespa matik. Beberapa pengguna Vespa matik bahkan memandang sebelah mata kepada pengguna lain yang Vespa matiknya masih standar atau tidak dimodifikasi, walaupun itu sesama teman komunitas. Hal inilah yang dianggap 'toxic' di kalangan pengguna Vespa.
Belum berhenti sampai di situ, ada sebuah fenomena yang lebih parah menurut penulis, yakni tren balap liar Vespa. Kalau masyarakat awam mengira Vespa matik adalah motor gambot yang hanya bisa berjalan pelan, maka itu salah. Vespa matik dapat menjadi motor yang digunakan untuk balap. Terlebih, karena banyak bengkel yang dapat memodifikasi mesin Vespa matik menjadi jauh lebih kencang hingga dua kali lipat dari kecepatan standar pabrik.
Permasalahannya adalah, banyak kalangan remaja ‘nanggung’ yang doyan kebut-kebutan menggunakan Vespa matik di jalanan umum. Biasanya, mereka mengadakan balap liar di jalanan di atas pukul 12 malam ketika jalanan sudah sepi. Mereka juga melestarikan budaya adu gengsi untuk membuktikan siapa yang tercepat. Parahnya lagi, banyak akun-akun di media sosial Instagram yang memfasilitasi balap liar Vespa matik untuk ajang judi atau taruhan.
Hal-hal negatif seperti itulah yang sangat disayangkan oleh penulis. Selain dapat merusak citra positif terhadap pengguna Vespa, kegiatan balap liar tersebut juga meresahkan masyarakat dan mengganggu kepentingan umum. Sejarah panjang Vespa di Indonesia dengan sederet hal positif dinodai oleh oknum-oknum tersebut. Bahkan, Rinaldo Piaggio sebagai pencipta Vespa pun akan mati berdiri jika mengetahui fenomena ini.
Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada seluruh pengguna Vespa agar tetap melestarikan nilai-nilai positif dari Vespa itu sendiri. Jangan gengsi bertegur sapa dengan pengguna Vespa matik maupun klasik. Lestarikan juga budaya tolong menolong sesama pengguna Vespa.***
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.