Belajar dari Semangat Gus Dur tentang Toleransi
Info Terkini | 2023-01-23 15:53:46KH. Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Dur merupakan tokoh yang pemikirannya banyak diadopsi lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren. Semangat toleransi ini menjalar ke banyak pondok pesantren yang mengajarkan toleransi, menghormati hak asasi manusia (HAM) dan konsisten pada visi penguatan masyarakat sipil. Pluralisme, inklusivisme dan multikulturalisme adalah ajaran-ajaran mantan Presiden RI tersebut yang masih relevan hingga saat ini untuk dipraktikan.
Multikulturalisme merupakan salah satu ajaran Gus Dur yang hingga kini masih diikuti banyak orang. Mantan Presiden RI itu mengungkapkan, di dalam multikulturalisme ada nilai-nilai kemanusiaan yang dapat menyatukan umat manusia dari berbagai macam keberagaman. Dari nilai-nilai itu, ada semangat toleransi untuk memahami dan menghormati perbedaan dari heterogenitas umat manusia.
Dari ajaran terssebut melahirkan worldview (pandangan dunia) yang anti terhadap pemikiran merusak dan melindungi kelompok minoritas. Pandangan ini berangkat dari realitas bahwa multikulturalisme merupakan realitas karena berbagai kelompok manusia menciptakan kulturnya masing-masing. Jika tidak ada semangat toleransi di dalamnya, maka konflik tidak akan dihindari.
Gus Dur meyakini pluralitas di dunia merupakan keniscayaan dalam kehidupan manusia. Semangat pluralisme ini harus ditangkap oleh rakyat Indonesia untuk memahami kemanusiaan. Multikulturalisme sendiri tumbuh sebagai paham yang menghargai humanisme. Manusia diposisikan dengan kedudukannya sebagai makhluk yang setara dalam hak dan kewajiban.
Kesetaraan untuk diakui keberadaannya, didengar pendapatnya, dihormati keyakinan dan agamanya.Di era Gus Dur, kelompok minoritas mendapatkan hak untuk beraktivitas dalam kehidupan yang tentunya tidak bertentangan dengan ideologi bangsa dan negara. Kebebasan pun diberikan kepada mereka untuk berkembang dan berdampingan dalam kedamaian.
Tentunya ini membutuhkan upaya yang tidak sedikit. Semua pihak dipahamkan agar memiliki tindakan yang besar terhadap multikulturalisme dan demokrasi yang berwawasan kebangsaan. Ini yang selalu diusahakan untuk melakukan transformasi ide-ide cemerlang dalam wujud budaya kebangsaan.
Untuk mewujudkan itu tentunya tidak mudah, apalagi Indonesia baru lepas dari cengkeraman otoritarianisme Orde Baru. Oleh sebab itu, dibutuhkan perjuangan dan penegasan hukum serta keadilan yang sangat kuat di negeri ini untuk melahirkan cara pandang toleran dan inklusif.
Prinsip kemanusiaan yang bertentangan dengan penindasan, ketidakadilan, kesewenang-wenangan harus dihilangkan. Termasuk di dalamnya adalah pelanggaran terhadap hak-hak kaum minoritas yang termarjinalkan oleh mayoritas.
Intimidasi terhadap kelompok minoritas seringkali terjadi akibat dari kultur budaya yang tidak menghormati HAM. Kultur itu sendiri menjadi bagian dari hidup semua komunitas manusia dalam sejarah di muka bumi. Untuk itu, multikulturalisme menjadi kebutuhan kontemporer dalam kehidupan manusia. Tujuannya adalah agar manusia dapat hidup secara berdampingan tanpa adanya kecurigaan dan konflik.
Dengan cara pandang yang ramah terhadap perbedaan, maka itu menjadi modal penting bagi kita untuk menatap masa depan yang lebih baik. Gus Dur sudah mengajarkan kepada kita tentang itu semua. (*)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.