Kelaparan Bersama Rembulan (Cerpen)
Sastra | 2023-02-24 17:57:38Purnama belum sempurna saat tergantung di langit Kamis malam selepas Isya. Jamaah masjid sudah bubar setelah pengajian malam Jumat selesai digelar. Beberapa pengurus masjid sempat menggelar rapat untuk persiapan merenovasi kecil-kecilan menyambut Ramadhan. Mengganti warna cat tembok, mengganti karpet yang lusuh, sampai rencana menambah kipas angin. Anggaran sudah ada, tinggal eksekusi.
Masjid menjelang malam sudah sepi. Lampu-lampu padam. Pak Umar, salah satu pengurus masjid kembali ke masjid malam itu untuk mengambil catatan rapat yang tertinggal. Ia masuk dari pintu samping.
Sebelum pulang, Pak Umar mendengar sayup-sayup suara pria yang sedang menangis. Dicari dan ketemu. Suara itu berasal dari seorang pria yang sedang duduk di tangga masuk depan pintu masjid.
BACA JUGA: Cerpen: Ayah, Seberapa Indah Surga?
Joko, jamaah yang mengontrak tak jauh dari masjid. Pria yang suara tangisnya sayup-sayup terdengar. Joko menggendong putranya, Daman, yang masih berusia tiga tahun.
"Belum pulang Mas Joko?" sapa Pak Umar sembari duduk di samping Joko.
Joko buru-buru mengusap air matanya. "Eh Pak Umar. Iya, Pak," Joko buru-buru menundukkan kepalanya mendekat ke wajah putranya yang sedang tertidur. Ia tak berani memandang wajah Pak Umar. Malu.
"Ada apa Mas Joko. Itu Daman baru tidur?" Pak Umar bertanya hati-hati. Joko masih diam.
"Tidak apa-apa, Pak," suara Joko lirih.
BACA JUGA: Terpesona Mahmud Bandung Penghuni Museum Geologi
Pak Umar merangkul Joko, sembari bicara pelan. Seperti ayah kepada anaknya.
"Cerita saja Mas Joko. Cerita ke saya, cerita sebagai seorang anak ke ayahnya. Cerita sebagai seorang saudara."
Detik berganti menit. Joko sempat terdiam. Air matanya kembali jatuh, cerminan beban di pundak yang kian berat.
"Saya kasihan dengan istri dan anak saya, Pak. Mereka hari ini baru kena makan lontong sisa kemarin malam. Itu juga tadi pagi. Seharian ini, mereka belum makan lagi," Joko cerita masih dengan kepala tertunduk.
"Saya sudah seharian berkeliling, tapi dagangan saya belum ada yang laku dari seminggu ini". Joko berjualan mainan anak-anak dan biasanya keliling kampung ke kampung.
BACA JUGA: Siapa yang Mendapatkan Doa Mustajab dari Malaikat?
Pak Umar langsung mematung. Tubuhnya seperti disengat ribuan kalajengking yang racunnya mematikan. Ia tak sanggup lagi menahan air matanya. Tadi pagi, di rumahnya ada banyak makanan yang terbuang. Tadi siang ia dan istrinya makan di warung padang dengan lauk yang berlimpah dan terbuang karena terlampau kenyang. Sementara ada tetangganya yang kelaparan.
Selepas Isya tadi, pengurus masjid juga rapat dengan makanan kecil yang tersaji. Sibuk memikirkan bagaimana menghias masjid, tanpa tahu kalau ada jamaah yang kelaparan.
Hati Pak Umar semakin sakit karena di saat rapat, Joko yang masih berdoa dan berzikir di balik pilar penopang masjid, pasti mendengar rencana merenovasi masjid jelang Ramadhan. Dengan suara kunyahan makanan dan seruputan air teh legi di sela-sela rapat.
Kesejahteraan fakir miskin, khususnya jamaah di sekitar masjid terlupakan. Padahal, infaq masjid berlimpah dan cukup untuk sekadar memberikan sembako kepada masyarakat tak mampu.
Pak Umar gemetar mengingat-ingat hadist Rasulullah. "Tidaklah mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya.”
BACA JUGA: Iso Nyawang Ora Iso Nyanding (Cerpen)
Air mata Pak Umar deras, membuat kertas catatan hasil rapat yang digenggamannya basah. Ia lalu merangkul Joko.
"Mas Joko, maafkan saya yang tidak peka terhadap saudara saya yang dekat. Yang kelaparan."
"Mari Mas Joko," kata Pak Umar menggandeng tangan Joko. "Kita ke rumah saya, Insha Allah saya ada sedikit makanan yang bisa Mas Joko bawa pulang untuk istri dan anak. Tak perlu sungkan, tolong jangan biarkan saya menjadi saudara yang dzalim karena membiarkan saudaranya kelaparan."
BACA JUGA: Bunga Krisan untuk Ibu (Cerpen Idul Fitri)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.