Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hisam Ahyani

Maslahah dalam Fiqh Perkawinan

Agama | Saturday, 25 Feb 2023, 19:46 WIB

Maslahah dalam Fiqh Perkawinan

25 Februari 2023

Hisam Ahyani

Lecturer at STAI Miftahul Huda Al Azhar (STAIMA) Banjar City and Student of Islamic Law Doctoral Program, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Maslahah dalam Fiqh Perkawinan

Syariat islam menginginkan pernikahan berdiri di atas fondasi dan prinsip yang kuat. Hal ini bertujuan agar visi-misi pernikahan tercapai. Sedangkan khitbah atau lamaran adalah keumuman tahapan menuju jenjang perkawinan (Wijaya 2020). Dalam hukum islam terkait perikahan dewasa ini menjadi kebutuhan yang utuh (islamiclawblog 2022). Di antara tahapan menuju jenjang pernikahan adalah mengkhitbah atau melamar. Khitbah sendiri adalah satu cara untuk menunjukkan keinginan seorang laki-laki untuk menikahi perempuan tertentu, sekaligus memberitahukan hal yang sama kepada wali si perempuan (Wijaya 2021).

Istilah ghosting dewasa ini menjadi viral di dunia, dimana definisi ghosting yakni memutus semua hubungan dengan seorang gadis (Laily 2022). Dalam menuju jenjang pernikahan dalam Islam menganjurkan untuk mempersiapkan fisik, mental, dan ekonomi (Ahmad 2021). Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, menjelaskan bahwa khitbah tidak bisa dianggap sama dengan nikah. Keduanya merupakan dua komponen yang berbeda, sehingga mempunyai ketentuan yang juga berbeda (Az-Zuhaili 2010:19).

بما أن الخطبة ليست زواجاً، وإنما هي وعد بالزواج، فيجوز في رأي أكثر الفقهاء للخاطب أو المخطوبة العدول عن الخطبة Artinya, “Melihat bahwasanya khitbah tidak bisa dikatakan akad nikah, dan khitbah hanyalah sebatas janji untuk menikah, maka menurut mayoritas ulama, bagi mempelai pria yang melamar dan wanita yang dilamar boleh untuk berubah pikiran dari lamarannya.

Imam Zakaria Muhyiddin Yahya bin Syaraf an-Nawawi dalam kitab “al-Adzkar” menjelaskan tentang janji, bahwa ulama kalangan Syafi’iyah sepakat, sunnah hukumnya menepati janji, selagi tidak berupa janji yang dilarang, tentu jika tidak ditepati akan berkonsekuensi pada hukum makruh dan menghilangkan keutamaannya (Nawawi 1994:317). Dalam ketentuan pembatalan khitbah (lamaran) boleh dilakukan dengan cara yakni : menggunakan alasan yang tepat, dan meminta kembali barang yang diberikan (Sunnatullah 2021).

Kajian tentang Disabilitas

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), disabilitas dianggap sebagai kondisi yang menyebabkan gangguan pada hubungan seseorang dengan lingkungan, penyandang disabilitas merupakan kelompok minoritas terbesar di dunia. Suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu aktifitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal, yang disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. Disabilitas juga diartikan dengan ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi impairment (kehilangan atau ketidakmampuan) yang berhubungan dengan usia dan masyarakat (Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Indonesia) 2009).

Disabilitas dalam Islam

Surat An Nur ayat 61, ditegaskan bagaimana Islam menganggap sama dan setara orang-orang yang dengan keterbatasan fisik dengan orang-orang lainnya. Islam mengecam sikap diskriminatif terhadap penyandang disabilitas. Sedangkan Imām al-Ghazālī, faktor fasakh nikah meliputi 6 term, yakni adanya aib atau cacat, penipuan, wanita sudah terbebas dari status budak, impotensi baik kepada suami atau isteri, suami yang miskin dan tidak mampu memberikan nafkah, dan faktor pasangan yang hilang. Bagi (Ghazali 2018), apabila faktor tersebut ada, pihak suami ataupun isteri bisa menfasakh pernikahannya. Imām al-Ghazālī cenderung memahami fasakh nikah sebagai peristiwa hukum yang dibolehkan dalam Islam sebab mengandung sisi maṣlaḥah, mengangkat mudarat (kerusakan) yang timbul dari hubungan suami dan isteri. Teori maṣlaḥah pada fasakh nikah masuk dalam maṣlaḥah yang bersifat partikular atau tertentu, atau disebut juga maṣāliḥ al-juz’iyyah (Djawas, Amrullah, dan Adenan 2019).

