Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Resha Hidayatullah

Identitas Demokrasi Indonesia, Bersama Perangi Kejumudan Politik

Politik | Tuesday, 21 Mar 2023, 14:30 WIB
https://www.brainacademy.id/blog/sejarah-dan-penerapan-demokrasi-di-indonesia

INDONESIA SEBAGAI NEGARA YANG BHINNEKA

Melihat sejarah akan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa dijauhkan atas dasar keberagaman. Negara yang terdiri dari banyak pulau dan suku budaya serta agama yang beraneka macam ada di Indonesia. Keberagaman ini merupakan sunnatullah sekaligus rahmat tersendiri yang di kemas menjadi sesuatu yang unik dan bernilai tinggi.

KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah menyatakan bahwa Indonesia lahir karena keberagaman. Tanpa keberagaman Indonesia tidak mungkin menjadi negara yang merdeka dan berdaulat sampai hari ini. Keberagaman merupakan modal dasar yang harus dijaga dan dilestarikan kita semua.

Ke Bhinnekaan bukan menjadi penyebab kita warga negara Indonesia terbelah atau bahkan terpecah, akan tetapi menjadikan alasan yang kuat untuk kita bersatu. (Dr. H. Sima, Lc, MA. MBA. Harmoni dalam ke Bhinnekaan, hal. 2)

Pada peringatan proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 mengingatkan pentingnya memahami keberagaman budaya yang menjadi ciri bangsa Indonesia, dalam pidatonya menyampaikan : “ Ingat, kita ini bukan dari satu adat istiadat. Ingat kita ini bukan dari satu agama. Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tapi satu, demikianlah tertulis di Lambang Negara kita, dan tekanan kataku sekarang ini keuletan kepada kata Bhinna, kita ini berbeda-beda. “ (Kompas, 04 Maret 2001, hal. 31)

Pernyataan ini merupakan gambaran untuk kita bahwa untuk membangun negara yang majemuk seperti halnya Indonesia ini yaitu dengan cara apresiasi dan penghormatan setinggi-tingginya terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, baik itu perbedaan kultur, ras, etnis, bahasa maupun agama.

BERKACA PADA PEMILU-PEMILU SEBELUMNYA

Apa itu pemilu? Pemilu adalah bagian demokrasi yang harus dijalankan suatu negara yang menganut sistem demokrasi. Perihal pemilu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 pasal 1 angka 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," demikian bunyi Pasal tersebut.

Sederhananya pemilu merupakan sarana untuk rakyat memilih pemimpinnya melalui peraturan dan asas yang berlaku. Pemilu adalah perwujudan atas kedaulatan rakyat. Hal ini pula sudah tertuang dalam pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang dasar 1945. “ kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar. ( Kompass, 03 Februari 2022 )

Akan tetapi pada momentum ini seringkali terjadi beberapa permasalahan yang kadang menjadi boomerang untuk keutuhan negara kita sendiri. Adapun beberapa masalah yang sering terjadi pra pemilu adalah adanya Validasi Data Pemilih, Politik Uang, dan Penyebaran Hoax atau Hate Speech saat masa Kampanye atau yang sering kita dengar black campaign.

Ini terjadi pada pemilihan umum tahun 2019 dimana kepolisian RI dan Badan pengawas Pemilu (Bawaslu) menangani kasus tiga orang perempuan yang melakukan kampanye hitam terhadap calon presiden nomor urut 1 Joko Widodo. Telah beredar video bahwa 3 orang perempuan tersebut menyampaikan bahwa jika Jokowi terpilih, maka adzan akan ditiadakan dan melegalkan pernikahan sesama jenis. (kompas.com, 26 februari 2019)

Penyampaian informasi seperti ini sangat berbahaya dan mengancam persatuan rakyat. Ada sentimen keagamaan yang di sampaikan dalam kasus ini. Ada dua asumsi yang mungkin terjadi kenapa ketiga tersangka tersebut berani melakukan provokasi dan statement berbahaya seperti ini. yang pertama karena adanya politik uang yang sponsori pelaku tersebut atau sifat etnosentris dan kebencian pribadi terhadap pasangan nomor urut 1. Ini sangat berbahaya dan bisa mengancam keharmonian demokrasi dan keutuhan negara.

Belum selesai sampai disitu Indonesia yang memiliki keberagaman mulai dari bahasa, ras, agama, dan kebudayaan memiliki sentimen yang tinggi terjadinya perpecahan antar suku dan agama. Isu-isu politik identitas yang menjurus kepada provokasi perpecahan harus bisa diredam dengan cara membimbing masyarakat melalui peran para tokoh agama maupun masyarakat maupun tulisan-tulisan yang mengedukasi.

BERBEDA TAPI TETAP SATU JUA

Seperti yang telah disampaikan oleh Gusdur pada paragraf awal tulisan ini bahwa Indonesia hadir karena adanya ke Bhinnekaan. Maka sudah sepatutnya kita tetap saling menghargai walaupun kita berbeda-beda baik dari bahasa, ras, suku, ataupun agama. Kita harus melihat ke belakang bagaimana para pendahulu saling mengalah dan mengebelakangkan sikap egoisme dan etnosentris demi terwujudnya cita-cita bersama yaitu kemerdekaan republik Indonesia. Ini terbukti bagaimana proses terwujudnya persatuan pemuda melalui ikrar sumpah pemuda pada 28 oktober 1928 yang selanjutnya melahirkan kekuatan yang besar untuk mengusung kemerdekaan.

