Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nurul Hidayati

Apa itu Qardh? Pengertian, Fatwa MUI, Manfaat

Eduaksi | Thursday, 19 Jan 2023, 13:08 WIB

Al-Qardh (utang) berasal dari kata qarada – yaqridhu – qardhan. Secara bahasa asalnya adalah Al-Qath'u (potongan) atau terputus. Sedangkan secara istilah ialah harta yang diberikan seseorang kepada orang lain untuk dikembalikan lagi ketika ia telah mampu. Sederhananya, Qardh disebut juga dengan utang piutang. Pada dasarnya pinjam meminjam dari seseorang bertujuan untuk menolong, menunjukkan sikap ramah tamah, dan memudahkan urusan kehidupan sesama, bukan untuk memperoleh keuntungan.

Di zaman sekarang, orang berlomba-lomba untuk mengikuti trend yang sudah pasti tidak ada habisnya. Sehingga tidak bisa mendahulukan mana yang termasuk dalam kebutuhan atau hanya sekadar keinginan. Sebagai contoh, kebutuhan mahasiswa adalah makan sehari-hari, tempat tinggal atau kos, uang kuliah, paket internet, dll. Sedangkan keinginan untuk ke cafe setiap hari, belanja barang yang tidak terlalu penting di mal, update gadget setiap tahun, malah membuang-buang energi, waktu, serta uang. Demi tercapainya life style yang diinginkan atau mengikuti trend yang ada, orang tidak akan berpikir panjang untuk mencari pinjaman. Dari pinjaman yang legal hingga ilegal.

Oleh karena itu, Dewan Syari’ah Nasional menetapkan Fatwa tentang al-Qardh agar lembaga-lembaga keuangan dapat menjalankan akad sesuai dengan syari’ah Islam. Fatwa tentang al-Qardh di antaranya terdiri dari ketentuan umum al-Qardh, sanksi, serta sumber dana. Adapun ketentuan umum al-Qardh menurut fatwa dewan syari'ah nasional NO: 19/DSN-MUI/IV/2001, yaitu:

1. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.

2. Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.

3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.

Sanksi yang ditetapkan jika nasabah melanggar akad, yaitu:

1. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidak-mampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.

2. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa --dan tidak terbatas pada-- penjualan barang jaminan.

3. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh.

Terakhir, sumber sumber dana al-Qardh:

1. Bagian modal LKS;

2. Keuntungan LKS yang disisihkan;

3. Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada LKS

Al-Qardh dalam Lembaga Keuangan Syariah

Aplikasi Al-Qardh dalam Perbankan Syariah. Akad Qardh biasanya diterapkan pada hal-hal berikut:

1. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya uang yang dipinjamnya itu.

2. Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito.

3. Sebagai produk untuk menyambung usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial.

Adapun manfaat-manfaat Al-Qardh, yaitu memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapatkan talangan jangka pendek, ada misi sosial kemasyarakatan, transaksi Al-Qardh bersifat mendidik dan peminjam wajib mengembalikan, sehingga dana tersebut terus bergilir dan semakin bertambah dan diharapkan peminjam nantinya juga dapat mengeluarkan zakat atas usahanya sendiri, percepatan pembangunan ekonomi rakyat melalui usaha mikro yang berbasiskan syariat Islam dapat diwujudkan menjadi kenyataan.

Jadi, agar terhindar dari utang piutang ada baiknya untuk tidak mengikuti tren yang ada, mendahulukan kebutuhan daripada keinginan, dan yang pasti berzakat dan bersedekah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image