Kemajuan Teknologi Sebagai Senjata Anti-Korupsi: Realitas atau Fantasi?
Eduaksi | 2024-12-12 10:00:15Korupsi merupakan tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh berbagai negara di dunia, termasuk negara Indonesia. Apa sih yang dimaksud korupsi itu? Korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan dengan mengambil hak milik orang lain, perusahaan, ataupun lainnya guna kepentingan pribadi. Korupsi merupakan tindakan yang melawan hukum dan merugikan banyak pihak. Adanya praktik korupsi merugikan beberapa sektor, seperti ekonomi, stabilitas politik, dan kepercayaan publik. Praktik korupsi sering kali sulit untuk diberantas atau dibersihkan karena berakar pada sistem yang kompleks serta terdapat aktor-aktor yang berkuasa di baliknya. Indonesia sendiri menempati urutan ke-115 dari 180 negara dengan jumlah koruptor terbanyak dengan IPK 34. Angka tersebut masih di bawah dari negara tetangga di Asia Tenggara yang jauh lebih unggul, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Masuknya arus teknologi yang pesat menjadikan harapan baru untuk mengatasi masalah ini. Teknologi yang menciptakan berbagai macam inovasi alat yang canggih, mulai dari blockchain hingga kecerdasan buatan, memberikan harapan dapat membawa perubahan besar dalam perlawanan membebaskan negara dari praktik korupsi yang marak terjadi. Namun, apakah teknologi benar-benar mampu berperan dalam pemberantasan anti-korupsi? Apakah hanya janji manis semata atau menawarkan perubahan nyata?
Teknologi dalam Perang Melawan Korupsi
Teknologi telah memperkenalkan berbagai fitur dalam studi kasus permasalahan ini, dan telah memperkenalkan cara-cara baru yang dapat berperan dalam pengawasan, deteksi, dan melawan korupsi. Salah satu yang paling menonjol adalah transparansi data. Dengan adanya transparansi data, masyarakat dapat melihat transaksi pemerintah, anggaran publik, dan tender proyek secara terbuka. Aplikasi seperti Lapor! memberikan ruang untuk masyarakat menuangkan keluhan terjadinya praktik korupsi tanpa adanya interaksi tatap muka secara langsung. Adanya aplikasi tersebut juga menciptakan sistem yang responsif terhadap keluhan publik.
Selain itu, aplikasi seperti blockchain menjadi alat yang canggih, aplikasi ini mampu memberikan fitur transparansi dan sifatnya yang tidak dapat diubah. Teknologi ini memungkinkan pelacakan transaksi pemerintah secara permanen, sehingga mempersempit manipulasi data. Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) mampu mendeteksi guna menganalisis pola transaksi yang terjadi dan mendeteksi penyimpangan yang dapat mengindikasikan korupsi.
Kenyataan di Lapangan: Tantangan dan Hambatan
Meskipun teknologi memiliki peran perubahan yang sangat besar, namun dalam praktik pengaplikasiannya tidaklah sederhana. Salah satu hambatan utama adalah pihak-pihak yang diuntungkan oleh korupsi akan menentang. Teknologi sering kali dianggap sebagai ancaman oleh oknum dalam birokrasi atau institusi yang selama ini menikmati keuntungan dari sistem yang tidak transparan. Selain itu, penggunaan alat teknologi membutuhkan infrastruktur yang memadai. Di negara-negara berkembang, penyebaran teknologi belum merata; kurangnya akses terhadap internet, perangkat keras, dan pelatihan menjadi kendala yang signifikan. Kemajuan teknologi, seperti blockchain, memerlukan investasi yang besar , yang di mana hal tersebut akan sulit diprioritaskan pada negara yang memiliki keterbatasan anggaran. Terdapat juga manipulasi yang terjadi terhadap teknologi. Sistem digital yang dirancang untuk transparansi data dapat menjadi alat baru bagi koruptor jika tidak ada pengawasan yang baik. Sering kali pemanfaatan terjadi dengan menyebarkan data yang belum diperbarui.
Fantasi atau Realitas?
Penggunaan teknologi dalam pemberantasan korupsi mungkin sudah ada yang menerapkannya. Teknologi bukan peluru ajaib yang mampu memberantas korupsi dengan semalam atau kedipan mata. Namun, adanya alat teknologi memberikan penawaran fitur-fitur yang canggih guna memabantu dalam mewujudkan negara anti-korupsi. Keberhasilan teknologi bergantung pada beberapa faktor kunci. Pertama, komitmen politik yang kuat. Tanpa adanya dukungan dari pemerintah, implementasi teknologi hanya akan menjadi proyek percobaan yang tidak memberikan dampak sistemik. Kedua, pendidikan masyarakat. Seperti yang kita ketahui, bahwa tidak semua masyarakat mampu dalam pengoperasian alat teknologi perlu adanya sosialisasi atau arahan karena teknologi mampu bekerja secara efektif apabila terdapat peran masyarakat yang mampu mengoperasikan teknologi tersebut serta berani dalam melaporkan penyalahgunaan atau penyimpangan yang terjadi. Ketiga, sistem pengawasan yang andal. Teknologi harus disertai oleh mekanisme pengawasan untuk memastikan integritasnya. Tanpa adanya pengawasan teknologi, yang seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan korupsi malah dapat terjadi sebaliknya, di mana alat teknologi malah digunakan sebagai alat baru dalam pelaksanaan praktik korupsi.
Studi Kasus: Keberhasilan dan Kegagalan
Negara-negara seperti Estonia sering disebut sebagai contoh negara yang sukses dalam menggunakan teknologi untuk transparansi pemerintahan. Dengan menerapkan sistem e-governance, Estonia mengurangi kemungkinan korupsi birokrasi dengan memberikan warganya akses ke hampir semua layanan publik secara online. Namun, ada banyak cerita tentang kegagalan juga. Ini awalnya dianggap transparan oleh inisiatif digitalisasi anggaran publik, di Kenya. Namun, kemudian diketahui bahwa data sistem seringkali tidak diperbarui atau palsu, yang menciptakan ilusi transparansi tanpa pengawasan yang memadai.
Meskipun teknologi dapat menjadi alat efektif untuk memerangi korupsi, itu bukanlah solusi tunggal. Ia harus dimasukkan ke dalam rencana yang lebih luas yang mencakup reformasi hukum, penguatan institusi, dan transformasi budaya. Hanya jika digunakan oleh individu dan institusi yang berintegritas, teknologi dapat berfungsi sebagai alat anti-korupsi. Dalam konteks Indonesia, ini sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk membangun infrastruktur yang memadai, memberikan pelatihan kepada masyarakat, dan menunjukkan komitmen nyata untuk memerangi korupsi. Teknologi dapat membentuk masa depan yang bebas dari korupsi jika digunakan dengan benar. Namun, ia akan tetap menjadi janji yang tidak pernah terealisasi jika tidak ada komitmen dan pengawasan yang konsisten.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.