Eksistensi kaum penyandang cacat tidak dapat dinafikan sebab merupakan bagian dari kehidupan manusia. Pada tataran realita, para penyandang cacat masih sering mendapatkan perlakuan diskriminasi dan stigma negatif dari beberapa pihak (Ghofur 2019). Hak dan kebutuhan penyandang disabilitas dalam Al-Quran adalah pertama, pengakuan eksistensi mereka; kedua, perlakuan setara terhadap penyandang disabilitas; ketiga, pelayanan akses bagi penyandang disabilitas; keempat, pemberdayaan penyandang disabilitas juga memiliki potensi dan kemampuan layaknya manusia normal; kelima, keadilan di mata hukum tanpa adanya diskriminasi; keenam, keagamaan; dan ketujuh, komunikasi dan informasi (Riyadi 2022). Difabel dalam pandangan agama dan masyarakat menjadi keunikan tersendiri dimana dalam Al-Qur’an ditegaskan, .yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. (QS Al-Hujurat [49]: 13) dan sabda Nabi Muhammad Saw, Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk tubuh dan hartamu, tetapi memandang hati dan perbuatanmu. (H.R. Muslim), selain itu di mana ada kemauan di situ ada jalan (Nasar 2021).

Konsep Maslahah dalam Perkawinan

Kemaslatan kedua belah pihak yakni antara si calon pengantin pria dan wanita perlu dikedepankan, hal ini dapat dilakukan melalui musyawarah bersama sebelum saling mengikat (perkawinan) antar kedua calon mempelai. Urgensi perkawinan sebenarnya adalah melindungi gadis dari kesendirian. Sehingga konsep maslahat dalam perkawinan Syaratnya adalah calon pengantin pria dan wanita saling ridha (Maftuh 2011). Penyandang disabilitas merupakan bagian dari umat manusia yang mempunyai hak dan kewajiban dasar yang sama untuk belajar dan menuntut ilmu (Sholeh 2016). Menurut Dr. Jamal Abdul Nasir dalam disertasinya dijelaskan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam kontemporer, perlu diterapkan hal ini dikaranakan dalam pendidikan islam ada satu ajaran pokok yakni Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits (Nasir 2022). Dalam hokum islam juga terdapat nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin (Ahyani, Slamet, dan Tobroni 2021), dimana kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam semesta. Seain itu komunitas keagamaan yang lahir dari solidaritas mekanis dapat berkontribusi pada penguatan integrasi yang disebut oleh Durkheim sebagai nurani kolektif dan representasi kolektif (Hefni dan Ahmadi 2019). Sementara Dr. Mahmudin Bunyamin, dalam disertasinya bahwa konsep maslahat yang diterapkan dalam hukum perkawinan Islam di Indonesia adalah konsep tercapainya suatu tujuan dari hukum itu sendiri yaitu untuk tercapainya suatu kemaslahatan hukum dan menolak kemudaratan atau dengan prinsip melestarikan suatu hukum atau aturan yang sudah berlaku yang dianggap baik, dan mengembangkannya dengan hukum atau aturan yang lebih maslahat. Terbentuknya hukum keluarga di Indonesia tidak terlepas dari kearifan lokal yang dimiliki, sehingga konsep maslahat yang diterapkan dalam hukum keluarga di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri, semisal dalam Janji nikah (BUNYAMIN 2019).

