Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aulifah Rachmawati

Menjegal PMI Ilegal

Eduaksi | Thursday, 19 Jan 2023, 10:54 WIB
Pekerja Migran Indonesia (Dok. Pribadi)

Bekerja ke luar negeri sejak dahulu merupakan pilihan yang menggiurkan bagi warga negara Indonesia yang ingin mengubah kehidupan dan perekonomiannya. Terlebih bagi mereka yang sulit mendapatkan pekerjaan di Indonesia. Mudahnya mendapatkan pekerjaan dan tingginya gaji yang ditawarkan merupakan salah satu daya tarik yang menyebabkan warga negara Indonesia berlomba-lomba untuk bekerja ke luar negeri.

Warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia kini disebut sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) bukan lagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sesuai dengan Undang Undang No. 18 Tahun 2017 tentang pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Saat ini tercatat sebanyak 198.754 orang yang diketahui sebagai PMI pada tahun 2022, angka ini meningkat sebesar 173,7% dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya mencatat 72.624 orang.

Namun keindahan yang ditawarkan dari bekerja ke luar negeri ternyata dalam kenyataannya tidak semudah itu didapatkan, banyak warga negara Indonesia yang bekerja ke luar negeri mengalami perilaku yang tidak menyenangkan. Perilaku yang tidak menyenangkan tersebut sering dialami oleh warga negara Indonesia yang bekerja di negara-negara Timur Tengah, khususnya yang bekerja sebagai asisten rumah tangga atau di sektor informal. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya laporan yang diterima oleh Dinas Tenaga Kerja dan BP2MI daerah setempat.

Foto Pelaporan yang dilakukan oleh Pihak Keluarga (Dok. Pribadi)

Oleh karena banyaknya laporan yang diterima, akhirnya pada tanggal 4 Mei 2015 Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan penyetopan sementara atau Moratorium pengiriman PMI ke sejumlah negara Timur Tengah yaitu Kuwait, Saudi Arabia, Yordania, Aljazair, Bahrain, Irak, Iran, Qatar, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab dan Yaman khususnya bagi yang bekerja di sektor informal. Langkah tersebut diambil dalam rangka pelindungan dan keamanan seluruh warga negara Indonesia di luar negeri yang menjadi tanggung jawab negara.

Namun demikian karena tingginya tekanan ekonomi dan sempitnya lahan kerja di Indonesia membuat sebagian warga negara Indonesia tetap nekat pergi ke Timur Tengah untuk bekerja meskipun dengan cara-cara yang ilegal. Banyak PMI yang berangkat bekerja ke Timur Tengah tidak memenuhi persyaratan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku seperti, belum berusia 18 tahun, tidak memiliki kompetensi, tidak dinyatakan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki jaminan sosial, tidak memiliki dokumen kependudukan yang disyaratkan, tidak memiliki surat rekomendasi pembuatan ID paspor dari Dinas Tenaga Kerja setempat dan tidak menggunakan visa bekerja melainkan menggunakan visa kunjungan/ziarah.

Foto Visa Ziarah (Dok. Pribadi)

Proses pemberangkatan melalui sistem seperti ini membuat PMI menjadi tidak terdata, dan tidak mendapatkan pelindungan hukum yang seharusnya, sehingga ketika terjadi permasalahan, kekerasan dan perlakuan tidak menyenangkan para PMI yang berangkat secara ilegal tidak dapat menuntut hak-haknya. Karena pemberangkatan PMI dengan cara tersebut tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan maka pemberangkatan PMI secara ilegal masuk dalam kategori Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pelaku pemberangkatan dapat dikenakan hukum pidana.

Foto PMI Ilegal yang siap dipulangkan dari hasil penggerebekan penampungan PMI Ilegal (Dok. Pribadi)

Pemerintah Indonesia saat ini sangat menekankan kegiatan pelindungan PMI dan pemberantasan TPPO dengan melakukan penguatan dasar hukum pelindungan PMI dan penguatan proses penempatan baik dari mulai proses pendaftaran hingga pemulangan PMI kembali ke negara asal.

Proses penguatan ini harus dimulai dari Pemerintahan Daerah khususnya Pemerintah Desa yang menjadi hulu dalam proses penempatan PMI. Selain itu Pemerintah Indonesia melalui BP2MI dan Pemerintah Daerah juga perlu memberikan sosialisasi kepada warga negara Indonesia terkait proses penempatan dan pemberangkatan PMI yang sesuai dengan aturan perundang-undangan kepada warga negara Indonesia. Selain itu pengawasan dari pihak Kepolisian dan TNI sangat diperlukan dalam mengoptimalkan proses penempatan dan pemberangkatan PMI.

Foto Pengarahan yang dilakukan oleh BP2MI kepada keluarga PMI Ilegal (Dok. Pribadi)

Adapun syarat yang perlu dipenuhi untuk dapat bekerja di luar negeri sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2017 pasal 5 meliputi: Berusia minimal 18 (Delapan Belas) tahun, memiliki kompetensi, Sehat jasmani dan rohani, Terdaftar dan memiliki nomor ke pesertaan jaminan sosial, serta Memiliki dokumen lengkap yang disyaratkan.

Apabila warga negara Indonesia telah memenuhi persyaratan tersebut, maka warga negara Indonesia dapat datang ke Dinas Tenaga Kerja setempat untuk menanyakan mengenai lowongan kerja yang tersedia di luar negeri, kemudian Dinas Tenaga Kerja akan membantu mencarikan dan menghubungkan warga negara Indonesia yang ingin bekerja ke luar negeri dengan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang sudah terdaftar pada Kementerian Tenaga Kerja untuk disalurkan. Setelah itu langkah selanjutnya akan dipandu oleh P3MI dalam pembuatan paspor, E-KTKLN (Elektronik Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) dan Visa Kerja.

Dalam pembuatan paspor khusus bagi warga negara Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri, pihak Imigrasi akan meminta surat rekomendasi ID paspor dari Dinas Tenaga Kerja setempat untuk mendata dan memastikan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan agar bisa bekerja ke luar negeri.

Adapun persyaratan yang perlu dipersiapkan untuk mendapat surat rekomendasi ID paspor dari Dinas Tenaga Kerja yaitu: Perjanjian Penempatan (Kontrak Kerja antara P3MI dengan PMI), Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Ijazah pendidikan terakhir, Surat Izin Keluarga yang telah ditandatangani/disahkan oleh Pemerintah Desa, Surat AK-1, dan Hasil Medical Check-Up.

Di samping peran Pemerintah, peran masyarakat juga sangat penting dalam proses penghentian penempatan PMI secara Ilegal. Adanya pengawasan dan pelaporan dari masyarakat terkait tempat penampungan PMI Ilegal ataupun oknum-oknum yang memberangkatkan PMI ke negara-negara Timur Tengah sangat membantu Pemerintah dalam proses penghentian penempatan PMI secara Ilegal dan pemberantasan TPPO.

Jadi, jika pembaca semua menemukan tempat-tempat penampungan PMI Ilegal ataupun oknum-oknum yang memberangkatkan PMI ke negara-negara Timur Tengah, jangan ragu untuk segera melaporkannya ke Dinas Tenaga Kerja dan BP2MI Daerah di wilayahnya masing-masing.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image