Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asman

Membangun Paradigma Moralitas Anak Bangsa

Agama | 2022-12-28 09:07:24
Sumber: Kompasiana.com

Berbagai penafsiran mengenai moralitas yang berkembang di suatu bangsa, menunjukkan adanya berbagai persoalan yang belum selesai di diskusikan. Paradigma sendiri, merupakan upaya untuk merubah satu perspektif yang kaku, menjadi perspektif yang bisa menjadi sandaran bagi seluruh aspek kehidupan.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Thomas Khun ketika menulis buku “the structure of scientific revolutions” ia mengajak untuk merubah paradigma yang lama menuju pradigma atau cara pandang yang memiliki dasar dalam setiap tindakan.

Khun yang mencoba merubah paradigma dalam ilmu pengetahuan, tentunya sangat ideal jika cita-cita tersebut kita jadikan sebagai rujukan dan mengikuti konsep-konsep yang ia tawarkan untuk mengubah paradigma kita mengenai moralitas.

Cara pandang paradigma inilah yang juga kemudian membawa sosok cendekiawan muslim Kuntowijoyo merubah pandangannya mengenai ilmu sosial yang selama ini berkembang. menurutnya car akita memahami Islam dan kehidupan sosial haruslah dimensi teologis yang membawa kepada perubahan secara sosio-religi.

Perubahan tersebut harus disadari sebagai lompatan yang tinggi atas cara pandang Islam yang selama ini taklid, tekstual. Sehingga paradigma tersebut perlu diantarkan menuju satu perubahan yang memberikan dampak besar bagi perkembangan hidup umat manusia.

Baik Kuntowijoyo maupun Thomas Khun telah memperlihatkan bahwa pentingnya merubah kebiasaan yang tak memiliki pondasi pemikiran yang kuat. Realitas yang terjadi, ukuran seorang yang memiliki moralitas justru ditunjukkan dengan berperilaku baik, berdasarkan keseharian yang dilakukan.

Paradigma terhadap moralitas saat ini, terlalu sederhana memandang laku hidup. Ada juga Sebagian orang yang memanipulasi moralitasnya karena menginginkan sesuatu hal dari khalayak umum. Masyarakat awam juga memandang bahwa moralitas adalah tingkahlaku yang ditunjukkan.

Jika meminjam teori Dramaturgi Erving Goffman maka ini berkaitan dengan kegiatan interaksi sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. dengan kata lain, berbeda yang ditampilkan di depan layar dan dibelakang layar.

Paradigma moralitas merupakan cara pandang seluruh komponen bangsa, terhadap diri dan lingkungan yang tentunya akan memberikan pengaruh dalam berpikir, bertindak, bersikap dan sebagainya. semua komponen harus mampu melihat keadaan bukan hanya dari sisi luarnya, melainkan mampu melihat secara keseluruhan.

Paradigma moralitas ini, tidak hanya berfokus kepada bagaimana melihat laku seseorang atau kelompok, pada tataran satu aspek tetapi dengan melihat secara utuh komponen pendukung dalam penunjang moralitas itu sendiri.

Moralitas anak bangsa semakin menunjukkan keprihatinan yang serius. Cara pandang yang terlalu individualistic telah membawa satu dampak terjadinya degradasi moral pada anak bangsa.

Moralitas yang sering kita pertaruhkan kadang bukan pada tempatnya, namun seringkali dijadikan sebagai pertaruhan harga diri. Akhirnya Ketika tidak adanya cara pandang baru dengan penuh kehatia-hatian, maka negara ini akan mengalami krisis dan masuk pada the lost generation.

Olehnya itu, dibutuhkan analisis dan konsep baru yang mampu memberikan solusi terhadap berbagai persoalan.

Paradigma menuju Perubahan Moralitas

Ukuran dalam sebuah kebenaran ialah Ketika seluruh instrument pengukuran di penuhi secara baik dan sistematis tanpa adanya kekurangan satu aspek apapun. Begitupun dengan mengukur sebuah moralitas (karakter, ahklak) seseorang bukan hanya dalam satu aspek.

Banyak aspek yang perlu dijadikan sebagai ukuran dalam menentukan satu moralitas yang berkembang. moralitas adalah sebuah tingkahlaku, cara bersikap yang hadir dalam diri manusia (ahklak) tanpa di buat-buat terlebih dahulu, namun ia secara spontan hadir.

Namun hal demikian tidak menutup kemungkinan ada Sebagian orang yang benar-benar menyiapkan untuk memanfaatkan momen-momen tertentu untuk mendapat simpati banyak orang.

