Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Kajian digunjing Tak Penting, Atasi Stunting Tak Bergeming

Gaya Hidup | Saturday, 25 Feb 2023, 23:11 WIB

Sungguh memprihatinkan, dengan nada meminta, beliau tak ingin di bully lagi, namun perkataan Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, tak urung kembali menjadi sorotan, setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos). Pidato itu terucap saat ia menjadi pemateri dalam Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: ‘Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana’ di Jakarta Selatan pada Kamis, 16 Februari 2023.


Megawati mengaitkan stunting dengan aktivitas keagamaan kaum ibu yang waktunya tersita untuk pengajian sehingga lupa mengurus anak. “Ini pengajian iki sampai kapan tho yo? Anake arep dikapake (anaknya mau diapakan), he, iya dong. Boleh bukan ga berarti boleh, saya pernah pengajian kok,” ucap Megawati melanjutkan. Selanjutnya, ia akan menginstruksikan kepada dua menteri yang mengurusi ibu-ibu dan stunting, yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati alias Bintang Puspayoga dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk mengatur waktu ibu-ibu, supaya tidak terus mengikuti pengajian karena sampai melupakan asupan gizi anak.


Sederet gelar yang ia miliki baik dari dalam maupun luar negeri dan kesempatan berhaji, umroh lebih dari dua kali tetap saja tak membuktikan ia paham Islam, agama yang dipeluknya. Sebab, pesannya yang lain justru meminta masyarakat tetap mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, semua persoalan akan terselesaikan. Hal itu juga berlaku terhadap isu stunting, kekerasan pada perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga, serta kesiapsiagaan bencana. “Dengan nilai-nilai gotong royong lintas sektoral, isu-isu tersebut pasti akan teratasi di negara kita. Upaya gotong royong adalah kunci dalam upaya penguatan ekonomi keluarga,” ujar Megawati (Republika co.id, 19/2/2023).


Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat dan mantan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati, menanggapi perkataan Megawati dengan mengatakan bahwa pengajian tidak dilakukan setiap hari, pengajian itu terkadang dilakukan seminggu sekali atau sebulan sekali. Dan di dalam pengajian juga terkadang banyak membahas tentang kesehatan. “Sangat tidak pantas menyoal ibu-ibu pengajian, kenapa enggak menyoal ibu-ibu yang dugem (dunia gemerlap, red) ke diskotik? Ibu-ibu yang bekerja full day?” kata Andi Nurpati (SINDOnews,19/2/2023).


Demikian pula dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, beliau menanggapi pidato Megawati Sukarnoputri dengan mengatakan, ibu-ibu yang rajin ke pengajian tidak menelantarkan anak-anaknya. Karena kebanyakan ibu-ibu yang datang ke pengajian, anak-anaknya sudah besar. Ia mengingatkan, bahkan ibu-ibu yang datang ke pengajian lebih sebentar menghabiskan waktu, ketimbang ibu-ibu yang bekerja kantoran atau menjalankan bisnis. Ngaji itu melatih hati dan pikiran. “Soal tidak senang ngaji, tak apalah, tapi tak usah usil dengan ibu-ibu yang rajin ngaji sampai kapan pun,” ujar Kiai Cholil.


Stunting Masalah Global, Ekonomi Kapitalisme Yang Jadi Soal
Sungguh isi pidato Megawati tak bijak dan tidak solutif jika dimaksudkan dengan upaya penanganan Stunting di negeri ini, bahkan dunia. Di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, angka stunting turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di tahun 2022. Turun belum tentu hilang, dan ini hanya dalam hitungan angka, jumlah sebenarnya pasti lebih banyak lagi. Menurut data, jumlah penduduk Indonesia pada 2022 secara keseluruhan tercatat sebanyak 275.361.267 jiwa per Juni 2022 artinya, hampir 127 ribuan anak menderita Stunting.


Sedangkan berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (2021), mengatakan angka kejadian stunting di dunia mencapai 22 % atau sebanyak 149,2 juta pada tahun 2020. Stunting adalah keadaan kesehatan seseorang yang mal nutrisi atau kekurangan gizi akibat banyak faktor. Masih menurut WHO (World Health Organization), Stunting disebabkan oleh kekurangan nutrisi pada bayi dalam waktu lama, kurang ASI, infeksi berulang, atau penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyerapan nutrisi dari makanan. Sangat ironi, sebab Indonesia sendiri faktanya adalah negara kaya akan sumber daya alam, flora, fauna maupun kekayaan tambang dan energinya. Tentulah ada penyebabnya secara sistematis, jika melihat jumlah dan sebaran kasusnya di Indonesia, Stunting telah menjadi masalah genting yang tak bisa dianggap enteng.


