Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Harliantara

Membenahi Komunikasi Sosial Kepolisian

Eduaksi | Saturday, 25 Feb 2023, 09:06 WIB

Tugas lembaga kepolisian semakin berat. Gangguan keamanan dan ketertiban umum semakin sering terjadi. Disisi lain Polri perlu memperbaiki komunikasi sosial kepolisian. Komunikasi tersebut perlu segera ditata dengan mengedepankan diskusi yang tulus dan terbuka dengan semua elemen publik.

Komunikasi sosial kepolisian bertujuan meningkatkan kualitas dan kapabilitas anggota polisi menuju Polri yang Presisi. Yang memiliki target membangun kepercayaan masyarakat. Betapa pentingnya legitimasi kepolisian dalam persepsi masyarakat. Legitimasi polisi dapat ditingkatkan melalui transformasi organisasi, salah satunya dalam komunikasi sosial anggota kepolisian.

Komunikasi sosial, hal utama adalah kemampuan mendengarkan masyarakat dan cara penyampaian yang mudah dipahami perlu dijalankan setiap anggota polisi. Kepercayaan dari masyarakat, tidak hanya harus dibangun, namun, dirawat dan dipertahankan lewat adanya pengawasan secara berjenjang.

Para pejabat kepolisian berbagai jenjang hendaknya jangan membuat pernyataan yang menjadi blunder komunikasi yang dampaknya semakin memperkeruh dan menggerus kepercayaan publik. Olah komunikasi sosial kepolisian, baik komunikasi dengan rakyat, antar lembaga negara, media massa, dan jenis komunikasi lainnya perlu di upgrade.

Saatnya membenahi komunikasi sosial dan aspek integritas bagi sekitar 400 ribu personel Polri. Selama ini pembenahan terkendala oleh komposisi struktur SDM Polri yang 90 persen terdiri dari kepangkatan bintara kebawah yang memiliki kapasitas dan keterampilan pemolisian yang minim.

Untuk membenahi komunikasi kepolisian ada empat nilai dasar yang menjadi acuan berdasarkan universalitas watak peran dan fungsi dari institusi ini. Empat nilai dasar tersebut adalah integritas, akuntabilitas, legitimasi, dan bisa dipercaya.

Empat nilai dasar yang universal tersebut tentu harus dikontekstualisasikan dengan situasi empirik pemolisian di negeri ini. Empat kriteria nilai dasar tersebut mestinya juga perlu dikaitkan dengan konteks masalah pokok Polri yang masih terdapat oknum yang korup, budaya kerja kekerasan (pelanggaran HAM), kegamangan menghadapi tindakan vigilante oleh kelompok massa yang menggunakan identitas komunalisme (agama/etnik), dan minimnya akuntabilitas untuk praktek penyalahgunaan kekuasaan.

Perkembangan kepolisian dunia saat ini menekankan pentingnya integritas institusional kepolisian yang menyangkut sikap dan kemampuannya untuk menjaga institusi yang bersih, bekerja atas supremasi hukum yang adil, netral secara politik, imparsial, responsif terhadap kepentingan publik, namun mampu berdiri di atas semua kelompok kepentingan.

Gaya komunikasi dan relasi Polri di seluruh lini sebaiknya ditata ulang. Termasuk gaya komunikasi dengan penegak hukum lainnya. Para pakar komunikasi yang independen mesti segera dilibatkan untuk mencari idealisasi komunikasi dan sinergi yang baik.

Menurut otoritas moneter internasional Indonesia juga dikategorikan sebagai tempat yang empuk dan nyaman terkait modus pencucian uang haram seperti hasil perjudian online, narkoba, penyelundupan dan lain-lain. Diperkirakan jumlah uang haram yang terlibat dalam kegiatan pencucian uang adalah antara 2 hingga 5 persen dari produk domestik bruto.

Besarnya persentase jumlah uang haram yang telah dicuci itulah yang diduga bercokol pada rekening gendut oknum kepolisian. Masalah tindak pidana pencucian uang atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah money laundering. Dampaknya bisa menghancurkan perekonomian negara. Sebagai bentuk kejahatan transnasional, diduga kuat ada aparat dan pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari modus pencucian uang tanpa peduli akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Pencucian uang juga menggerus pendapatan pemerintah dari pajak. Pada saat ini tindak pencucian uang di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.

Publik menaruh harapan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar terus melakukan pembersihan dan kebulatan tekad jajaran Polri sebagai alat negara dan institusi publik yang memiliki integritas tinggi, netral dan imparsial bagi semua golongan. Sebagai aparat penegak hukum, Polri harus lebih sensitif terhadap rasa keadilan, mengingat masih banyak produk hukum yang tidak pro HAM dan tidak sensitif terhadap keadilan.

Dalam konteks menjaga integritas institusi, Polri perlu memperbarui ketentuan internal seperti Perkap dan sebagainya yang menyangkut profesionalisme, penggunaan alat/sarana kekerasan, kode etik, aturan disiplin, hingga panduan mengimplementasikan standar HAM universal dalam konteks pemolisian di Indonesia. Hingga saat ini masih banyak personel Polri yang tidak mengetahui dan mengikuti perkembangan proliferasi standar normatif internal tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image