Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ACHMAD HARIRI

Pencegahan Korupsi di Sektor Pemerintah Desa: Perlu Digenjot Pengawasan dari Pejabat Daerah

Politik | Thursday, 09 Mar 2023, 14:31 WIB
Sumber: google pict

Terbitnya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi titik baru bagi desa untuk menjadi mandiri. Kewenangan Pemerintah Desa menjadi luas serta dapat menentukan nasibnya sendiri. Asas subsidiaritas dan rekognisi juga membawa harapan agar desa bisa berdaya secara ekonomi dan bermartabat sebagai wajah kemandirian dan pembangunan.

Eksistensi UU Desa ini menjadikan desa sebagai “arena” pelaksanaan program pembangunan dari Pemerintah, dengan begitu desa akan bisa menyelenggarakan pemerintahan, serta menjadi subjek pembangunan, bukan lagi sebagai objek pembangunan.

Salah satu bentuk pembaharuan dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa adalah pengalokasian anggaran negara untuk membiayai pembangunan desa dalam bentuk dana desa, beserta otonomi dalam pengelolaannya. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2014, dijelaskan bahwa dana desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa (pasal 19 ayat (2)).

Kali pertama peluncurannya di tahun 2015, jumlah dana desa yang dianggarkan mencapai Rp. 20,67 Triliun. Angka ini terus meningkat setiap tahunnya, hingga tahun 2021 total Rp. 400,5 triliun telah dikucurkan untuk desa. Adapun besaran jumlah dana desa yang dialokasikan ke masing-masing desa ditentukan berdasarkan populasi, luas wilayah, tingkat kemiskinan dan kesulitan geografis desa.

Di sisi lain, pemberian otonomi pengelolaan keuangan ini juga dapat menimbulkan adanya kesempatan dalam hal penyelewengan, atau Tindakan korup. Korupsi ternyata bukan saja terjadi di pemerintah pusat melainkan sudah merambah ke daerah hingga sampai ke tingkat desa. Berita mengenai tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat desa bukan hal yang baru, bahkan dengan adanya Undang-Undang Desa yang memberikan kewenangan yang cukup luas tersebut menambah angka bagi pejabat desa yang terjerat kasus Tindak pidana korupsi (TPK).

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) tahun 2020 yang turun 3 poin dari nilai 40 menjadi nilai 37 dari total nilai 100, dan berada di peringkat 102 dari 180 negara. Menjadi bukti bahwa Indonesia sudah berada pada kondisi darurat korupsi. Tidak hanya pejabat daerah, aparatur desa juga banyak yang tersendung TPK, kondisi ini tentunya bertolak belakang dengan tujuan dari undang undang desa, yaitu untuk mewujudkan desa yang mandiri yang membabawa kesejahteraan bagi masyarakat desa.

Korupsi di Sektor Pemerintah Desa

Korupsi adalah perlakuan yang didefinisikan sebagai penyalahgunaan dari kekuasaan yang dipercayakan untuk pendapatan pribadi. Menurut World Bank korupsi didefinisikan sebagai tindakan penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi. Korupsi bisa berarti menggunakan jabatan untuk keuntungan pribadi. Selain itu korupsi bisa berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah.

Secara umum, terdapat dua sektor dalam pemerintahan desa yang sangat rentan terjadinya korupsi, yakni sektor pengelolaan dana desa dan pemilihan kepala Desa. Di sektor keuangan desa, ICW mencatat ada kenaikan kasus korupsi di desa yang cukup konsisten sejak dialokasikannya dana desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kasus korupsi dana desa menjadi yang paling banyak ditangani oleh aparat penegak hukum di sepanjang tahun 2021, dengan jumlah kasus mencapai 154 kasus dan 245 orang tersangka.

Korupsi di sektor pemerintahan desa umumnya dilakukan dalam sejumlah modus operandi yang bentuknya ditentukan oleh karakteristik dan geografis desa setempat. Adapun modus korupsi di tingkat desa menurut Rahman mencakup: 1) Pengurangan alokasi Alokasi Dana Desa; 2. Pemotongan alokasi Bantuan Langsung Tunai (BLT); 3) Pengurangan jatah beras untuk rakyat miskin (raskin); 4) Penjualan Tanah Kas Desa (Bengkok); 5) Penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) yang bukan haknya; 6) Pungutan liar suatu program.

Pengawasan Pemerintah Daerah dalam Pencegahan Korupsi di Sektor Pemerintah Desa

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa menjelaskan bahwa pemerintah provinsi wajib membina dan mengawasi pemberian dan penyaluran dana desa, alokasi dana desa, dan bagi hasil pajak dan retribusi daerah dari kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota juga wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 115, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota antara lain memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh desa, memberikan pedoman penyusunan peraturan desa dan peraturan kepala desa, memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif.

Selain itu juga melakukan fasilitasi penyelenggaraan pemerintahan desa, melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan desa, menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk desa, mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa.

Tugas lainnya yakni melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa. Serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image