Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irwan Zulkarnain, M.Hum

Menggapai Citra ASN Tangguh

Sekapur Sirih | Monday, 23 Jan 2023, 01:39 WIB

‘Apa mahar untuk calon pengantinmu nanti? tanya saya pada Asep yang berstatus sebagai seorang ASN pusat pada salah satu Kementerian. Asep menjawab dengan ringan sambil tersenyum menyeringai, “Hanya dengan SK ASN cukup membuat calon istri dan mertua bahagia”.

Dari gambaran situasi percakapan di atas, menunjukkan sebuah fenomena umum yang banyak terjadi pada masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa status ASN merupakan sebuah kebanggaan yang dapat memudahkan banyak urusan. Mulai dari urusan kredit konsumtif sampai fasilitas pulsa gratis.

Namun, dibalik semua kemudahan dan kenikmatan yang hadir karena status ASN tersebut tentu saja membawa konsekuensi dan tanggung jawab profesi sebagai abdi negara yang dituntut menjadi pelayan publik dengan integritas yang tinggi, professional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Berbagai kenikmatan ini sudah dapat dirasakan ketika seorang calon ASN baru saja menerima Surat Keputusan (SK) ASN. Banyak bank menawarkan berbagai fasilitas pinjaman mulai dari kredit kepemilikan rumah, kendaraan, kebutuhan konsumtif lainnya seperti rencana pernikahan, biaya liburan domestik maupun luar negeri dan biaya kuliah, Bahkan kegiatan keagamaan seperti umroh dan pembiayaan booking kuota haji pun menjadi tawaran yang menggiurkan hanya dengan jaminan SK tersebut.

Untuk urusan yang satu ini, seorang ASN harus dapat mempertimbangkan dengan cermat dan teliti antara prioritas kebutuhan dan kemampuan membayar sesuai dengan proporsi besaran gaji dan tunjangan yang didapat serta pemenuhan kebutuhan lainnya. Jangan sampai jumlah cicilan yang harus dibayarkan menjadi tuntutan di luar kemampuannya, sehingga menjadikan hal tersebut alasan untuk mencari-cari tambahan penghasilan yang akhirnya tergoda melirik peluang korupsi yang jelas haram hukumnya.

Selain itu juga, banyak masyarakat menilai bahwa status ASN dianggap sebagai sesuatu yang bergengsi atau prestige. Hal ini seringkali membuat sebagian besar ASN terjebak dalam stigma yang menyebabkan mereka berada di dalam zona nyaman karena sudah merasa cukup hanya dengan status ASN-nya.

Hal ini juga dikarenakan status ASN memberikan rasa tenang secara finansial dengan mendapatkan gaji dan tunjangan serta terjaminnya masa tua dengan adanya fasilitas uang pensiun. Pandangan ini tentu saja akan berdampak terhadap prestasi kerja ASN tersebut karena dapat berakibat kinerja yang stagnan, tidak inisiatif, kurang kreatif, malas berkompetisi dan enggan belajar ilmu ataupun keterampilan baru untuk mengupgrade dan mengupdate kualifikasi kompetensinya.

Prestasi kerja yang buruk jelas akan mempengaruhi kinerja satuan kerja dimana pergawai tersebut ditempatkan. Hal ini dapat berujung kepada buruknya penilaian serta hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor pelayanan publik satuan kerja tersebut.

Hal lain yang sering menjadi sorotan masyarakat dan telah membentuk preseden ataupun persepsi negatif yaitu masalah kedisiplinan ASN. Masyarakat memandang status ASN yang notabene memberikan jaminan rasa aman terhadap ancaman PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara sepihak telah membuat ASN menjadi malas, tidak produktif, kurang peduli dengan aturan kedisiplinan dalam mematuhi jam kerja dan tidak efisien serta efektif dalam menyelesaikan pekerjaan sebagai amanah jabatan yang diembannya.

Namun pada kenyataannya, ASN saat ini dituntut dapat bekerja sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku. Bagi ASN yang melanggar jelas akan berdampak terhadap portfolio-nya.

Pelanggaran dapat menyebabkan turunnya penilaian pencapaian kinerja pegawai bersangkutan dan akan berimbas kepada pemotongan tunjangan kinerja sampai dengan sanksi administratif kepegawaian serta tertahannya Kenaikan Gaji Berkala dan penundaan kenaikan pangkat. Sanksi tersebut pada prinsipnya jelas akan menghambat pengembangan karir ASN bersangkutan dan secara birokrasi juga akan mempengaruhi keseluruhan kinerja satuan kerja.

Hal lain yang menjadikan status ASN begitu menggiurkan adalah berbagai fasilitas dan remunerasi yang didapatkan sepanjang karir dan masa kerjanya, seperti jaminan kesehatan (BPJS), tabungan perumahan Bapertarum ASN dan tabungan pensiun (Taspen).

Sebetulnya semua fasilitas ini merupakan bagian dari unsur gaji ASN tersebut. Ini artinya gaji pegawai akan dipotong setiap bulannya untuk semua fasilitas ini. Namun kenyataannya dari jumlah tabungan yang dapat digunakan dari fasilitas-fasilitas tersebut sudah sangat tidak relevan dengan kondisi pada saat ini.

Seperti halnya Bapertarum, akumulasi tabungan yang dapat digunakan untuk pembayaran uang muka pembelian perumahan sangatlah jauh di bawah dari yang dibutuhkan pada umumnya. Begitu pula dengan Taspen yang akan cair hanya setelah ASN bersangkutan memasuki usia pensiun atau pensiun karena suatu hal, dengan total saldo selama masa kerja yang sepertinya belum sesuai dengan yang diharapkan.

Oleh karena itu, ASN harus lebih cermat dan cerdas dalam memanage penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi, keluarga dan rumah tangganya, baik selama masa aktif bekerja maupun masa pensiun.

Tidak selamanya image dan impresi yang baik membawa berbagai kenikmatan tanpa konsekuensi. Begitu pula beragam privileges yang diperoleh seorang ASN dari statusnya, tentu saja melahirkan beban tanggung jawab yang tidak mudah dan harus dijaga.

Hal ini wajib dilakukan agar tidak sampai terjebak dalam halusinasi dan buaian kenikmatan sesaat yang akhirnya berdampak buruk bagi citra integritas ASN. Selain itu, kinerja yang tidak profesioanal akan menghambat proses pengembangan potensi dan kompetensi diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai abdi Negara serta pelayan publik bagi masyarakat luas.

Dari gambaran kondisi tersebut di atas, maka perlu kita sadari bahwa kesempatan yang telah diraih seseorang ketika diangkat dan disumpah menjadi ASN adalah prestasi yang harus selalu dipertahankan agar dapat terus menjadi ASN yang tagguh, dapat dibanggakan dan diandalkan baik oleh negara maupun masyarakat sebagai pengguna dari pelayanan publik yang prima dan akuntabel dari ASN tersebut dengan segala kapasitas dan kompetensi diri yang dimilikinya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image