Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ina Febriany

Membumikan Cerita Anak Berwawasan Moderasi Beragama

Eduaksi | Tuesday, 20 Dec 2022, 06:25 WIB
Pose Bersama Penggagas Yayasan Mulia Raya: Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A dan Prof. Dr. Musdah Mulia, M.A

Menulis cerita anak? tentu hal ini tidak asing lagi. Namun bagaimana jika menulis cerita anak namun tersirat nilai-nilai moderasi beragama di dalamnya? Wah, tentu bukan hal yang mudah. Meski terdengar sepele 'ah, cuma menulis cerita untuk anak-anak', nyatanya, ketika dipraktikkan, hal ini juga cukup membuat orang-orang dewasa berpikir dan merenung lebih dalam karena ada moral value yang harus penulis bawakan dalam setiap ceritanya.

Mengingat pentingnya penanaman nilai-nilai moderasi beragama sejak dini, maka Yayasan Mulia Raya menginisiasi kegiatan Pelatihan Menulis Cerita Anak (PMCA) Berwawasan Moderasi Beragama. Yayasan Mulia Raya ialah lembaga nonprofit yang didirikan oleh dua sepasang suami isteri penuh inspirasi, Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A dan Prof. Dr. Hj. Musdah Mulia, M.A.

Acara yang dibuka langsung oleh Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, selaku pendiri Yayasan Mulia Raya ini dihadiri oleh lebih dari 50 peserta yang lolos seleksi administrasi dan wawancara. Dalam sambutannya, Prof. Thib menyambut baik acara-acara yang mencerahkan seperti PMCA sebab baginya, masa keemasan anak-anak (golden age) ialah masa yang takkan pernah terulang. Anak-anak sebagai peniru ulung terlebih di masa- masa PAUD—perlu diberi gizi literasi berwawasan moderasi agar anak-anak mampu memahami perbedaan di sekelilingnya dan sadar untuk mau menerima perbedaan itu (toleransi). 'Tentu, proses literasi ini tidak instan. Anak-anak membutuhkan arahan, didikan dan bimbingan dari sosok terdekatnya yang tak lain adalah keluarga yakni ayah dan ibunya.' ucap Prof. Thib.

Senada dengan sambutan yang disampaikan oleh Prof. Thib, Prof Musdah juga merasa sangat bahagia atas terselenggaranya acara ini. Dalam sesi beliau tentang Literasi Berwawasan Moderasi Beragama, Bunda, sapaan akrab bagi Prof Musdah, masih mengingat jelas buku ‘luar biasa’ yang sering ia lihat sewaktu kecil. Hayatu Muhammad karya pemikir Mesir, M. Husein Haikal. Buku yang berisikan kisah hidup Rasulullah yang sering dibaca ayahandanya. Prof Musdah kecil selalu penasaran buku apakah yang sering sekali dibaca ayahnya? Beliau yang masih duduk di bangku SD kelas 4 sangat penasaran hingga akhirnya berupaya membaca karya fenomenal itu.

Peserta Antusias Mendengar Cerita Prof. Musdah

Apakah yang terjadi kemudian? Selang berpuluh-puluh tahun, buku itulah yang mengilhami Prof. Musdah untuk menulis disertasi tentang Moh. Husein Haikal. Buku itu pula yang akhirnya jua menghantarkan Prof. Musdah menjadi seorang doktor perempuan pertama di bidang pemikiran politik Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan hasil yang sungguh memuaskan. Karya beliau tentang pemikiran M. Husein Haikal mendapat dukungan penuh dari Prof. Munawir Sjadzali yang kala itu ialah dosen Sekolah Pascasarjana di UIN Jakarta yang juga menjabat sebagai Menteri Agama RI. Namun, Prof. Munawir masih mempertimbangkan referensi yang bisa dikaji mengingat biografi dan sumber bacaan terkait ulama besar Mesir itu masih sangat terbatas di Indonesia. Hingga suatu hari, ‘Musdah, kamu harus ke Mesir. Karena disanalah referensi tentang Husein Haikal bisa kamu peroleh,’ ucap Prof. Munawir. Prof Musdah pun terkejut, ‘Dari mana caranya saya bisa ke Mesir?’ bisiknya kala itu.

Pucuk dicita ulampun tiba. The law of attraction. Jika manusia sudah total berikhtiar, Tuhan pun akan mengirimkan banyak pertolongan dari arah mana saja. Mungkin ungkapan inilah yang sesuai untuk Prof. Musdah. Berkat niat dan kegigihannya, satu keajaiban terjadi. Prof. Munawir menelpon dirinya dan beliau mengajak Bunda untuk bertemu dan bercengkrama langsung dengan isteri dan anak-anak M. Husein Haikal yang kebetulan akan berkunjung ke Indonesia. Sungguh kesempatan langka. Sungguh rezeki tak terduga.