Sebagaimana yang saya jelaskan diatas, bahwa untuk mengukur apakah seseorang itu bermoral atau tidak, maka jangan jadikan tingkahlaku kesehariannya secara kasat mata menjadi ukuran satu-satunya. Sebab banyak hal yang telah di diskusikan di meja-meja bundar sebelum di tunjukkan di depan umum (formalitas).

Aspek moralitas ini perlu diubah dengan menggunakan paradigma baru. Paradigma baru inilah yang akan membawa perbaikan. karena realitasnya, mental (moralitas) kurang baik ini bukan hanya ditunjukkan oleh mereka yang memegang kekuasaan, melainkan sudah sampai kepada masyarakat awam sebagai akumulasi dari konkalikong secara berjamah yang dicontohkan oleh public figure saat ini.

Untuk melakukan perbaikan tersebut, kita perlu tahu gejala sosial yang sering dilakukan yang membawa kepada terjadinya kriis moral pada bangsa ini. setidaknya ada tiga hal menurut Sudarminta yaitu

pertama, masih merajalelahnya praktik KKN (kolusi, korupsi dan Nepotisme) yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan dari hilir hingga ke hulu. Kedua, lemahnya tanggungjawab sosial yang diperankan oleh pemimpin bangsa, para public figure dan sebaaginya. Ketiga ialah, tidak adanya rasa kemanusiaan yang banyak pada masyarakat kita saat ini.

Menurut Sudarminta, gejala sosial tersebut merupakan cikal bakal terjadinya berbagai persoalan moralitas saat ini.

Maraknya praktik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila maupun agama sebagai manifestasi dari ajaran moralitas telah menunjukkan kesenjangan pada aspek moral.

Tidak perlu heran dengan keadaan ini, karena yang terjadi ialah permainan dibelakang layar yang menentukan (lobi) keadaan.

Inilah yang penulis maksud bahwa perlu cara pandang kita mengenai moralitas dengan paradigma baru yang tidak hanya memandang pada satu aspek saja, melainkan pada aspek lain sebagaimana gejala sosial yang dijelaskan oleh Sudarminta.

Meminjam istilah Michel Foucault yaitu seringnya digulirkan wacana yang membuat semua serba by desain yang menguntungkan penguasa. Pengusaha dan penindas.

Solusi Dekadensi Moral

Tentunya kita tidak hanya berpangku tangan dan merenungi nasib. Ada beberapa hal yang bis akita lakukan yaitu membangun kesadaran.

Hal ini penting, karena yang lemah dan kurang dari masyarakat kita ialah bagaimana kesadara itu mampu muncul dan menjadi penggerak dalam berbagai persoalan.

Kesadaran yang pertama ialah kesadaran Qur’anik. Kesadaran ini berdasarkan kesadaran Al-Quran yang mana Al-Quran banyak bercerita mengenai kehidupan sosial, slah satunya dilarangnya berserikat atas dasar dan niat yang selain untuk agama Allah dan kesejahteraan mahkluk ciptaan Allah di muka Bumi.

Kesadaran Qur’anik ini dijadikan sebagai satu kesadaran bahwa agama Islam dengan wahyu Al-Qur’an yang diberikan kepadA Nabi Muhammad telah memberikan banyak tauladan dalam kehidupan.

Kesadarn yang kedua ialah kesadaran Individu. Kesadaran individu adalah hal yang amat penting, karena dari kesadaran inilah manusia akan menahan diri dari berbagai moralitas yang tidak baik dan melenceng dari ukuran sebuah moralitas.

Kesadaran individu harus disandarakan kepada aspek teologis, sehingga akan menjadi pengontrol jika khilaf dan hendak berbuat keburukan.

Terakhir ialah kesadaran kolektif. Kesadaran ini penting karena ini yang dibutuhkan bangs akita saat ini.

kesadaran kolektif akan membawa kita semua kepada satu pengetahuan bahwa, semua kehidupan ini manusia haruslah menjadi sosok mahkluk yang memberikan inspirasi dan kebermanfaatan bagi seluruh kehidupan.

Kesadran kolektif ini akan hadir jika kesadaran individu dan Qur’anik telah merasuk kedalam sukma seluruh komponen manusia tanpa terkecuali.

Inilah yang jika kita seriusi akan menjadi sebuah satu konsep membawa kita semua kepada satu kesadaran yang hakiki yaitu kesadaran teologis. Apapun yang kita lakukan semuanya akan dipertanggunjawabkan oleh kita masing-masing.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image