Guru Sejahtera Generasi Terjaga
Info Terkini | 2023-02-22 18:26:01Guru Sejahtera Generasi Terjaga
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti (Mahasiswi)
“Berapa Jumlah guru yang tersisa? Pertanyaan ini menjadi respon utama Pemerintah Jepang saat dua kota besar di Jepang yaitu kota Hiroshima dan Nagasaki hancur karena bom atom yang diluncurkan Amerika Serikat (AS). Pertanyaan ini awalnya disambut dengan wajah bingung oleh para Jenderal. Namun Kaisar Hirohito selaku pemimpin tertinggi Jepang saat itu menegaskan bahwa Jenderal dan tentara Jepang tidak boleh kuat dalam senjata dan strategi perang, tetapi mereka juga harus memiliki pengetahuan tentang bom yang dijatuhi Amerika. Oleh sebab itu Kaisar menghimbau untuk mengumpulkan jumlah guru yang tersisa sebab kepada para guru lah rakyat Jepang bertumpu.
Kisah di atas telah membuktikan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Sebutan tersebut memang layak karena tugas seorang guru tentu tidak mudah dan merupakan salah satu tugas yang mulia. Hal ini disebabkan karena peran guru selain men-transfer ilmu pengetahuan kepada muridnya, guru juga berperan untuk membentuk akhlak generasi sehingga para generasi bisa tumbuh menjadi generasi yang berkualitas, baik secara kepribadiannya maupun pemikirannya. Posisi guru juga sangat dihormati di masyarakat karena mereka adalah seseorang yang digugu dan ditiru.
Namun bagaimana jadinya jika tugas mulia guru hanya dipandang remeh dan mengalami nasib yang tidak beruntung semisal upah yang rendah bahkan tidak kunjung dibayar? keadaan inilah yang memperlihatkan kondisi guru di suatu wilayah tanah air, seperti yang terjadi di Kutai Timur. Puluhan guru yang tergabung dalam Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mendatangi DPRD Kutai Timur (Kutim). Para guru tersebut menyampaikan aspirasi mengenai realisasi tunjangan dan masalah gaji mereka yang belum dibayar.
Kedatangan puluhan guru tersebut diterima oleh Wakil Ketua II Kutim, Arfan yang didampingi anggota di ruang hearing DPRD Kutim, Bukit Pelangi pada hari Rabu (8/2/2023). Dalam kesempatan itu, Muslimin selaku ketua Forum Komunikasi PPPK Guru Kutim memaparkan dua poin penting, antara lain keadilan kesetaraan tunjangan kinerja antara PPPK dengan Aparatur Sipil Negara untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Kita meminta keadilan, kesetaraan TPP (Tunjangan Perbaikan Penghasilan) itu tidak harus sama dengan PNS, tetapi minimal sama dengan aturan Perbub yang minimal 70 persen. 70 persen itu minimal Rp 5 juta tapi kita terima hanya Rp 2 juta,” Ungkap Muslimin merasa tak adil.
Fenomena protes oleh para guru mengenai upah ini tidak hanya terjadi sekali melainkan berulang kali di berbagai kota yang berbeda. Bahkan di Papua yang kaya akan sumber daya emas, para guru tersebut juga bernasib tidak beruntung. Mereka yang berstatus guru honorer mengeluhkan nasib mengenai upah mereka yang belum dibayar oleh Dinas Pendidikan Provinsi Papua.
Sungguh kasihan nasib guru di negeri yang kaya akan sumber daya alam. Upaya mereka untuk mencerdaskan anak bangsa terhalang oleh gaji yang minim. Lantas mengapa peristiwa aksi protes ini terus bermunculan? bagaimana solusi konkrit untuk menyejahterakan guru? bisakah guru di zaman sekarang mendapat gaji yang layak?
Kapitalisme Gagal Menyejahterakan Guru
Fenomena aksi protes yang dilayangkan para guru ini tentu menyesakkan dada. Padahal negeri kaya dengan Sumber Daya Alamnya yang melimpah namun ironis rasanya melihat banyaknya guru yang tidak sejahtera. Bukankah guru adalah pendidik generasi? bagaimana mereka mau maksimal mendidik jika haknya saja dikurangi?
