Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ayatullah Fazlur

Refleksi Satu Abad NU: Peran Nahdlatul Ulama dalam Membangun Peradaban Bangsa

Lomba | Sunday, 05 Feb 2023, 00:36 WIB

A. Pendahuluan

Nahdlatul Ulama adalah salah satu organisasi masyarakat yang terbesar di dunia, sepak terjang Nahdlatul Ulama ini tentunya tidak bisa dinafikan dalam perjuangan bangsa indonesia dalam membangun peradabannya, Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 50,5 % Pemeluk Agama islam mengaku sebagai Warga NU [1], ini menunjukkan pengaruh besar NU bagi umat islam di indonesia. Sebagai organisasi masyarakat yang mempunyai banyak pengikut, posisi NU dalam membangun peradaban bangsa indonesia diperhitungkan secara kehadirannya, tentu saja ini tidak bisa dilepas dari proses sejarah panjang NU yang ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan indonesia, Peran Hadratussyaikh K.H Hasyim Asy’arie dalam Resolusi Jihad mempertahankan kemerdekaan pun cukup memberikan andil besar dalam sejarah perjuangan rakyat indonesia, tak lupa juga pemikiran-pemikiran cerdas K.H Wahab Chasbullah juga turut menjadi bagian dari sejarah besar perjuangan bangsa ini. Maka tidak aneh jika NU hari ini mempunyai peran yang sangat besar bagi Peradaban Bangsa Indonesia kedepan.

Organisasi ini selalu menjadi tumpuan banyak masyarakat yang mengaku dia sejak dilahirkan sudah NU, terutama mengenai persoalan Aqidah dan Siyasah, kedua hal ini sangat berhubungan erat bagi kehidupan masyarakat sehari-hari. Di beberapa daerah, Fatwa dari NU menjadi pegangan bagi sebagian banyak orang, dan bisa menjadi ilham serta jalan keluar bagi beberapa persoalan, begitu berperan besarnya NU terhadap sendi kehidupan Warganya. Secara Aqidah, NU beraqidahkan Ahlussunnah Wal Jamaah , di Indonesia Ahlussunnah Wal Jamaah dikaitkan dengan mazhab-mazhab fikih Abu Hanifah, Malik, Sayfi'i dan Ahmad ibn Hanbal. Mengingat soal fikih menyangkut kebutuhan keseharian masyarakat dalam pelaksanaan ibadah dan mu'amalah maka wajar bila mazhab ahlussunnah waljamaah lebih sering terkait dengan mazhab fikih tersebut. Selain itu keempat imam mazhabfikih tersebut dengan tegas menyatakan pendiriannya se-bagai golongan ahlussunnah waljamaah yang menentangpendapat-pendapat aliran mu'tazilah dan qadariyah maupun jahmiyah.[2]

B. Nahdlatul Ulama dan Peradaban Bangsa Indonesia

Warga NU terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan, sosial, dan budaya yang berbeda-beda, akan tetapi sejarah mencatat, peran dari Warga NU terhadap perjuangan bangsa indonesia dari zaman ke zaman tidak perlu diragukan lagi. Berangkat dari Resolusi Jihad Hadratussyaikh K.H Hasyim Asyarie serta NU secara organisasi mengakui akan Pancasila sebagai dasar negara, Nahdlatul Ulama selalu mempunyai peran besar terhadap Perjalanan panjang bangsa ini. Komitmen NU terhadap NKRI selalu berjalan lurus dengan nilai-nilai kebangsaan indonesia, ditengah perubahan konfigurasi politik bangsa dari masa ke masa posisi NU juga selalu dan sama sekali tidak pernah bersinggungan dengan konsensus bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945.

Sejak kelahirannya, NU memang dilahirkan untuk merespon perkembangan peradaban, NU dilahirkan ditengah runtuhnya Turki Utsmani dan NU pun menjadi salah satu pendiri Peradaban Bangsa untuk merebut kemerdekaan dari penjajah. Posisi Nahdlatul Ulama selalu berada pada titik sentral dalam sejarah peradaban, K.H Ahmad Shidiq setelah terpilih pada Muktamar Situbondo mencetuskan hal brilian, yaitu mendorong posisi Nahdlatul Ulama selain berperan dalam Ukhuwah Islamiyah, Jam’iyah ini juga harus turut serta dalam membangun Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Basyariah, lantas bagaimana peran Nahdlatul Ulama dalam membangun ketiga hal sentral tersebut?

