Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dakwahpedia

Hukum Childfree Dalam Ajaran Islam

Agama | 2023-02-13 17:49:00
Hukum Childfree

Pengertian childfree

Pernikahan merupakan ikatan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk mencapai suatu tujuan mulia yaitu memperoleh keturunan sebagai regenerasi untuk melanjutkan siklus kehidupan. Akan tetapi, tidak semua pasangan suami istri tidak bisa memiliki keturunan disebabkan alasan kesehatan reproduksi (childless) dan alasan tidak ingin memiliki anak (childfree). Childless terjadi akibat adanya permasalahan kesehatan yang membuat pasangan sulit untuk memperoleh keturunan. Selain itu, childless dapat terjadi dengan tujuan untuk menunda memperoleh keturunan atau mengatur jarak dalam memperoleh keturunan. Sedangkan childfree terjadi karena adanya kesepakatan pasangan suami istri untuk tidak memiliki keturunan (anak) dengan alasan pilihan.

Childfree terdiri dari dua kata, yakni child yang berarti anak, dan free yang berarti bebas. Menurut Victoria Tungguno dalam bukunya yang berjudul “Childfree and HappyChildfree adalah pilihan hidup yang dibuat secara sadar oleh seseorang yang ingin menjalani kehidupan tanpa melahirkan atau memiliki anak.

Menurut laman HeylawEdu, istilah childfree mengacu kepada keputusan seseorang ataupun pasangan untuk tidak memiliki keturunan atau tidak memiliki anak. Selain itu, menurut Oxford Dictionary istilah childfree merupakan suatu kondisi di mana seseorang atau pasangan tidak memiliki anak karena alasan yang utama yaitu pilihan. Sedangkan dalam Cambridge Dictionary pun mendefinisikan istilah childfree hampir serupa seperti apa yang dijelaskan oleh Oxford Dictionary, yaitu kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak.[2] Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Childfree adalah suatu kesepatakatan yang dilakukan oleh pasangan suami istri untuk tidak memiliki keturunan (anak) dengan berbagai pertimbangan dan alasan.

Istilah Childfree muncul pertama kali pada tahun 1901 pada kamus bahasa Inggris Merriam-Webster yang diartikan sebagai gaya hidup yang dipilih oleh seseorang untuk bebas anak (without children). Dalam konteks Euro Amerika istilah childfree dikenal sejak akhir abad ke-20 sebagai alternative penyebutan ‘tidak punya anak.

Dampak childfree

Ketidak hadiran anak dalam pasangan suami istri dapat di nilai positif, dampak yang dapat dirasakan ketika pasangan suami istri sepakat tidak mempunyai anak adalah lebih bebas untuk melakukan sesuatu tanpa adanya kewajiban mengurusi anak, dan lebih fokus pada pasangan sehingga mengakibatkan kepuasan dalam pasangan suami istri. Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak lebih mempunyai banyak waktu untuk memerhatikan pasangannya dengan memenuhi kebutuhannya sehingga akan berdampak positif. Namun dalam sisi lain kehadiran anak juga di anggap penting secara ekonomi sebagai tenaga kerja, bukan hanya itu, kehadiran anak juga penting dalam menjalin hubungan suami istri yang dapat mempererat komunikasi dan interaksi pasangan, dalam masalah sosial juga anak tidak kalah penting sebagai peran mengamalkan agama atau keberlangsungan budaya dan tradisi

Hukum childfree dalam islam

Melansir dari dakwahpedia.com, ulama tidak mengharamkan childfree karena hal itu disamakan dalam kasus Azl yang hukumnya diperbolehkan oleh Imam Ghozali. Begitupun ulama konteporer juga memperbolehkan jika pasangan suami istri sepakat tidak mempunyai anak dikarenakan ada maslahat tertentu. Meskipun islam tidak melarang Childfree namun perlu dicatat bahwa dalam islam anak dipandang sebagai anugrah yang patut untuk disyukuri karena sejatinya anak adalah pemberian Tuhan. Kehadiran anak sebagai tujuan dari menikah adalah salah satu bentuk cinta Allah kepada ummat-Nya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image