Salah Pola Asuh, Anak jadi Korban
Agama | 2023-03-02 22:48:38“Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orangtuanya yang akan membuat dia yahudi, nasrani, dan majusi” (H.R. Muslim).
Masyaallah begitu berat peran orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Orangtua yang berperan dalam membuat anak-anaknya menjadi Yahudi, nasrani, majusi, atau muslim yang taat. Maka, harus kita sadari peran berat dan penting ini.
Salah Pola Asuh
Berdasarkan Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (MSBP) 2021 disebutkan sebanyak 3,69% balita mendapat pengasuhan tidak layak ( mediaindonesia.com, 21/2/2023).
Baru-baru ini viral di jagat Maya, seorang anak pejabat pajak Mario Dandy (20 tahun) menganiaya David (17 tahun) hingga tidak harus masuk ICU. Perbuatan brutal Mario ini menuai kecaman banyak pihak lantaran tega menendang, menginjak kepala korban yang sudah tidak sadarkan diri.
Dilansir dari laman suara.com, pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel (27/2/2023) , mengungkapkan bahwa pola pengasuhan yang salah bisa menjadi salah satu penyebab tindakan abusif yang dilakukan Dandy.
Senada dengan pernyataan di atas, dilansir dari laman Republika.co.id (27/2/2023), psikolog Tika Bisono kasus tersebut merupakan akibat dari keabsenan peran orang tua pada anak. Kejarangan kehadiran orang tua membuat kasus-kasus anak ini terjadi. Perilaku anak-anak sebenarnya refleksi dari bagaimana kehadiran orang tuanya.
Menko Polhukam Mahfud MD, bahkan tak habis pikir ada anak pejabat pajak yang tega menganiaya seseorang hingga koma. Menurut Mahfud, orang tua Mario, yakni Rafael juga harus bertanggungjawab atas tindakan sang anak.
Terkesan sepele, tapi ternyata alpanya peran orangtua, kesalahan pola Asuh pada anak membawa petaka. Lahirlah anak yang memiliki perilaku buruk.
Bekal jadi Orangtua
Beban besar dan penting yang diemban oleh orangtua masih sedikit yang menyadarinya. Lebih banyak yang tidak siap menjadi orangtua. Menganggap bahwa menjadi orangtua cukup dengan memberi makan, minum, pakaian, tempat tinggal. Orangtua minim ilmu tentang kewajiban pada anak, termasuk kewajiban mendidiknya.
Tak paham bagaimana berkomunikasi dengan anak. Tak sadar peran teladan bagi anak. Banyak orangtua yang akhirnya menuntut anak menjadi baik, menghukumnya dengan keras padahal mereka tidak memberikan teladan dalam kebaikan.
Wajar katanya banyak yang tak paham menjadi orangtua karena memang tidak diajarkan di bangku pendidikan. Negara tidak menganggapnya penting u tuk dipelajari di bangku pendidikan formal. Sehingga tidak dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan yang ada. Kalaupun sekarang banyak ilmu parenting dengan berbagai aliran, tapi semua dikomersilkan. Dijadikan sebagai lahan bisnis.
Sistem yang diterapkan saat ini mengkondisikan semuanya kembali pada pribadi. Mereka yang paham pentingnya ilmu, mau belajar, mau berkorban waktu dan harta untuk belajar parenting saja yang bisa membenahi pola Asuh anak menjadi pola Asuh yang benar. Sebaliknya, mereka yang tidak merasa butuh akan ilmu parenting, tidak mau belajar, enggan berkorban waktu, walau punya harta, bisa terjerumus akan kesalahan pola Asuh anak.
Islam Menyadarkan
Hal ini sangat berbeda dengan islam. Islam sebagai agama yang Allah turunkan sebagai sistem aturan kehidupan juga mengatur tentang hal ini. Islam paham pentingnya peran pentingnya orangtua terhadap pola asuh anaknya.
Allah bahkan mengingatkan kita dalam salah satu ayat Alquran yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. " (QS. At Tahrim: 6)
Ya, Islam mendorong kita menjadi muslim yang beriman dan bertakwa. Tapi, tak cukup disitu, sebagai orangtua, kita pun harus memelihara diri kita dan keluarga kita, termasuk anak kita dari api neraka, dari kemaksiatan. Bagaimana caranya? Tentu ada tahapannya. Mulai dari pendidikan saat dalam kandungan, ibu selalu menghiasi diri dengan amalan sholeh baik wajib dan sunnah. Ayah yang memberikan nafkah halal pada keluarga.
Setelah lahir ke dunia, diperdengarkan seruan dari Allah, adzan. Didekatkan dengan ayat-ayat suci, didengarkan kisah para nabi dan orang-orang sholeh, ditumbuhkan Imaji positif tentang Allah dan kecintaan pada Allah dan Rasul. Sehingga akan terdorong dan ringan saat dikenalkan dengan kewajiban sholat, puasa, dan hukum syara lainnya.
Tak cukup orangtua berjuang sendirian membuat anak-anaknya jadi anak yang sholeh dan sholeha, harus ada peran masyarakat dan negara. Islam paham akan hal ini. Oleh karena itu, ada kewajiban amar makruf nahi mungkar dalam Islam. Mekanisme ini sebagai penjaga, pelindung diri dan masyarakat agar tetap dalam kebaikan dan menjauhi kemaksiatan.
Terakhir, negara sebagai pemangku kekuasaan memiliki peran penting dalam menerapkan kebijakan. Salah satunya memasukkan pendidikan tentang kesiapan menjadi orangtua dalam kurikulum pendidikannya. Karena setiap laki-laki dan perempuan akan menjadi orangtua di masa mendatang. Inilah kesadaran islam akan pentingnya generasi dalam membangun peradaban yang mulia. Sebagaimana Islam dulu diterapkan di dua pertiga belahan dunia. Lahirlah generasi pembebas seperti Muhammad Al Fatih, Amr bin Ash, Thariq Bin Ziyad dan Shalahuddin Al Ayyubi, generasi para cendikiawan seperti Abbas Ibnu Firnas, Maryam Al Astrulabi, Fatimah Al Fihri, Ibnu Khaldun, dan lainnya.
Tidakkah kita rindu kejayaan penerapan islam dahulu? Insyaallah akan tiba saatnya islam kembali berjaya seperti yang Allah janjikan dalam Quran surat Annur. Semoga jayanya islam nanti dengan kontribusi kita walaupun hanya sedikit.
Wallahua'lam bish shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.