Ukhuwah Basyariah Menurut K.H Ahmad Shidiq mempunyai peran sentral dan menjadi hal yang penting bagi Nahdlatul Ulama untuk menjadi titik tekan dalam membangun peradaban bangsa, bangsa indonesia ini dilahirkan dari berbagai macam suku, budaya, sosial dan latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini yang menjadikan hubungan kemanusiaan antar bangsa yang memang harus dipelajari betul oleh warga NU sebagai pijakan bergerak dan berfikir.

Nahdlatul Ulama dalam tradisinya selalu mengedepankan dawuh dan pesan dari para alim ulama NU, yang selalu memberikan pesan-pesan yang menyejukkan bagi Organisasi, termasuk untuk selalu mengingatkan bahwasanya NU mempunyai misi besar bagi umat islam di indonesia, sejarah sudah mencatat bagaimana peran besar NU dalam membangun Peradaban Umat, NU bukan Organisasi yang 10-20 tahun, tapi NU sudah berpuluh-puluh tahun berkomitmen terhadap Konsensus para Founding Father Negara indonesia, ini yang menjadi salah satu alasan NU selalu memegang teguh Konstitusi dan Nilai-Nilai kebangsaan. NU selalu menjadi organisasi Perekat dan penyatu bagi berbagai kalangan, NU selalu dijadikan bahan rujukan bagi kehidupan sehari-hari umatnya, ini yang menjadikan NU menjadi Jam’iyah yang semakin solid dan semakin besar, NU sudah difitnah sana-sini akan tetapi dari berbagai fitnah tersebut, NU menjadikan dirinya sebagai suatu Jamiyah yang solid dari atas sampai bawah. Zaman akan selalu berubah, situasi politik dan sosial juga akan semakin tidak menentu kedepannya, dan NU dituntut untuk mengikuti perkembangan tersebut, ini bukan soal siapa nahkodanya, siapa ketua umumnya dan siapa pengurus besarnya, akan tetapi ini soal Istiqomahnya Warga NU untuk selalu mendengarkan petuah Alim Ulama Terdahulu dan belajar dari Buku dan catatan Para Pendiri NU. Nahdlatul Ulama tidak seharusnya fokus terhadap persoalan internal saja, apalagi gimmick yang dilakukan para pengurusnya, sudah waktunya NU mengembangkan dirinya menjadi organisasi yang lebih maju dan tidak melupakan ajaran-ajaran dari para pendirinya, dalam kemajuan zaman ini NU harus fokus terhadap perkembangan Organisasi dan keadaan warganya terutama soal perekonomian masyarakatnya, NU dalam membangun peradaban ini harus dimulai dari ranah paling kecilnya, dari ranah Anak ranting sampai tingkat Pengurus Besar harus berbondong-bondong menguatkan Organsasi maupun warganya dalam hal Sosial, Ekonomi, Politik dan Budaya.

C. Menuju Peradaban Baru Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama akan genap berusia 1 Abad pada 16 Rajab 1444 H mendatang, NU sudah melewati berbagai macam kondisi politik bangsa, berbagai situasi kepemimpinan nasional sudah pernah dilewati NU, bagi NU momen 1 Abad ini akan dijadikan momen pengkonsolidiran Jam’iyah yang memiliki jutaan pengikut ini, banyaknya pengikut juga menjadikan NU sebagai Jam’iyah yang disegani oleh berbagai kalangan. NU selalu melahirkan Tokoh-Tokoh yang luar biasa dari tahun ke tahun, hal ini tidak lepas dari Pondok Pesantren sebagai Rumah Pendidikan dan Kaderisasi bagi Ulama NU, Ulama Nu di didik bertahun- tahun dengan tempaan pengalaman dan pengetahuan, dan pastinya dari sanad keilmuan yang menyambung sampai Rasulullah SAW, ketika membicarakan pengetahuan, NU tidak akan pernah kekurangan Kader Ulama yang siap meneruskan ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah Annahdliyah, setiap tahunnya akan lahir Ulama NU dari rahim Pondok Pesantren NU, ini adalah buah dari perjuangan panjang para Ulama Terdahulu dalam mendidik dan berikhtiar untuk mencetak Santri yang siap untuk menjadi pemimpin-pemimpin NU. Pondok Pesantren menjadi kawah candradimuka bagi Penerus Jam’iyah Nahdlatul Ulama untuk mendapatkan bekal pengetahuan untuk mengurus NU kedepan, jadi aneh saja ketika ada orang-orang yang tidak pernah tahu Sejarah NU, watak keilmuan NU, dan Kultur NU tiba-tiba mengaku menjadi Warga NU.

