Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Fatimah

Animo Kekerasan Seksual, Cukupkah Tangkap Pelaku?

Info Terkini | Sunday, 12 Dec 2021, 00:00 WIB

Warganet +62 kembali heboh pasca tersiarnya kabar terkait ditemukannya jasad mahasiswi Universitas Brawijaya di sebelah makam sang ayah. Mahasiswi berinisial N ditemukan tewas setelah mengonsumsi bahan kimia yang ia bawa sendiri. Ia nekat mengakiri hidupnya setelah mengalami depresi berat akibat pemaksaan aborsi yang dilakukan oleh kekasihnya (Kompas.com 6/12/21). Kasus ini bahkan menduduki trending topik di salah satu media sosial selama beberapa hari. Pasalnya sebelum memutuskan bunuh diri cuitan berisi kronologi dugaan pemerkosaan hingga berujung aborsi telah dituangkan korban pada salah satu media sosial miliknya. Kisah emosional yang diunggah korban sebelum kematiannya membuat geram warganet yang berujung pada penangkapan kekasih korban oleh pihak kepolisian untuk dilakukan penyelidikan.

Bahkan setelah beberapa hari pasca jasad korban ditemukan, kekasihnya dinyatakan sebagai tersangka yang dijerat Pasal 348 Juncto 55 KUHP terkait aborsi dengan kurungan 5 tahun penjara (beritadiy.com, 6/12/2021)Bukan menjadi hal yang aneh ketika masyarakat marah terhadap kasus yang menimpa N, masyarakat merasa kekerasan yang dilakukan kepada wanita serta sikap tak bertanggung jawab yang dilakukan oleh kekasih korban menjadi inti dari animo kemarahan masyarakat. Bahkan masyarakat melalui media sosial melakukan pengawalan ketat terhadap kasus ini hingga kekasih N ditetapkan sebagai tersangka.

Jika diamati lebih dalam adanya permasalahan kekerasan maupun pelecehan seksual semakin marak terjadi di tengah masyarakat. Kasus N layaknya puncak gunung es yang sedikit terlihat dipermukaan saja. Berbagai permasalahan tersebut ketika mencuat ke ranah public tidak jarang berhasil membuat geram masyarakat. Pada dasarnya hal ini didasari oleh fitrah manusia yang merasakan bahwa adanya kekerasan dan pelecehan seksual pada wanita merupakan suatu hal yang tidak benar. Namun, permasalahan ini nyatanya tidak pernah mencapai kata “nihil” dari tahun ke tahun meskipun pada beberapa kasus masyarakat telah mengawal pengusutan terduga tersangka.

Berbagai kasus kekerasan tersebut merupakan buah dari berbagai aspek yang komplek terkait sudut pandang interaksi laki-laki dan perempuan. Ketika interaksi antara keduanya dilakukan dengan bebas tanpa batas maka adanya kemungkinan untuk melakukan pelecehan hingga kekerasan semakin meningkat, hal ini karena dalam diri manusia terdapat naluri seksual bisa terstimulus ketika interaksi antara laki-laki dan perempuan terjadi. Selain itu, pemahaman terkait batasan pergaulan dengan lawan jenis yang tidak dilakukan oleh civitas akademika membuat muda-mudi bebas melakukan pergaulan semacam apapun bahkan jika itu aktivitas layaknya suami istri. Padahal hal tersebut jelas telah merendahkan kehormatan perempuan meskipun dilakukan dengan concent. Sehingga adanya kekerasan seksual menjadi mungkin dilakukan ketika aktivitas zina sebagai tahap awal pelecehan telah dilakukan.

Minimnya pemahaman terkait batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan terjadi akibat maraknya pemahaman liberal yang diaruskan di tengah-tengah masyarakat. Pemahaman ini mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas dengan bebas tanpa batas. Sehingga mereka menganggap batasan interaksi merupakan hal kuno dan tidak layak untuk dipelajari. Padahal ketika dikaji lebih dalam akibat konsep kebebasan itulah permaslaahan bermunculan salah satunya kekerasan dan pelecehan seksual pada perempuan. Sehingga ketika masyarakat geram terkait maraknya kasus sejenis yang dialami N. masyarkat bukan hanya memperjuangkan hukuman bagi pelaku akan tetapi juga berusaha menyingkirkan pemahaman liberal dari dalam setiap individu, masayarakat dan juga negara. Dengan menjauhkan akar permasalahan tersebut harus diikuti dengan pencarian konsep interaksi anatara laki-laki dan perempuan yang benar. Konsep yang benar mampu ditemukan bukan dari pemikiran manusia yang terbatas sehingga kemungkinan atas kesalahan menjadi hal yang yang wajar. Sehingga konsep kebenaran yang ada harus ditemukan dari Dzat yang Maha Tinggi dan Maha Tau.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image