Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Menyemai Kebersamaan di Tahun Politik

Politik | Wednesday, 04 Jan 2023, 12:15 WIB
Penyelenggaraan Pemilu 2024 harus menjamin harmonisasi interaksi sosial di tengah masyarakat. Foto: Republika

Kehidupan sosial masyarakat di Tanah Air sangat tergantung sikap elit-elit politik, khususnya di tahun politik. Tidak terasa, Pemilu 2024 tinggal menghitung bulan. Selama itu, riuh rendah politik disesaki dengan isu-isu liar di tengah masyarakat.

Urgensi menyemai kebersamaan menjadi penting agar keharmonisan sosial tetap terjaga. Dengan kehidupan sosial yang plural, maka dibutuhkan cara pandang yang ramah terhadap semua perbedaan. Pluralisme agama adalah sebuah pandangan yang ada dalam satu masyarakat harus saling mendukung untuk bisa hidup secara damai.

Mengapa agama berkaitan dengan kebersamaan di tahun politik? Realitas masyarakat Indonesia adalah relijius. Perbedaan antarpemeluk agama bisa memicu konflik jika tidak dikelola dengan baik, atau dijadikan bahan bakar adu domba dalam kancah perpolitikan nasional.

Untuk itu, pluralisme agama hendaknya diterima sebagai realitas sosial untuk memperkuat kehidupan sosial keagamaan. Dengan begitu, umat beragama bersama-sama untuk saling menghargai, menghormati dan bersikap toleransi dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Umat memiliki benteng kokoh dan filter untuk tidak mudah diprovokasi.

Selain agama, perbedaan suku dan ras pun bisa menjadi ancaman perpecahan. Kita memiliki banyak suku, bahasa daerah, dan adat istiadat beragam. Pluralitas menjadi ciri kehidupan masyarakat serta kodrat kehidupan manusia. Keragaman ini menjadi kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia. Oleh sebab itu tentunya semua pihak harus merawatnya. Kehidupan bersama memiliki konsekuensi adanya interaksi sosial yang tentunya membutuhkan kerukunan. Tanpa itu semua, masyarakat terpecah dan terpolarisasi dalam banyak kubu.

Elit politik menjadi kunci lahirnya harmonisasi interaksi sosial di tengah masyarakat. Mengapa? Karena isu agama dan kesukuan banyak dimainkan dalam permainan politik. Persoalan etnis dan agama dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu untuk memanaskan situasi politik. Pada akhirnya memunculkan konflik yang berpijak pada etnonasionalisme yang berawal dari politik identitas.

Kita menyadari Indonesia tidak bisa lepas dari politik nasionalisme relijius. Di media sosial, persoalan agama, politik dan suku sering menjadi trending topic untuk beberapa saat. Ini juga problem karena banyak kalangan termakan isu dan wacana yang hadir di media sosial.

Kita menyadari bahwa Indonesia yang majemuk dengan ketimpangan sosial, kecemburuan antaretnis dan agama, ketidakmerataan pembangunan Jawa dan nonjawa, berkontribusi dalam menghadirkan konflik identitas di Indonesia.

Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu interupsi, baik kepada penyelenggara negara maupun elit parpol, agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan komunikasi politik. Kita tentunya berharap satu tahun ke depan ini tidak ada peristiwa besar yang meluluhlantakan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Menyemai kebersamaan antar kita jauh lebih penting dibandingkan memainkan isu-isu liar yang memanaskan kehidupan sosial kita. Semoga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image