Dalam sejarah yang tercatat, NU selalu menjadi perintis peradaban baru dalam sejarah umat islam di indonesia, hari ini peradaban dimulai dan dikuasai oleh yang namanya teknologi modern, jika dulu orang ingin bertemu dari Jakarta ke Surabaya harus menempuh ratusan kilometer terlebih dahulu sekarang kita bisa melalui sambungan WhatsApp untuk bisa bertemu, begitu mudahnya peradaban manusia hari ini. Lantas bagaimana NU memposisikan diri di tengah kemajuan zaman ini?

Kemajuan teknologi membuat sudut pandang umat islam berubah, bermula dari informasi-informasi yang belum tentu akurat bisa didapat dengan begitu mudahnya di media sosial, pendidikan agama yang bersumber dari pemahaman wahabi bisa juga mempengaruhi pemahaman umat islam di indonesia. Semua begitu mudah didapatkan di tengah perkembangan teknologi ini. Bukan hanya itu saja, perang wacana ideologi di tengah berkembangnya media sosial ini juga turut mempengaruhi cara pandang umat islam di indonesia dalam memandang pokok-pokok pikiran dalam beragama dan bernegara, seperti yang kita ketahui wacana-wacana tentang ideologi khilafah dan bentuk negara islam mulai bermunculan seiring berkembangnya media sosial, tentu bisa dibilang bahwasanya kemajuan ini ada sisi positif dan negatifnya, akan tetapi jangan sampai perkembangan teknologi ini mampu mengilhami gerakan-gerakan yang merongrong kesatuan NKRI sebagai suatu konsensus yang sudah disepakati bangsa ini termasuk Nahdlatul Ulama. Hal tersebut bukan tanpa sebab, kemunculan gerakan radikal di indonesia juga diilhami oleh situasi politik di timur tengah, konflik yang berkepanjangan di beberapa negara yang mayoritas beragama islam turut mempengaruhi keadaan negara-negara yang mayoritas beragama islam di belahan dunia lain, ini tidak lepas dari kemajuan teknologi dan informasi yang begitu cepatnya berhembus.

Nahdlatul ulama harus memposisikan diri ditengah perubahan peradaban manusia ini sebagai Jam’iyah yang mengedepankan Ukhuwah Basyariah sebagai pedoman bagi masyarakat NU dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini harus ditumbuhkembangkan sebagai suatu gerakan yang NU harus menjadi motor penggerak bagi terwujudnya Ukhuwah Basyariah ini. Peradaban baru selanjutnya akan dipengaruhi oleh seberapa besarnya antar manusia saling menghargai satu sama lain sebagai suatu kesatuan, bukan lagi memandang dia dilahirkan dari mana, agamanya apa, organisasinya apa, punya kekayaan berapa, akan tetapi peradaban yang akan kita hadapi adalah memandang manusia sebagai suatu kesatuan yang sama sebagai sesama warga negara. Menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI merupakan wasilah dan tugas sejarah bagi NU hari ini, Menurut Gus Yahya dalam bukunya Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama, bertarung untuk memenangkan dan menjaga NKRI adalah kewajiban NU termasuk untuk menjaga sumber daya dan kekayaannya untuk masa depan peradaban yang dicita-citakan ini.

Maka Nahdlatul Ulama memegang posisi penting untuk menyambut peradaban baru, bukan hanya mempersiapkan Sumber Daya Manusia terbaiknya, akan tetapi juga mempersiapkan Perkembangan Pengetahuan, Teknologi, dan juga kemandirian ekonomi umat. Nahdlatul ulama merupakan kapal besar, banyak penumpang didalamnya yang harus diarahkan kepada hal yang lebih baik, ini menjadi tugas kita bersama menuju Abad baru Nahdlatul Ulama.

D. Reformulasi Organisasi NU

Nahdlatul Ulama memiliki kewajiban yang besar sebagai salah satu Organisasi masyarakat terbesar di dunia, ia mengemban cita-cita dari para pendirinya untuk selalu berpegang teguh pada Aqidah dan Sunah rasulnya. Nahdlatul Ulama juga mengemban tugas menjadi motor penggerak bagi peradaban manusia dan dunia baru di tengah kemajuan teknologi dan pengetahuan. Nahdlatul Ulama harus menjadi organisasi yang mapan, bukan hanya dijadikan bahan untuk pemilu tahunan, akan tetapi menjadi penentu arah gerak negara dan masyarakat didalamnya, dan ini bisa dimulai oleh Reformulasi Organisasi ditubuh NU sendiri.