Hasrat seksual merupakan fitrah yang diberikan Allah kepada semua makhluk hidup (Mutala’li 2010). Secara hukum tidak ada larangan terhadap perkawinan penyandang cacat mental. Namun, demi tercapainya tujuan perkawinan menciptakan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah maka penyandang cacat mental yang diperbolehkan menikah haruslah mereka yang secara mental dianggap mampu untuk menikah (mereka pada tipe ringan dan sedang). Dampak positif dari perkawinan penyandang cacat mental adalah (1) terhindar dari perbuatan fasik dan zina, (2) melatih sikap bertanggung jawab. Sedangkan dampak negatif dari perkawinan ini pertama adalah adanya problema yang muncul karena hambatan intelegensi, dan yang kedua bertambahnya beban orang tua karena kesulitan dalam membiayai keluarga. Berdasarkan perspektif maslahah mursalah dengan menimbang manfaat dari perkawinan ini, maka kebijakan yang harus diambil adalah membolehkan perkawinan penyandang cacat mental apabila hasrat seksual mereka telah sedemikian menuntutnya. Akan tetapi yang berkaitan dengan cacat atau ‘Aib dalam hukum Islam pada pasangan suami istri bisa menyebabkan hak khiyar antara mempertahankan ataupun fasakh dengan beberapa batasan dan ketentuan (Rizal 2021). Selain itu jika salah satu pasangan mengalami cacat tertentu, pembubaran perkawinan diperbolehkan berdasarkan alasan untuk melindungi kepentingan pasangan (Muda, Mohd, dan Hashim 2017). Menurut Wahbah al-Zuhaylî, menikahnya seorang yang memiliki penyakit seksual adalah haram hukumnya meskipun hasrat sudah mewajibkan nikah. Sementara menurut Muhammad Arsyad al-Banjari hanya memakruhkannya, dikarenakan melihat masih ada celah maslahah dalam membina rumah tangga (Hafidzi dan Amalia 2018).

Dalam perkawinan yang ideal dapat tercapai dan mampu mewujudkan tujuan perkawinan seperti memelihara keturunan, mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, memelihara garis keturunan, menciptakan pola hubungan keluarga, memelihara keragaman dalam keluarga dan mempersiapkan aspek ekonomi (Saiful 2019). Berdasarkan pendekatan maqāṣid syarīah, hukum Islam membolehkan orang interseks melakukan operasi penyempurnaan kelamin, baik disertai niat untuk menikah maupun tidak terlebih dahulu. Pilihan untuk melakukan operasi penyempurnaan kelamin tidak melanggar kelima prinsip maqāṣid syarīah, yakni prinsip agama (ḥifẓ ad-dīn), prinsip jiwa (ḥifẓ an-nafs), prinsip akal (ḥifẓ al-‘aql), prinsip keturunan (ḥifẓ an-nasl), dan prinsip harta (ḥifẓ al-māl).Namun, operasi penyempurnaan kelamin hanya dapat dilakukan bagi orang yang memang benar-benar secara biologis mengalami kelainan seksual. Dan operasi yang dilakukan harus memenuhi standar ilmu kedokteran (April dan Saiin 2021).

Daftar Pustaka

Ahmad, Fathoni. 2021. “Islam Tekankan Kesiapan Fisik, Mental, dan Ekonomi sebelum Menikah.” nu.or.id. Diambil 25 Februari 2023 (https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/islam-tekankan-kesiapan-fisik-mental-dan-ekonomi-sebelum-menikah-Msxw6).

Ahyani, Hisam, Memet Slamet, dan Tobroni. 2021. “Building the Values of Rahmatan Lil ’Alamin for Indonesian Economic Development at 4.0 Era from the Perspective of Philosophy and Islamic Economic Law.” AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial 16(1):111–36. doi: 10.19105/al-lhkam.v16i1.4550.

April, Muhammad, dan Asrizal Saiin. 2021. “Perfection of Sex for the Intersex (Khunṡa) to Get Married: Maqāṣid Syarīah Perspective on Corrective Surgery.” Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam 14(2):173–84. doi: 10.14421/ahwal.2021.14205.

Az-Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Gema Insani.

BUNYAMIN, Mahmudin. 2019. “Penerapan Konsep Maslahat Dalam Hukum Perkawinan Di Indonesia Dan Yordania.” PhD, UIN Raden Intan Lampung.

Djawas, Mursyid, Amrullah Amrullah, dan Fawwaz Bin Adenan. 2019. “Fasakh Nikah dalam Teori Maṣlaḥah Imām Al-Ghazālī.” El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga 2(1):97–122. doi: 10.22373/ujhk.v2i1.7645.

Ghazali, Mohammad Al. 2018. Al Mustasfa Min Ilm Al Usul: On Legal Theory of Muslim Jurispudence. CreateSpace Independent Publishing Platform.

Ghofur, Fuad Masykur Abdul. 2019. “Pendidikan Penyandang Disabilitas Dalam Al-Qur’an.” Tarbawi : Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam 2(2):46–68.