Apakah pemerintah sudah berusaha menghilangkan Stunting ini? Tentu ada, namun baru bisa sekadar menurunkan, belum hilang samasekali. Diantara solusi pemerintah adalah dengan pesan tematik ABCDE” antara lain Aktif minum Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri seminggu sekali dan Ibu hamil setiap hari minimal 90 tablet selama kehamilan.
Bumil teratur periksa kehamilan minimal 6 kali, Cukupi konsumsi protein hewani setiap hari bagi bayi usia diatas 6 bulan. Datang ke posyandu setiap bulan untuk pemantauan pertumbuhan (timbang dan ukur) dan perkembangan, serta imunisasi balita ke posyandu setiap bulan, dan Eksklusif ASI 6 bulan dilanjutkan hingga usia 2 tahun. Solusi ini hanya bergerak di bidang teknis, padahal, upaya teknis butuh sistem yang menaunginya. Stunting sangat berkaitan erat dengan kemiskinan, bagaimana orang bisa mengakses pendidikan, jika untuk makan saja tidak cukup? Para ayah banting tulang mencari nafkah, nyatanya gelombang PHK bermunculan, perusahaan kesulitan membayar gaji pegawai karena daya beli masyarakat melemah.
Dan tak mudah mencari pekerjaan lainnya, selain faktor usia juga ketrampilan yang terbatas, sehingga menjadi peluang bagi pengusaha asing yang kerjasama bilateral dengan Indonesia, datang menguasai tanah-tanah kita dan menjarah harta kekayaan Indonesia. Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa target penurunan angka gagal tumbuh atau stunting sebesar 14 persen harus dapat dicapai pada tahun 2024 mendatang. Cukupkah waktu 1 tahun mewujudkannya jika sistem yang menaunginya masih sama yaitu sekulerisme kapitalis.


Semestinya, kembalikan penyelesaian persoalan ini pada masa kejayaan Islam yaitu dengan syariat. Sebab, hanya Islam yang memiliki seperangkat aturan guna menyelesaikan masalah stunting bahkan hingga terwujudnya kesejahteraan yang hakiki. Di antaranya dengan membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin bagi para ayah, wali dan suami. Pengelolaan harta kepemilikan umum, seperti tambang dan energi oleh negara, tidak boleh diberikan kepada asing dengan nama investasi otomatis membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat .


Sekulerisme Biang Muncul Narasi Anti Pengajian Islam
Hadir di pengajian dianggap melalaikan anak adalah tuduhan tak berdasar. Ini adalah salah satu bentuk salah paham terhadap aktifitas menuntut ilmu agama yang hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim termasuk muslimah. Pengajian menjadi tempat alternatif untuk memahami berbagai hukum Allah secara kaffah yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan,termasuk dalam mendidik anak. Agar selalu dalam ridla Allah.


lmu wajib yang justru tidak didapatkan di bangku sekolah yang memiliki kurikulum sekuler. Ilmu agama bahkan dianggap tak penting sehingga hanya diberi waktu 2 jam setiap mingguny, bahkan diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum. Dalam negara Islam, mengkaji Islam secara kaffah itu bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu, yang terintegrasi dalam kurikulum dan kebijakan negara lainnya,sehingga menghasilkan individu yang beriman dan bertakwa, tinggi taraf berpikirnya, kuat kesadaran politiknya yang juga menjadi bekal bagi para ibu untuk mendidik anaknya menjadi muslim yang berkepribadian Islam calon pemimpin masa depan.


Mengaitkan pengajian dengan kasus sunting jelas bentuk kerendahan berpikir. Sebab, tak ada anak yang ikut pengajian mengalami Stunting. Sebab dengan ngaji, ibu terpaksa belajar untuk memanajemen waktunya agar anak dan rumah tangganya tidak terlalaikan. Sebab ia sadar setiap perbuatannya akan dihisab Allah di akhirat kelak. Amanah anak ia sadari sebagai jalan untuk meraih Rida dan surgaNya Allah. Tempat yang indah yang dijanjikan bagi orang-orang yang beriman dan telah mengerjakan amal salih, salah satunya menjadi ibu dan pengatur rumah tangga. Wallahu a’lam bish showab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image