Contoh lainnya ketika pembentukan dasar negara yaitu pancasila yang sampai sekarang kita pegang teguh sebagai landasan bernegara kita. Dalam proses pembentukan nya menuai berbagai pemikiran dari berbagai idealisme setiap tokoh. Mulai dari tokoh muslim sampai tokoh yang bahkan memiliki pemikiran yang cenderung kepada kapitalisme dan komunisme yang sudah jelas dua idealisme ini sangat bertentangan untuk negara kita yang sangat plural. Akan tetapi dari sekian banyaknya ide dan gagasan tetap saja harus berakhir pada keputusan mufakat bersama. Sikap egoisme dari semua tokoh dikesampingkan demi terwujudnya cita-cita luhur yaitu kemerdekaan. Bhinneka Tunggal Ika tetap menjadi pegangan demi kedaulatan negara ini. Kita sebagai warga negara Indonesia harus selalu ingat akan perjuangan para pendahulu. Kesadaran adalah langkah awal menuju kemajuan dan kesejahteraan bersama.

BERSAMA MEMERANGI KEJUMUDAN POLITIK HITAM

Rakyat Indonesia yang telah merdeka selama 77 tahun harus sudah mengerti siapa yang pantas dan bisa memimpin Indonesia ke depan. Menuju perubahan dan mendedikasikan negara ini sebagai negara yang maju dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Harus bisa menunjukan kembali taring macan Asia yang menjadi julukan negara ini yang kita banggakan.

Semuanya berperan, ter utama para pejabat yang memiliki wewenang dalam pelaksanaan seleksi bakal calon pemimpin rakyat. Dalam pemilu yang akan diadakan pada tahun 2024 mendatang harus bisa diselanggarakan secara baik, bersih, dan sukses. Harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu yang sudah tertera pada undang-undang negara.

Di Indonesia, black campaign masih menjadi permasalahan utama yang sering terjadi karena sulitnya kegiatan ini di tindak. Harus ada perubahan peraturan pada Undang-Undang no. 8 tahun 2012 tentang pemilu, pasal 249 ayat (4) bahwa pelanggaran kampanye baru dapat di tindak apabila ada pengaduan atau pelaporan terlebih dahulu kepada Bawaslu mengenai pelanggaran tersebut. Adapun batasan tersebut begitu cepat, yaitu hanya 7 hari sejak ditemukan nya pelanggaran tersebut. Ini sangat sulit di tindak, karena biasanya baru dilaporkan kepada Bawaslu setelah batas kadaluarsa. (Wawancara dengan Wirdyaningsih, S.H., M.H. fakultas hukum UI)

Yang sangat berbahaya pada kegiatan ini yaitu penyalahgunaan fasilitas negara atau fasilitas umum yang dilakukan oleh para bakal calon legislatif atau eksekutif yang dimana sebelumnya sudah menduduki jabatan eksekutif atau legislatif negara. Fasilitas ini digunakan untuk kampanye.

Selain itu adanya money politic untuk merebut perhatian dan simpati masyarakat. Yang dikhawatirkan dari politik ini adalah pemikiran bakal calon legislatif atau eksekutif untuk meraup keuntungan setelah menjabat karena telah mengeluarkan banyak biaya dalam proses pencalonan nya. Sehingga melahirkan bakal calon koruptor masa depan.

Permasalahan di atas bisa menjadi pemicu terbelah nya kesatuan kita dengan mengharapkan kemenangan pada kontestasi pemilihan bakal calon pemimpin. Pemilu ini diadakan dengan tujuan untuk melahirkan demokrasi sebagai jalan tengah untuk menyatukan keberagaman yang sudah mejadi fitrah negara ini. Maka masyarakat Indonesia harus pintar dan bijaksana dalam penggunaan hak suaranya dalam pemilu yang akan datang. Jangan mau di adu domba dan dibenturkan oleh oknum-oknum yang menginginkan kemenangan semata untuk menguasai kursi kepemimpinan.

Kita bisa belajar dari sejarah bagaimana dulu kerajaan Majapahit bisa menyatukan nusantara dengan politik Bhinneka tunggal ika. Doktrin Bhinneka tunggal sangat efektif dan ampuh untuk merekatkan perbedaan yang ada.

Adalah Mpu Tantular untuk pertama kalinya memperkenalkan frasa Bhinneka tunggal ika dalam kitab Sutasoma pada abad XIV : (Pupuh 139: 5)

Rwaneka dhatu winuwus wara Budha Wiswa, bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Maknanya adalah : Konon dikatakan bahwa wujud Buddha dan Siwa berbeda. Tapi bagaimana kita bisa membedakannya dalam selintas pandang? Karena kebenaran yang diajarkan oleh Buddha dan Siwa sesungguhnya adalah satu jua. Mereka memang berbeda-beda namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang mendua. ( Tantular, 2009 )

Memang awalnya kalimat Bhinneka tunggal ika hadir dalam konteks keagamaan. Akan tetapi di situasi dan keadaan yang semakin banyak perbedaan pandangan dan pemikiran yang bisa mengancam persatuan ini kita membutuhkan penghayatan yang mendalam serta implementasi Bhinneka tunggal ika tersebut. Mengingat gejolak politik dan hasrat kekuasaan yang sangat tinggi, banyak pihak atau oknum yang rela mengorbankan keutuhan dan integritas kebangsaan.

Untuk itu marilah kita bersama-sama kembali menegakkan demokrasi yang hakiki yang sudah menjadi identitas kita bersama sebagai negara yang memegang teguh Bhinneka tunggal ika. Jangan sampai kita di adu domba dan di bodoh-bodohi hanya karena uang dan berita-berita yang tidak bermanfaat yang memiliki siasat-siasat untuk memecah belah persatuan kita. Maka, sudah sepatutnya kita menggunakan hak suara kita dengan bijaksana sebagai ikhtiar kita memilih calon pemimpin yang amanah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image