Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fisnu Luthfi Ali Al Aufi

Sudut Pandang Politik Hukum Ekonomi Islam: Konsep Sistem Perbankan Ganda di Indonesia

Ekonomi Syariah | Friday, 16 Dec 2022, 21:32 WIB

Pendahuluan

Perbankan Syariah dari awal kemunculannya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat mencapai 10-15% pertahunnya. Kegiatan bank syari’ah pertama kali muncul di Pakistan dan Malaysia pada tahun 1940-an. Kemudian diikuti oleh Mesir pada tahun 1963 dengan beroperasinya Islamic Rural bank di Desa Mit Ghamr Kairo, Mesir, meskipun masih dalam skala kecil dan hanya di pedesaan. Dalam skala nasional Pakistan adalah negara pertama yang mempelopori pelaksanaan bank Syari’ah. Pada tahun 1979 institusi besar di Pakistan mulai menghapus sistem bunga dan mempelopori pinjaman tanpa bunga. Pada tahun 1985 secara resmi menghapus sistem riba.

Indonesia pertama kali mendiskusikan pembentukan perbankan syariah pada awal tahun 1980-an. Diskusi tersebut membuahkan hasil yakni percobaan konsep perbankan syariah terhadap Bait al-Tamwil di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung dengan nama Bait al-Tamwil Salman ITB dan di Jakarta pada Koperasi Ridho Gusti. Selanjutnya adalah pembahasa mengenai sejarah perkembangan bank syariah dan konsep dual banking system yang ada di Indonesia.

Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Perbankan syari’ah dimulai perkembangannya Sejak tahun 1992, yaitu dengan lahirnya Undang-undang angka 7 tahun 1992 ihwal “bank sesuai prinsip bagi hasil”, yang secara implisit telah membuka peluang aktivitas perjuangan perbankan yg memililiki dasar operasional bagi hasil. namun dalam undang-undang angka 7 tahun 1992 ini tidak terdapat rincian landasan aturan dan jenis-jenis perjuangan yang diperbolehkan. Ketentuan perundang-undangan tersebut sudah dijadikan menjadi dasar aturan beroperasinya bank syari’ah pada Indonesia yang menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia. Hal ini pula dipicu sang Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 yang memungkinkan bagi perbankan buat menjalankan Dual Banking System serta bank-bank konvensional yg telah menguasai pasarpun mulai melirik serta membuka unit usaha syari’ah.

Lahirnya Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 diikuti oleh sejumlah ketentuan aplikasi dalam bentuk SK Direksi Bank Iindonesia (BI)/Peraturan Bank Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut menyampaikan kesempatan yg luas untuk menyebarkan jaringan perbankan syari’ah diantaranya melalui ijin pembukaan tempat kerja cabang syari’ah oleh bank konvensional. dengan istilah lain, bank awam dapat menjalankan dua kegiatan usaha, baik secara konvensional maupun sesuai prinsip syari’ah. Bank Indonesia jua menerbitkan peraturan Bank Indonesia nomor 471/PBI/2002 wacana perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank awam berdasarkan prinsip syari’ah dan pembukaan kantor bank berdasarkan prinsip syari’ah sang bank umum konvensional.

Lahirnya undang-undang tersebut bertujuan supaya kepentingan warga dapat terlindungi dan terpenuhi. Bank Indonesia (BI) menjadi otoritas perbankan saat ini menduga penting adanya pengawasan serta pengaturan pada bank syar’ah, sang sebab itu terbit atau berlaku Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 wacana “Perbankan” yang di dalamnya diatur tentang perbankan syari’ah. Undang-undang tadi sebagai penyempurnaan berasal Undang-undang angka 7 Tahun 1992. Undang-undang perbankan yg baru tersebut mengungkapkan secara tegas bahwa di Indonesia ada dua sistem perbankan (Dual Banking System) yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syari’ah.

Dual Banking System di Indonesia

Undang-undang angka 21 tahun 2008 menyebutkan bahwa perbankan syari’ah merupakan segala sesuatu yang menyangkut wacana bank syari’ah dan unit perjuangan syari’ah, meliputi kelembagaan, kegiatan perjuangan dan cara serta proses pada menjalankan perjuangan berdasarkan prinsip syari’ah serta dari jenisnya terdiri atas Bank awam Syari’ah dan Bank Pembiayaan masyarakat Syari’ah. bila Undang-undang nomor 10 tahun 1998 dikaitkan dengan Undang-undang nomor 21 tahun 2008 wacana perbankan syari’ah maka pengembangan bank syari’ah dilakukan menggunakan diterapkannya dual banking system yaitu terselenggaranya 2 sistem perbankan secara berdampingan.