Cerita singkat yang terilhami dari sebuah buku yang sangat berkesan sejak Prof. Musdah kecil, setidaknya memberikan kita inspirasi bahwa otak anak-anak terdesign dengan sangat sempurna. Allah ciptakan kemampuan untuk mengingat hal-hal yang terjadi sejak kecil, sesederhana melihat buku yang kerap dibaca orangtuanya. Beruntungnya Prof Musdah, orangtuanya membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup, beliau bisa bersekolah setinggi-tingginya, serta suami yang mendukung penuh seluruh aktivitas akademisnya.

Bahagia Berfoto Bersama dengan salah satu karya fenomenal Prof. Dr. Musdah Mulia: Ensiklopedia Muslimah Reformis

Dalam paparannya, Bunda juga selalu menekankan pentingnya proses belajar. Tak peduli tentang usia ataupun soal status (menikah atau belum). Menikah baginya bukanlah hambatan untuk terus berproses dan belajar ilmu-ilmu baru. Justeru sebaliknya, jika menikah diniatkan semata-mata untuk ibadah, maka kedua pasangan hendaknya mendukung satu sama lain baik aktivitas domestik, publik, pendidikan, maupun aktivitas sosial kemasyarakatan. Relasi kesalingan ini terilhami dari satu term yang digunakan al-Quran dalam Qs. An-Nisa’/4: 19 yakni al-mu’aasyarah bi al-ma’ruf—saling mempergauli dengan cara yang baik, bijak, hormat dan penuh kasih sayang. Demikian al-Quran memberikan pandangan tentang ‘relasi kesalingan’ yang kedua-duanya (baik suami maupun isteri) memiliki hak dan kewajiban yang setara, saling mengisi, memahami, mau belajar dan menerima kekurangan masing-masing hingga tujuan pernikahan yang disebut dalam Qs. ar-Rum/ 21 bisa tercipta; sakinah (ketenangan dalam rumah tangga, berkat relasi kesalingan yang terjadi di antara keduanya).

Paparan Bunda Musdah terasa lengkap dan sempurna karena peserta juga diajak untuk praktik langsung 'memasak' kata langsung dari pakarnya, Bapak Eko Praptanto, penulis sekaligus editor buku anak. Pak Eko, mengajarkan kami bagaimana meramu ide, berpikir sebelum menulis hingga mampu menumpahkan ide tersebut menjadi sebuah tulisan ringkas, sederhana namun mengena. Menulis cerita anak baginya tak perlu redaksi yang panjang-panjang. 'Simple is genious' tuturnya. Semakin kata-kata itu ringkas dan mudah dipahami, maka semakin baik. Beliau juga memberi resep dalam menulis buku cerita anak, penulis tidak memusuhi titik. Sebab semakin banyak koma, maka semakin sulit jugalah cerita itu dipahami oleh anak.

Pak Eko Membaca Nyaring Buku 'I Love You By God'-- Buku Dengan Bahasa Sederhana Namun Sarat Makna

Selain Pak Eko, peserta juga dibekali wawasan menulis dari Ibu Endah Lismartini, seorang jurnalis yang telah lama berkecimpung di dunia tulis menulis. Ibu Endah mendeskripsikan menulis bagaikan proses transfer ilmu, informasi, pendapat, ideologi, gagasan yang sedapat mungkin semuanya bermuara pada 'keadilan'. Prinsip adil ini sangat penting mengingat seringkali penulis lupa tujuan dirinya menulis yakni menyuarakan perspektif keadilan universal.

Ibu Endah Lismartini Memberikan Banyak Wawasan Baru Tentang Prinsip Adil Gender Dunia Kepenulisan

Orang yang adil-- lanjut Ibu Endah ialah orang yang mampu menyesuaikan diri dengan standar hukum yang berlaku; hukum agama, hukum negara maupun hukum sosial. Orang yang adil pun mampu bersikap imparsial, sikap seimbang dan memihak hanya kepada kebenaran bukan pada persamaan suku, budaya, bahasa apalagi agama. 'Karenanya, prinsip adil ini sangat penting dipaparkan dalam tulisan, utamanya adil gender karena laki-laki dan perempuan sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang setara baik di hadapan Tuhan (spiritual) maupun sesamanya (sosial),' pungkasnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image