Reformulasi NU adalah gagasan untuk memulai kembali NU yang diatur dalam kepengurusan yang jelas, NU memiliki Puluhan Pengurus Wilayah, Ratusan Cabang, Ribuan MWC, dan jutaan anak ranting yang tersebar di seluruh penjuru indonesia. Ini menjadikan NU seperti Pemerintahan Negara, dari banyaknya kepengurusan NU diatas, hanya bisa dihitung jari cabang yang aktif menyelenggarakan kegiatan dan melakukan agenda-agenda organisasi. Bahkan masih ada Pengurus Cabang yang hanya mengandalkan SK, tanpa tahu dia punya gagasan dan ide apa untuk NU di wilayahnya, hal ini sangat miris mengingat NU mempunyai Posisi yang strategis dan jelas dalam kancah nasional, posisi ini tentunya harus dimanfaatkan oleh para pengurus NU diwilayah untuk mengembangkan organisasi secara masif dan signifikan.

Menurut Gus Yahya, Organisasi sebesar NU jangan diurus secara serampangan atau hanya dimanfaatkan untuk penggalangan massa saja jika ada event politik tahunan didaerah, akan tetapi NU harus memposisikan diri sebagai kekuatan sendiri yang jangan sampai dimanfaatkan oleh segelintir pihak, kenapa hal itu masih bisa terjadi ? karena kurangnya kesadaran bahwa organisasi sebesar NU punya posisi yang kuat dan punya warga yang banyak. Kesadaran ini semestinya dibangun dan dimulali dari orang yang diamanahi sebagai Pengurus NU di wilayahnya. NU harus memposisikan diri sebagai kekuatan sipil yang mampu menentukan arah gerak perpolitikan di negeri ini, bukan sebaliknya. NU selama ini hanya dimanfaatkan dan didompleng namanya oleh segelintir pihak yang mengatasnamakan NU tapi semangatnya bukan semangat Nahdliyyin.

Kembali lagi di awal, sistem keorganisasian dan tata kelola Organisasi di NU memang harus di formulasikan ulang, baik itu dari segi kaderisasi, pendidikan, maupun sosial budaya. Penulis mencoba memetakan ketiga hal itu dengan catatan sebagai berikut.

Kaderisasi

Nahdlatul Ulama secara organisasi mengalami sistem kaderisasi yang mandek, tidak jarang pengurus NU di daerah tidak tahu mana yang warga NU, mana yang bukan. Ini disebabkan pengurusnya pun tidak mengetahui klasifikasi apa yang bisa disebutkan untuk mengetahui dia Warga NU atau bukan, dengan Kartanu? Atau dengan dia hanya sekedar ikut jam’iyah saja? Sistem pembuatan kartanu sudah pernah dilakukan di kepengurusan PBNU sebelumnya, akan tetapi pelaksanaan dilapangan tidak maksimal, lagi-lagi seperti yang disebutkan diatas, alur Koordinasi dan Komunikasi yang belum maksimal dari PCNU ke tingkatan dibawahnya menyebabkan sosialisasi dari kartanu tidak terlaksana secara maksimal, semua orang semestinya tahu basis NU itu ada di jam’iyah kampung, jika mereka terdata saja sudah 200an juta warga NU ini, nah pendataan itu yang tidak dilakukan oleh pengurus PCNU sampai tingkatan bawah, karena apa? Karena sistem kaderisasinya yang belum maksimal.

Sistem kaderisasi ini harus mempunyai Output yang jelas terhadap pengembangan kaderisasi, bukan untuk dijadikan ajang formalitas saja, akan tetapi perlu sistem kaderisasi yang berbasis pendataan dan pendidikan turba ( Turun basis), pengurus NU di wilayah harus berani melakukan sensus kebawah, dan pengurus NU yang diterjunkan kebawah itu harus mengikuti Pelatihan Kaderisasi dulu yang diselenggarakan oleh PCNU agar mengetahui strategi yang seperti apa yang semestinya digunakan.

