Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adib Nur Aziz

Mengapa Hadits Perlu Dikritik

Agama | Thursday, 29 Dec 2022, 07:20 WIB

Kajian tentang ilmu hadits semakin berkembang seiring perkembangan informasi dan teknologi. Tidak hanya para ilmuwan muslim, para sarjana Barat pun memiliki minat yang sangat tinggi dalam kajian hadits. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya buku dan jurnal yang ditulis oleh ilmuwan Barat yang membahas seputar hadits.

Salah satu topik bahasan yang berkembang dalam ilmu hadits adalah kajian tentang ilmu kritik hadits. Ilmu kritik hadits digunakan untuk memastikan kebenaran suatu hadits. Sebuah hadits harus benar-benar diyakini shahih dan berasal dari Nabi Muhammad SAW.

Ilmu kritik hadits lahir karena kebutuhan akan validasi dari hadits-hadits yang beredar hingga saat ini. Seperti diketahui, prasyarat rekonstruksi sejarah adalah dengan melakukan kritik sumber. Adapun sumber sejarah Islam yang utama hanyalah hadits. Oleh karena itu, kajiaan tentang kritik hadits adalah barang wajib di kalangan umat Islam.

Seorang guru besar di Belanda, Harald Motzki, mengelompokkan para ilmuwan barat dalam empat golongan berdasarkan pendekatan metodologi mereka dalam mengkaji dan melakukan kritik hadits. Keempat kelompok itu adalah kritik hadits berdasarkan matan saja, berdasarkan isnad saja, berdasarkan isnad dan matan sekaligus, dan berdasarkan koleksi di mana hadits muncul.

Dari hasil telaahnya, Motzki menyebutkan bahwa metode yang paling akurat adalah metode berdasarkan isnad dan matan sekaligus (isnàd-cum-matn). Namun demikian, kesimpulan yang diambil oleh Motzki tidak serta merta membuatnya puas. Kesimpulan ini masih membawa masalah yang harus diselesaikan, Ia masih menyimpan kegalauan karena ada dua buah pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan mudah. Pertama, dapatkah metode ini memberikan penanggalan yang dapat diandalkan dalam segala situasi? Kedua, apakah penanggalan tersebut akan diterima secara umum?

Kesimpulan berani dari Motzki ini mementahkan metode kritik hadits yang dilakukan para ilmuwan Barat sebelumnya. Metode kritik hadits yang digunakan Motzki mirip dengan yang digunakan oleh ilmuwan muslim. Hal ini menjadi titik temu yang sangat baik antara ilmuwan muslim dan ilmuwan Barat dalam mengkaji kritik hadits.

Dua pertanyaan yang membuat galau Motzki di atas bisa dijawab dengan sebuah cara pandang atau paradigma bahwa sebuah kajian tentang kritik hadits harus didasari dengan keimanan. Kita harus menyakini adanya perawi-perawi hadits yang jujur, adil dan dhabit (kuat hafalannya).

Dengan demikian, konten atau matan suatu hadits yang benar-benar diperoleh dari para perawi yang baik bisa dijadikan landasan yang kuat untuk merekonstruksi sejarah Islam ketika Nabi Muhammad hadir di dunia ini, sekaligus menjadikannya rujukan yang diyakini valid sebagai dasar untuk merumuskan berbagai ajaran Islam.

Kita juga menyakini bahwa hadits-hadits palsu memang nyata adanya karena adanya orang-orang yang melakukan tindakan tidak jujur. Faktanya, dari ratusan ribu hadits yang didata dan diketahui oleh Imam Bukhari, hanya sekitar 7.000 buah hadits yang ia yakini benar-benar shahih dan dituangkan dalam kitab Shahih Bukhari. Oleh karena itu, kajian tentang kritik hadits memang wajib ada untuk mengatasi situasi tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image