Sebagian Perkataan Muhammad Abduh Sudah Terbukti, Saatnya Kita Memperbaiki Diri
Agama | 2023-01-10 10:51:07Joseph Ernest Renan merupakan salah seorang filosof Perancis abad ke-19, lahir, 28 Februari 1823. Ia sangat mengagumi ilmu pengetahun dan agama yang dianutnya, yakni Kristen. Pendidikannya banyak dihabiskan di pendidikan tinggi gerejawi di kota asalnya, Tréguier. Ia banyak melahirkan berbagai teori dan renungan-renungan filsafat.
Tahun 1838, Renan mendapat tawaran belajar di Seminari Saint-Nicolas-Du-Chardonnet, Seminari Iissy-Les-Moulineaux, dan seminari Saint-Sulpice. Tahun 1852, ia mendapat gelar doktor sastra dengan disertasi tentang filsuf muslim, Ibnu Rusyd. Oleh karena itu, setidaknya ia telah mengenal sebagian kecil dari ajaran Islam.
Satu kisah menarik dan harus menjadi autokritik bagi kita sebagai muslim adalah ketika Renan berdialog dengan Muhammad Abduh, seorang ulama dan intelektual muslim asal Mesir. Ia berdialog dengan sang ulama inetelektual seputar nilai-nilai keluhuran Islam dan Kristen.
Pada mulanya, sang filosof Perancis tersebut terdesak, ia mengakui konsep-konsep keluhuran Islam. Namun tak dinyana, kemudian ia berkata, “Coba tunjukkan kepadaku diantara umat Islam yang merupakan gambaran dari konsep-konsep keluhuran Islam yang hebat yang tadi Anda sebutkan?”
Mendapat pertanyaan tersebut, Muhammad Abduh tertunduk sedih. Ia tak dapat menyangkal bahwa kaum muslimin masih terbelakang. Umat Islam belum menerapkan konsep-konsep keluhuran Islam dalam kehidupan nyata.
Dialog tersebut terjadi pada akhir abad ke-19. Pada saat itu dunia Islam sedang mengalami kemunduran. Negeri-negeri muslim dijajah Barat, padahal sebelumnya pada abad ke-13, dunia Islam berada pada puncak kejayaan.
Meskipun mempelajari pemikiran filosof muslim, sampai akhir hayatnya Renan tak masuk Islam. Ia meninggal pada usia 69 tahun, tepatnya pada tanggal 2 Oktober 1892 di Paris, Perancis. Jenazahnya kemudian dimakamkan di pemakaman Montmartre di Paris.
Pada kesempatan lainnya, Muhammad Abduh berjalan-jalan di kota Paris. Ia begitu terpesona dengan keindahan dan kebersihan kota Paris. Ia berujar dalam hatinya, “di kota ini sangat sedikit yang beragama Islam, namun kehidupannya Islami. Sementara penduduk Mesir mayoritas beragama Islam, namun kehidupannya belum benar-benar Islami. Sampah berserakan hampir di setiap tempat.”
Dalam suatu kesempatan ia pernah berujar, bisa jadi suatu saat , “al islamu mahjubun bin muslim.” Bisa jadi, suatu saat kemuliaan dan kesucian Islam akan terhalang, dikotori orang Islam sendiri.
Masih berkenaan dengan filosof Perancis, ada satu lagi filosof terkenal asal Perancis, yakni Roger Garaudy. Ilmuwan dan filosof ini lahir 17 Juli 1913 di Marseille, Prancis, dan wafat 13 Juni 2012. Pada usia 69 tahun, ia menjadi seorang muslim.
Latar belakangnya beragama Kristen namun aktif di Partai Komunis. Keaktifannya di Partai komunis tersebut sering menimbulkan benturan dan gejolak dalam jiwanya. Berkali-kali ia mencoba menyatukan antara konsep Marxisme dan iman Kristiani. Namun demikian, secara konseptual keduanya bertentangan satu sama lain, tak mungkin bersatu.
Kristen mengajarkan ihwal transendensi dan harapan akan akhirat. Sementara Marxisme penekanannya kepada materialisme historis, dan mengingkari segala transendensi serta kepercayaan akan hal-hal gaib. Benturan dan gejolak dalam jiwanya sering melahirkan pemikiran-pemikiran yang nyeleneh dan selalu memberikan kritik keras terhadap konsep komunis. Hal ini mengakibatkan pada tahun 1970 ia dipecat dari kepartaian komunis .
Singkat cerita, setelah dipecat dari Partai Komunis ia mencurahkan pemikirannya kepada peradaban, termasuk peradaban Islam. Jauh sebelum ia masuk Islam, ia sudah bersimpati terhadap Islam dengan menyumbangkan pemikirannya tentang peradaban Islam.
Satu hal yang membuatnya masuk Islam adalah keadilan dan kebijakan yang dilakukan para algojo ketika ia menjadi tahanan politik di Aljazair. Pada September 1940, ia dan sejumlah tahanan lainnya digelandang ke sebuah kompleks penjara di kawasan gurun Aljazair. Hukuman itu berlangsung 33 bulan lamanya.
Hukuman di penjara ini merupakan awal Garaudy menekuni agama-agama. Di negeri asing tersebut, ia banyak menghabiskan waktunya dengan mempelajari kitab-kitab suci Taurat, Injil, dan al Quran. Kesempatan tersebut pun merupakan kali pertama baginya berinteraksi langsung dengan masyarakat Islam.