Karena mau bagaimanapun, kaderisasi ialah jantung dari sebuah organisasi, ketika NU ingin dijadikan organisasi yang relevan sampai hari ini, ia harus memiliki strategi kaderisasi yang jelas agar tidak ditinggal dan ketinggalan dari berbagai organisasi masyarakat lainnya. MKNU dan PKPNU sudah sering dilaksanakan di beberapa tahun kemarin, akan tetapi hanya sebagatas formalitas tanpa output ke jaringan masyarakat, dan kader yang dilatih pun tidak melakukan follow up atas apa yang sudah didapat di pelatihan. Maka ada wacana dari PBNU untuk mengatur ulang sistem kaderisasi di NU, kita tunggu saja gebrakannya.

Menuju peradaban baru Nahdlatul ulama mempunyai tugas kebangsaan yang besar, NU adalah organisasi yang warganya hampir tersebar ke berbagai pelosok negeri, NU menjadi tonggak perubahan peradaban bangsa dan tumpuan bagi masyarakat kedepannya. Selamat Satu Abad Nahdlatul Ulama.

Pendidikan

Kader NU sudah banyak yang mengenyam pendidikan tinggi hari ini, bahkan salah satu Badan Otonom NU didirikan untuk tempat mereka berjejaring dan mengembangkan ilmunya dari perguruan tinggi untuk NU, ISNU (Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama) nama organisasinya. Akan tetapi mengapa NU belum mampu mengembangkan lembaga pendidikan dibawah NU? SD Ma’arif masih kalah jumlahnya dengan SD Muhammadiyah, apalagi SMP/MTS NU atau SMA/MA NU, jangan tanya tingkatan Perguruan Tinggi, masih ada UNU di beberapa daerah yang gedung perkuliahannya sama persis seperti Sekolah Menengah, ini berbanding terbalik dengan Universitas Muhammadiyah yang begitu megah hampir di semua daerah. Mengama terjadi demikian? Penulis mencoba berangkat dari manajemen pendidikan NU yang belum maksimal dilaksanakan, tentunya Universitas bisa berkembang atau tidaknya tergantung manajemen yang dilakukan. Lembaga pendidikan dibawah naungan NU belum mampu melakukan manajemen lembaga sebaik muhammadiyah, ini dikarenakan mentalitas dan pengalaman dari Sumber Daya yang ada didalamnya belum dapat dikatakan bagus. Maka dari itu perlu dilakukan pengawasan yang ketat dari LP Ma’arif atau LPTNU kepada sekolah dan perguruan tinggi dibawah naungan NU. Karena dalam hal ini pendidikan yang menunjang kaderisasi, pendidikan yang baik dan matang akan melahirkan sistem kaderisasi yang baik. Begitu pun sebaliknya, sistem kaderisasi yang matang akan melahirkan pendidikan yang baik. Maka tata kelola lembaga pendidikan perlu direformulasi besar-besaran.

Sosial dan Budaya

Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang mempunyai basis sosial keagamaan menjadi titik sentral dan dipandang memiliki pengaruh yang sangat besar, maka dari itu wajar saja NU mampu membentuk corak sosial dan budaya ditubuhnya sendiri. Kultur yang dibangun oleh para Ulama itu sampai saat ini masih dipegang oleh para masyarakat NU yang mempunyai latar belakang pendidikan pesantren. NU mempunyai tugas untuk menjaga agar kuktur sosial dan budaya ini tetap dipegang teguh oleh penerus NU kedepannya, karena seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditakutkan akan menggerus kultur sosial dan budaya yang dimiliki NU sebelumnya. Ketakutan ini bisa saja muncul ketika para milenial yang menjadi penerus NU selanjutnya gagal melestarikan kultur yang sudah dibangun selama satu abad ini. Maka penting perlu dibuatkan forum yang mana mendidik kader NU agar terus melestarikan kultur sosial dan budaya yang sudah dilestarikan selama ini. Forum itu mesti diikuti oleh Organisasi Badan Otonom Nahdlatul Ulama yang bergerak dan fokus dalam kepemudaan seperti PMII, GP Ansor, IPNU, IPPNU, dan Fatayat NU.

Dari ketiga hal tersebut, NU perlu fokus kepada beberapa problem organisasi yang sudah mendarah daging ini, perlu ada pencarian kepada jalan keluar dari beberapa masalah yang memang sudah mengakar sampai kebawah tersebut. Lagi-lagi NU mesti mengambil langkah strategis untuk memecahkan masalah ditubuhnya.