Selanjutnya pengertian dual banking system merupakan bahwa bank bisa melakukan 2 aktivitas sekaligus, yaitu kegiatan perbankan yg berbasis bunga serta kegiatan perbankan yg berbasis nonbunga. Bank yang mengkonversi sistemnya memakai prinsip-prinsip syari’ah, maka seluruh prosedur kerjanya mengikuti prinsip-prinsip perbankan syari’ah. Sedangkan bank yg melakukan kedua-duanya sekaligus, maka mekanisme kerjanya diatur sedemikian rupa, terutama yang menyangkut interaksi antara kegiatan-kegiatan yang berbasis bunga yang merupakan karakteristik dari perbankan konvensional dengan kegiatan yang bebas bunga yang artinya pembeda asal perbankan syari’ah, sebagai akibatnya antara keduanya bisa dipisahkan.

Politik Hukum Ekonomi Syariah dalam Praktik Dual Banking System

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 terlihat ada respon positif bagi pencerahan rakyat terhadap perbankan, khususnya mereka yang muslim. namun melihat perubahan pasar serta integrasi ekonomi dampak globalisasi, kiranya perlu kebijakan yg sistematis dalam memanfaatkan keunggulan perbankan syari’ah yang diwadahi dual banking system asuhan Bank Indonesia dalam menghadapi fluktuasi ekonomi dunia. Maka dari itu, dengan adanya dual banking system berarti telah memperkenankan dua sistem perbankan secara co-existance, meskipun masih secara tersirat. eksistensi dua sistem perbankan yg berkembang secara paralel serta yang memiliki korelasi keuangan terbatas satu sama lain diharapkan akan dapat membentuk diversikasi risiko yang pada gilirannya akan mengurangi problem systemic risk di saat terjadi krisis keuangan.

Akibat penelitian menunjukkan bahwa landasan keberlakuan undangundang yg mengatur dual banking system di Indonesia, memakai Undangundang angka 10 Tahun1998 dan Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 artinya pedoman bagi operasionalnya dual banking system. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi bank konvensional menerapkan dual banking system diperoleh asal faktor eksternal serta internal. Faktor internal mencakup masalah sosial, ekonomi, keagamaan, politik, dan meniru negara tetangga. Adapun faktor internal dipengaruhi oleh adanya nilai-nilai filosofis yang terkandung pada dalam pancasila serta perundang-undangan.

Penelitian menunjukkan bahwa landasan keberlakuan undang-undang yg mengatur dual banking system di Indonesia memakai undang-undang angka 10 Tahun1998 dan Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 artinya pedoman bagi operasionalnya dual banking system. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi bank konvensional menerapkan dual banking system diperoleh asal faktor eksternal serta internal. Faktor internal mencakup masalah sosial, ekonomi, keagamaan, politik, dan meniru negara tetangga. Adapun faktor internal dipengaruhi oleh adanya nilai-nilai filosofis yang terkandung pada dalam pancasila serta perundang-undangan.

Masalah ekonomi menjadi faktor penting pada penerapan dual banking system di Indonesia. Faktor sosial rakyat yg kental dengan agama, nilai, dan perilaku keagaamaan tentu sebagai faktor yang tidak bisa diabaikan. tetapi faktor yang penting dan besar pengaruhnya tentu saja faktor politik yang memainkan peran penting pada negara-negara berkembang mirip Indonesia.

Pemerintah khawatir manakala simbol religious umat Islam ditampakkan secara spesifik akan menyebabkan dampak sosial bagi negara Indonesia yg tidak sejenis serta plural. Konsep bank syari’ah berasal segi politik berkonotasi ideologis, merupakan bagian berasal atau berkaitan menggunakan konsep negara islam. oleh karena itu membuahkan bank syari’ah sebagai satu-satunya sistem perbankan pada Indonesia perlu dikaji ulang oleh pemerintah.

Kesimpulan

Perbankan syari’ah dimulai perkembangannya Sejak tahun 1992, yaitu menggunakan lahirnya undang-undang nomor 7 tahun 1992 wacana bank sesuai prinsip bagi hasil, yang secara implisit sudah membuka peluang kegiatan perjuangan perbankan yang memililiki dasar operasional bagi akibat.

Lahirnya undang-undang nomor 10 tahun 1998 berawal dari krisis yg melanda Indonesia di tahun 1998. Pemerintah harus bekerja keras buat mengembalikan kondisi ekonomi bangsa Indonesia. Tentu saja kelahiran undangundang ini sarat dengan aneka macam faktor internal serta eksternal. Faktor yang cukup akbar menghipnotis ialah faktor politik. Ketakutan pemerintah akan terjadi kekacauan politik Bila sistem ekonomi diganti secara keseluruhan, karena Indonesia merupakan negara yang tidak sejenis serta plural.

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi'i, Bank Syariah, Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2010.

Hamzah, Maulana, “Optimalisasi Peran Dual Banking Sistem melalui fungsi Strategis JUB Dalam Rangka Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan Di Indonesia,” La-Riba, III, no. 2, (2009).

Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2013.

Muhammad, Bank Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.

Raharja, Dawan, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999

Rahmatika, Arivatu Ni’mati, Arivatu Ni’mati Rahmatika, “Dual Banking Sistem di Indonesia,” At:Tahdzib: Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, Vol. 2 No. 2 (2014):133-147.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image