Pada Maret 1941, sejumlah tahanan politik melakukan pemberontakan di kompleks tahanan, namun pihak penguasa rumah tahanan dapat mengendalikannya dengan sigap dan cepat. Sesaat kemudian, kepala penjara mengumpulkan semua tahanan yang terlibat di sebuah lapangan terbuka.
Dengan penuh murka, para sipir mengeluarkan para tahanan dan dijemur di bawah terik matahari gurun pasir. Kepala penjara menyuruh regu algojo yang berkebangsaan Aljazair untuk menembak mereka sampai mati. Akan tetapi, seluruh algojo menolaknya. Pada awalnya, Garaudy heran dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Sebab, cekcok mulut antara komandan dan para algojo menggunakan bahasa Arab yang tidak dipahaminya.
Belakangan, Garaudy mengetahui pokok persoalannya dari seorang sipir. Para algojo itu membangkang instruksi kepala penjara karena kehormatan sebagai muslim melarangnya melepaskan tembakan kepada orang-orang tidak bersenjata.
Perilaku tersebut menjadikan dirinya semakin simpati terhadap Islam, dan mendorong dirinya untuk semakin mendalam mengenal Islam, dan pada akhirnya mengantarkan dirinya mengucapkan dua kalimah syahadat.
Dari paparan tersebut kita dapat menarik pelajaran, pertama, orang tidak tertarik dengan ajaran Islam, karena sikap tidak Islami para pemeluknya. Umat Islam tidak membumikan Islam dalam kehidupan.
Harus diakui, masih banyak dari kalangan kita umat Islam yang enggan menjaga kebersihan. Membuang sampah ke sungai, dan di lingkungan sekitar kita seolah-olah menjadi budaya kita yang nota bene mayoritas berpenduduk muslim. Padahal konsep kebersihan dan mejaga lingkungan jelas-jelas telah digariskan dalam ajaran Islam. Pahalanya tak tanggung-tanggung, Allah mencitai orang-orang yang menjaga kebersihan.
Kedua, jika kita sebagai bagian dari umat Islam tidak berperilaku Islami, tidak membumikan ajaran Islam dalam kehidupan nyata, pada hakikatnya kita tengah menutup ajaran dan kemuliaan Islam itu sendiri. Ajaran Islamnya tetap mulia hingga akhir zaman, namun orang-orang tidak akan tertarik dengan ajaran Islam, karena perilaku para penganutnya yang tidak Islami.
Joseph Ernest Renan tidak tertarik dengan ajaran Islam meskipun ia bergelut mempelajari pemikiran filosof muslim karena dalam kenyataannya, umat Islam tak berperilaku Islami. Sampai-sampai Muhammad Abduh tak bisa menjawab ketika ditanya implementasi konsep Islam dalam kehidupan nyata.
Ketiga, jika kita amati, gejala-gejala “al islamu mahjubun bin muslim” tengah melanda umat Islam Indonesia pada sat ini. Pondok Pesantren dengan pigur kiainya yang dahulu merupakan lembaga pendidikan berwibawa sarat dengan kemuliaan akhlak, kini menjadi sorotan media dan khalayak. Ulah bejad oknum-oknum yang mengaku ustadz dan oknum kiyai pengelola pondok telah mengotori “kesakralan” pondok pesantren, sekaligus mencoreng pendidikan Islam.
Kini kesakralan ajaran Islam tengah dikotori umat Islam sendiri. Perilaku yang sedang viral dan masih hangat dibicarakan adalah sawer ketika pembacaan ayat suci Al Qur’an. Dalam agama apapun membaca ayat-ayat kitab suci merupakan perbuatan suci dan mulia. Siapapun harus menghormati ketika ayat-ayat suci tersebut tengah dibacakan, terlebih-lebih dalam ajaran Islam. Ketika ada seseorang tengah membacakan al Qur’an kewajiban kita adalah diam, mendengarkan, dan menyimaknya, bukan menyibukkan diri dengan saweran.
Menumpuknya 1,9 ton sampah di bangunan suci, masjid Al Jabbar yang baru diresmikan akhir tahun lallu, jangan dipandang hanya onggokan sampah yang mengotori lingkungan belaka. Tapi, hal tersebut menunjukkan, betapa sebagian umat belum mampu menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Bukankah disiplin membuang sampah itu bagian dari keimanan?
Keempat, hal-hal kecil yang menunjukkan kemuliaan Islam akan menarik orang bersimpati terhadap Islam, tertarik mempelajari, dan akhirnya ikrar menyatakan diri memjadi seorang muslim. Kisah masuk Islamnya Roger Garaudy bukan karena ceramah yang berapi-api, namun ketertarikannya terhadap Islam karena melihat implementasi kemuliaan akhlak Islam dalam kehidupan nyata.
Kita harus menyadari akan kelemahan diri kita sebagai bagian dari umat muslim, yakni belum sepenuhnya mengimplemnatasikan ajaran Islam dalam kehidupan. Mumpung masih ada waktu, sudah saatnya kita memperbaiki diri dan bertekad menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Meminjam jargon Aa Gym, kita harus mulai menerapkan ajaran Islam mulai dari hal yang terkecil, mulai dari diri sendiri, dan dimulai dari saat ini juga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.