E. NU dan Amanat Peradaban

Seperti yang penulis katakan diatas, NU memegang peran yang begitu penting bagi peradaban kedepannya. Ini bukan tidak mungkin, Masyarakat NU lah yang di masa depan menjadi pemegang kendali penuh terhadap peradaban dan kemajuan bangsa indonesia. Amanat peradaban itu mesti dipegang teguh NU sebagai organisasi yang menjadi tolak ukur bagi keberadaan islam di indonesia. Kemajuan NU ibarat kemajuan peradaban islam. Karena mayoritas umat islam di indonesia adalah Warga NU. Nahdlatul Ulama mesti menjadi motor penggerak bagi kemandirian ekonomi rakyat, dimulai dengan konsep ekonomi kerakyatan dan kemandirian bagi organisasi, sehingga NU tidak perlu bergantung kepada siapapun termasuk pemerintah, NU akan menjadi organisasi yang mandiri tergantung kepada manajemen perekonomiannya, ketika cara memanajemen organisasi itu berhasil, bukan tidak mungkin NU akan menjadi mandiri secara ekonomi dan kokoh organisasinya.

Kedepannya, Nahdlatul Ulama tidak akan lepas dari yang namanya pembangunan Sumber Daya Manusia NU terutama anak mudanya, ini ditandai dengan prediksi pemerintah kita akan mengalami puncak gemilang indonesia pada tahun 2045, yang mana disitu akan diisi oleh anak-anak muda yang cerdas dan maju. Nahdlatul Ulama secara organisasi tentunya jangan sampai tertinggal apalagi organisasi sebesar NU punya beberapa Badan Otonom yang bergerak dalam bidang kepemudaan. NU harus visioner memandang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, jangan sampai NU mengalami ketertinggalan dari zaman yang sudah maju.

F. Penutup

Di momen 1 abad Nahdlatul Ulama ini, banyak harapan-harapan yang muncul dari benak masyarakat NU terutama penulis sendiri. Sejak lahir saya sudah menjadi bagian dari Nahdlatul Ulama, Kakek Penulis salah satu Pengasuh pesantren di Banten dan ke NU annya juga tidak perlu dipertanyakan lagi. Harapan ini hadir dan berangkat dari kehadiran NU yang mampu mengubah cara pandang banyak orang mengenai Jam’iyah, Ber-NU bukan hanya soal pengabdian, tapi lebih dari itu. Hadratussyaikh K.H Hasyim Asy’arie pernah berkata “barang siapa yang mengurus NU akan diakui sebagai santri saya, dan saya doakan Husnul Khotimah” dari dawuh tersebut banyak kader-kader muda NU termasuk saya berbondong-bondong untuk melakukan pengabdian kepada NU melalui banyak hal, baik itu cara berfikir yang harus dilandasi Aswaja dan cara bergerak yang tidak lepas dari Aswaja pula. NU sudah menjadi bagian dari Ruh kehidupan masyarakatnya, bahkan banyak pengurus NU yang menjadikan NU sebagai pikiran dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, NU begitu dicintai oleh berbagai kalangan.

Momen 1 abad ini semoga dijadikan titik balik dari Jam’iyah ini untuk menuju peradaban baru di Abad keduanya. Peningkatan Sumber Daya nya, peningkatan Lembaga Pendidikannya, Peningkatan kepengurusan Organisasinya masih menjadi PR yang harus segera diselesaikan, NU sudah mengalami banyak hal di Abad kesatunya, sudah melalui banyak dinamika, akan tetapi NU tetap NU sebuah organisasi keramat yang didoakan dan dihasilkan dari Riyadoh para muassisnya, di NU pengurusnya tidak bisa seenaknya, dalam tradisi NU harus ada mekanisme sowan terhadap Alim Ulamanya terlebih dahulu dalam memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan organisasi, ini yang membuat NU begitu keramat, dalam tindakan apapun restu alim ulama adalah hal yang paling utama. Terakhir, semoga momen 1 abad NU menjadi awal bagi kebangkitan Jam’iyah ini dan dijadikan refleksi bersama agar semua warga NU diberkahi oleh Muassis Nahdlatul Ulama.

[1] Dari CNN Indonseisa “https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221026021709-32-865346/gus-yahya-klaim-592-persen-pemeluk-islam-di-indonesia-mengaku-nu”

[2] M. Ali Haidar,Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia : Pendekatan Fikih dalam Politik, hal 63

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image