Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fathur Roziqin

Wakaf dan Blockchain: Bagaimana Peran Milenial?

Filantropi | Tuesday, 27 Dec 2022, 14:21 WIB

Umat muslim berkeyakinan bahwa wakaf merupakan salah satu bentuk sedekah jariyah yang dalam agama Islam pahalanya tidak akan terputus. Tiga amalan yang tidak akan pernah terputus adalah: seorang anak yang selalu mendoakan kedua orang tuanya (anak salih), ilmu yang bermanfaat, dan sedekah jariyah, dan wakaf salah satu sedekah jariah di antara tiga amalam tersebut.

Berdasarkan data yang dilakukan World Giving Index oleh Charities Aid Foundation pada Oktober 2018 bahwa masyarakat Indonesia sebanyak 46% gemar menolong orang asing, 78% gemar menyedekahkan uangnya, dan 53% berkenan menjadi relawan. Dalam hal ini, Indonesia menempati posisi pertama, dengan skor 59%, bahwa masyarakatnya tercatat sebagai masyarakat paling dermawan.

Pemberdayaan wakaf secara produktif dengan memanfaatkan teknologi digital diyakini sebagai peluang kemajuan wakaf yang ada di Indonesia. Maka peluang ini jika di sambut dengan antusias oleh lapisan masyarakat dan sinergitas lembaga yang berwenang dalam peningkatan mutu pengelolaan akan tercipta tujuan wakaf yaitu mempercepat pembangunan dan pemulihan ekonomi, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, pemahaman masyarakat perihal wakaf selama ini masih hanya berkutat pada 3 M: Masjid, Madrasah dan Makam. Berkaitan dengan masalah tersebut, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNKES) menyebutkan bahwa sebanyak 20 persen generasi milenial memiliki kemampuan untuk berwakaf, maka peran milenial yang mengerti dunia teknologi memungkinkan untuk bergerak sebagai peranan utama dalam memajuan wakaf secara masif.

Adapun peran milenial adalah dengan mempelajari dan menerapkan teknologi pada perekonomian di masa mendatang. Dengan hadirnya milenial sebagai tonggak utama akan mempercepat pembangunan dan pemulihan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar segera terwujud.Semarak pewakafan ke depan diyakini akan didorong oleh teknologi blockchain.

Blockchain merupakan teknologi yang dapat menyimpan data transaksi melalui suatu sistem “buku besar” yang terkoneksi pada ratusan hingga ribuan komputer di seluruh dunia. Kehadiran blockchain memungkinkan dana transparansi wakaf dapat meringankan beban nazhir sebagai orang yang melakukan pencatatan besar dengan system digital dan, dengan begitu, kepercyaan masyakat untuk mewakafkan harta bendanya berupa uang lebih fleksibel. Dan besar kemungkinan penduduk seluruh dunia dapat mewakafkan hartanya dengan begitu mudah dan cepat.

Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia antusias terhadap persoalan berbagi harta karena (mungkin) keyakinan terhadap doktrin "tiga amalan tidak akan terputus" di atas yang menjadikannya gemar berbagi. Oleh sebab itu, semarak perwakafan di Indonesia, melalui temuan data di atas, memungkinkan dapat mempercepat pembangunan dan pemulihan ekonomi sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa mutakhir ini Badan Wakaf Indonesia (BWI) meluncurkan program gerakan nasional wakaf tunai pada 25 Januari 2021 sebagai langkah awal pengenalan. Bahwa wakaf tidak hanya benda tidak bergerak, seperti halnya tanah, namun wakaf juga bisa berupa benda bergerak, seperti wakaf uang. Langkah awal tugas BWI saat ini adalah peningkatan literasi masyarakat terhadap pemahaman apa itu wakaf uang dan bagaimana memanfaatkan teknologi dalam pelaksanaan penggalangan dana wakaf agar lebih efisien sehingga memudahkan masyarakat menyalurkan sebagian hartanya untuk berwakaf.

Implikasi yang didapatkan dengan kehadiran blockchain ini selain memudahkan masyakat berwakaf (uang) juga dapat dilakukan tanpa perlu kedua belah pihak mengetahui satu sama lain untuk bertransaksi langsung secara digital. Menurut Prof. Dr. Raditya Sukmana SE., MA. terdapat tiga kelebihan jika pengelolaan wakaf menggunakan blockchain yang memungkinkan peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan wakaf.

Pertama, jika wakif dan nadzir terhubung pada suatu sistem blockchain, maka transaksi donasi wakaf dapat dilakukan dengan tingkat transparansi yang tinggi. Kedua, apabila wakaf berbasis blockchain, maka berkemungkinan dapat menjangkau wakif wakaf secara global, berkemungkinan besar wakif dari suatu negara untuk berwakaf di negara lain. Dan tentu ini menjadi peluang bagi negara yang membutuhkan pendanaan pembangunan dan pemulihan ekonomi.

Ketiga, sistem blockchain sebagai alat perekam bersama pada suatu kemunitas yang menghubungkan anggota satu dengan anggota lainnya—yaitu wakif (selaku donatur)—dan nazir (petugas wakaf) hingga mauquf alaih, maka antar pihat terkait saling mengawasi bersama dan transparasi dana akan jauh lebih efektif. Dengan peluang demikian, lambat laun kesejahteraan masyarakat seiring dengan sendirinya dapat berjalan secara maksimal (Sukmana, 2019).

Oleh karena itu, sebagai penggerak utama, untuk menyambut kehadiran teknologi tersebut, peran milenial sebagai generasi yang mengerti dunia teknologi, wakaf sebagai jalan mempercepat pembangunan dan pemulihan ekonomi sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat perlu digalakkan oleh generasi milenial, caranya dengan mempelajari teknologi blockchain dan menerapkannya di masa mendatang. Semoga ...

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image