Hafidzi, Anwar, dan Norwahdah Rezky Amalia. 2018. “Marriage Problems Because of Disgrace (Study of Book Fiqh Islam wa Adilâtuh and Kitâb al-Nikâh).” AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial 13(2):273–90. doi: 10.19105/al-lhkam.v13i2.1626.

Hefni, Wildani, dan Rizqa Ahmadi. 2019. “Solidaritas Sosial di Era Post-Modern: Sakralitas Komunitas Salawatan Jaljalut Indonesia.” Jurnal Lektur Keagamaan 17(1):59–76. doi: 10.31291/jlk.v17i1.648.

islamiclawblog. 2022. “Hisam Ahyani : Weekend Scholarship Roundup.” Islamic Law Blog. Diambil 25 Februari 2023 (https://islamiclaw.blog/tag/hisam-ahyani/).

Laily, Iftitah Nurul. 2022. “Apa Itu Ghosting? Ini Penjelasan dan Cara Menanganinya - Lifestyle Katadata.co.id.” Diambil 25 Februari 2023 (https://katadata.co.id/safrezi/berita/61dd36b9c11b6/apa-itu-ghosting-ini-penjelasan-dan-cara-menanganinya).

Maftuh, Liqoat Babul. 2011. “Apa Cacat Yang Harus Diberitahu Saat Melamar - Soal Jawab Tentang Islam : Liqoat Babul Maftuh, 5/Soal no. 22).” Diambil 25 Februari 2023 (https://islamqa.info/id/answers/111980/apa-cacat-yang-harus-diberitahu-saat-melamar).

Muda, Tengku Fatimah Muliana Tengku, Azizah Mohd, dan Noraini Md Hashim. 2017. “Protecting the Spouses’ Interest (Maslahah) in Cases of Defects through the Application of the Islamic Principle of Harm.” International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences 7(4):345–58.

Mutala’li, Muftiri. 2010. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Penyandang Cacat Mental.” Thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Nasar, M. Fuad. 2021. “Difabel Dalam Pandangan Agama Dan Masyarakat.” Diambil 25 Februari 2023 (https://kemenag.go.id/read/difabel-dalam-pandangan-agama-dan-masyarakat-jp2ml).

Nasir, Jamal Abdul. 2022. “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Qashidah Jaljalut.” doctoral, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Nawawi, Imam. 1994. al-Adzkar lin Nawawi. Beirut: Dar al-Fikr.

Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Indonesia). 2009. Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Pusdatin Kesos, Departemen Sosial, Republik Indonesia.

Riyadi, Ridho. 2022. “Hak dan Kebutuhan Dasar Penyandang Disabilitas di dalam Al-Quran.” Studia Quranika 7(1):93–117. doi: 10.21111/studiquran.v7i1.6620.

Rizal. 2021. “Cacat Badan Sebagai Alasan Suami Berpoligami Ditinjau Menurut Hukum Islam (studi Pasal 4 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974).” Thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Saiful, Saiful. 2019. “View of the Issue About Changes in the Age of Marries for Women in Law Number 16 of 2019.” International Journal of Nusantara Islam 7(2):268–77. doi: 10.15575/ijni.v7i2.12440.

Sholeh, Akhmad. 2016. “Islam Dan Penyandang Disabilitas: Telaah Hak Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia.” Palastren: Jurnal Studi Gender 8(2):293–320. doi: 10.21043/palastren.v8i2.968.

Sunnatullah. 2021. “Membatalkan Pernikahan Usai Lamaran? Ini Ketentuannya.” nu.or.id. Diambil 25 Februari 2023 (https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/membatalkan-pernikahan-usai-lamaran-ini-ketentuannya-YSGG5).

Wijaya, M. Tatam. 2020. “Hikmah dan Konsekuensi Khitbah atau Lamaran dalam Fiqih Perkawinan.” nu.or.id. Diambil 25 Februari 2023 (https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/hikmah-dan-konsekuensi-khitbah-atau-lamaran-dalam-fiqih-perkawinan-mexa2).

Wijaya, M. Tatam. 2021. “Hindari Menggantung Status Calon Pasangan, Segeralah Dilamar.” NU Online Jatim. Diambil 25 Februari 2023 (https://jatim.nu.or.id/keislaman/hindari-menggantung-status-calon-pasangan--segeralah-dilamar-7M5it).

Lihat Dokumen Klik Disini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image