Nasib guru yang tidak sejahtera ini tentu berimbas dari adanya sistem Kapitalisme yang sedang menaungi dunia. Buah dari kapitalisme ini seakan Negara menjadi tidak mandiri dan malah menyerahkan pengelolaan SDA kepada pihak asing atau swasta sehingga nampak rakyat justru tidak mendapat keuntungan apapun dari pengelolaan SDA di daerahnya. Wajar jika banyak dari rakyat yang menderita tidak terkecuali para guru. Sekulerisme (menutup peran agama dalam mengatur kehidupan) menjadi asas dari kapitalisme ini yang berakibat Negara tidak menggunakan agama sebagai landasan dalam membuat kebijakan. Akhirnya kemudharatan terjadi dimana-mana dan rakyatlah yang terkena imbasnya.
Memang benar jika guru harus memiliki rasa ikhlas dalam mendidik muridnya. Namun di tengah kehidupan sekarang yang serba sulit, mereka juga membutuhkan uang untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Maka memberikan upah yang layak kepada guru adalah hal yang penting karena di tangan mereka estafet pencetak generasi emas bisa terus bergerak. Memberikan upah yang layak juga termasuk perbuatan yang memuliakan guru namun mustahil nampaknya mewujudkan keadaan tersebut jika Negara beserta jajarannya masih kukuh mencampakkan agama dalam mengatur Negara dan lebih memilih bersekongkol kepada aturan kapitalis yang telah terbukti menyengsarakan rakyat.
Oleh sebab itu sudah selayaknya Penguasa membuang sistem kapitalisme dan mulai mendengarkan aspirasi rakyatnya mengenai solusi Islam dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang mendera negeri. Hal ini menjadi mendesak karena mereka adalah pemimpin Muslim yang kepemimpinan mereka akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Jawaban apa yang telah mereka persiapkan di akhirat jika di dunia mereka zalim pada rakyat?
Islam Menyejahterakan Guru
Dalam Islam guru memiliki peran yang begitu penting karena Islam memandang bahwa guru adalah seorang yang berilmu yang dengan keilmuannya bisa mendidik generasi agar cerdas dan memiliki akhlak islami. Sebagaimana firman-Nya “ Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (TQS Al Mujadilah ayat 11).
Sejarah telah menjadi saksi bahwa peradaban Islam telah memuliakan guru dan memenuhi hak mereka secara berkualitas. Buktinya pada masa kejayaan kekhalifahan Abbasiyah gaji guru pada masa itu berjumlah 1000 dinar pertahun yang berarti dalam sebulan gaji mereka berjumlah 325 juta. Sementara para ulama yang mengajarkan Al-Qur’an digaji lebih tinggi yaitu berkisar antara 2000-4000 dinar atau senilai 650 juta-1,3M perbulan. Inilah salah satu rahasia mengapa ilmu dan peradaban Islam saat itu sangat maju karena para guru dan ulama diposisikan sebagai pahlawan mulia dengan tanda jasa sepenuhnya. (Sumber: An Nafaqaat wa idarotuha fi daulah Abasiyah, hal 202)
Sungguh mencengangkan membaca fakta sejarah di atas. Para guru dalam sistem Islam sangat dimuliakan bahkan mereka diberikan upah yang lebih dari layak atas dedikasinya dalam mendidik generasi. Mewujudkan kondisi ini tentu tidak mustahil karena pemimpin dalam sistem Islam adalah seorang yang bertakwa dan sangat mencintai ilmu sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Khalifah cenderung berlandaskan takut kepada Allah dan selalu memuliakan rakyatnnya terlebih para guru yang merupakan sumber ilmu. Sebagaimana sabda Nabi “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Ahmad dan Bukhari).
Pemenuhan hak guru ini tentu didapat dari sistem ekonomi dan politik Islam yang asasnya adalah ri’ayah suunil ummah yaitu memikirkan dan mengelola nasib rakyat sehingga kekuasaan dalam syariat Islam dipergunakan hanya untuk melaksanakan syariat Allah agar terwujud kemaslahatan di tengah umat. Sudah saatnya Negara dengan mayoritas penduduk Islam ini bersegera menerapkan konsep Islam dalam mengatur rakyatnya. Sungguh jika mereka masih abai terhadap pelaksanaan hukum-hukum Islam maka tunggulah hari dimana lisan dikunci, tangan dan kaki mereka bersaksi atas kedzaliman yang hari ini terjadi tanpa henti. Tidakkah para pemimpin itu sadar?
Allah Ta’ala berfirman “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang meyakini agamanya?” (TQS Al-Ma’idah ayat 50). Wallahu’alam bis shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.