Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Arya

Batik Sebagai Budaya dan Terapan Nilai-nilai Pancasila

Pendidikan dan Literasi | Sunday, 04 Dec 2022, 18:31 WIB

Budaya merupakan sebuah warisan yang berasal dari generasi ke generasi. Banyak sekali budaya yang ada di Indonesia baik yang berupa materil maupun non materil. Setiap daerah memiliki ragam budaya yang menunjukkan ciri khas tertentu. Seperti halnya Pulau Jawa, dengan ragam budaya batiknya. Batik merupakan salah satu budaya yang mendunia, bahkan telah diakui oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 sebagai warisan budaya dunia. Disadari atau tidak, batik mendominasi sebagian besar kehidupan manusia. Dari mulai penunjang keberlangsungan hidup, alat pelengkap, busana keseharian, hingga busana sakral yang dipergunakan pada momen-momen tertentu. Hal tersebut tercermin dari beberapa lini seperti, ketika lahir biasanya bayi digendong menggunakan selendang batik. Kemudian setelah itu beranjak dewasa pada prosesi khitan dan pada pernikahan biasanya batik digunakan sebagai pakaian. Lalu ketika meninggal batik digunakan untuk penutup jenazah.Selain sebagai alat penunjang keseharian, batik juga memiliki makna-makna tertentu serta beragam simbol kebudayaan, maka dari itu batik sering digunakan dalam berbagai acara penting. Seperti pernikahan, khitan dan meninggal dunia. Batik memiliki pola dengan arti yang beraneka ragam salah satu contohnya adalah motif truntum. Motif truntum digambarkan dengan kembang berbentuk bundar keliling seperti matahari. Batik ini biasanya dipakai pada saat prosesi midodareni dan prosesi panggih.

Tentunya ketika berbicara sebuah barang tidak luput pula dari proses produksi, batik banyak diproduksi di berbagai daerah khususnya di Pekalongan. Di pekalongan sendiri banyak pranggok atau tempat produksi batik rumahan. Biasanya karyawan dari tempat produksi batik adalah orang-orang usia lanjut dan orang yang biasanya tidak tamat sekolah. Mengapa disimpulkan demikian, karena pegawai atau dapat kita sebut buruh batik rumahan tidak memerlukan kualifikasi pendidikan seperti yang digaungjan oleh perusahan atau industri-industri besar. Pekerja batik hanya membutuhkan keuletan dan kerja keras, lebih banyak keluar tenaga dibanding isi pikiran.

Dari berbagai macam keungggulan yang telah disebutkan, sangat disayangkan minat pemuda terhadap batik bisa dikatakan sangat kurang, rata-rata pemuda hanya sebagai penikmat saja, minat untuk mengembangkan atau membuat inovasi terhadap batik bisa sangat minim. Hal tersebut dikarenakan banyak para orang tua menanamkan Mindset bahwa seorang pekerja batik itu bisa dibilang kurang sejahtera. Padahal seharusnya laba yang didapatkan dari batik tersebut bisa besar akan tetapi mengapa banyak buruh batik merasa kurang sejahtera. Lalu kemana larinya laba tersebut?

Laba yang didapatkan dari penjualan batik tersebut biasanya hanya berhenti di juragannya atau pemilik usaha tersebut. Dalam artian yang universal bahwa kesejahteraan buruh belum sepenuhnya terjamim. Industri batik masih banyak menguntungkan pemilik dan mengesampingkan buruh. Lantas ketika kita bicara pancasila apakah semua sila tersebut sudah diterapkan oleh banyak orang? Pada sila pertama sampai empat mungkin banyak orang yang sudah mengamalkan. Tapi ketika bicara pada sila ke lima, pada sila ini bertuliskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bisakah keadilan itu diterapkan oleh para juragan batik yang mendapatkan laba dari hasil penjualannya? mungkin bisa dengan menyisihkan sedikit keuntungannya guna memberikan bonus untuk para pekerjanya, jadi para pekerja batik tidak hanya menerima gaji pokok dan bonus lebaran saja. Para pekerja batik mungkin akan merasa sejahtera jika mendapatkan bonus intensif. Selain itu para buruh yang berposisi juga sebagai orang tua, akan menularkan minat atau profesinya kepada anak-anaknya. Tidak hanya berprofesi sebagai buruh namun sebagai pengembang inovasi bagi kemajuan batik kedepannya. Apalah arti juragan tanpa pekerja.

Sebagai generasi penerus seharusnya para pemuda bisa melestarikan budaya batik ini, melestarikan disini diartikan bukan hanya menjaga menggunakan saja, akan tetapi bisa berperan dalam melakukan inovasi baik motif atau cara produksi batik. Melestarikan budaya merupakan hal yang sangat penting karena jika budaya yang kita miliki tidak dilestarikan bisa saja budaya tersebut diambil alih oleh negara lain, pada tahun 2003 Malaysia sempat menganggap bahwa wayang kulit adalah budaya mereka, akan tetapi untung saja klaim tersebut dapat terbantahkan pada 27 November 2003 karena UNESCO telah mengakui bahwa wayang kulit merupakan sumber kekayaan budaya asli Indonesia. Banyak budaya Indonesia yang hampir mau diklaim oleh negara tetangga seperti rendang,angklung, hingga budaya yang hampir terklaim adalah reog.

Respon masyarakat indonesia sangat kompak menantang jika budaya Indonesia itu hendak diklaim oleh negara lain, hal tersebut menunjukan bahwa sila ke tiga sangat masih dipegang teguh oleh banyak orang. Dengan adanya sebuah konflik yang muncul dapat mempersatukan bangsa yang memiliki perbedaan suku,ras bahkan agama. hal tersebut menunjukan bahwa bangsa indonesia akan menjadi bangsa yang kuat, karena dari segi sumber daya manusia dan sumber daya alam Indonesia sangat tercukupi bahkan bisa dikatakan lebih dari kebanyakan negara asia tenggara lainnya.

Langkah yang harus diambil oleh pemerintah dalam menjaga serta melesatrikan budaya sebenarnya bisa dikatakan berat jika harus berjalan sendiri tanpa adanya kesadaran dari masing masing kelompok atau individu. Sebagai penerapan sila ke 3, seluruh elemen masyarakat dan pemerintah berkewajiban untuk bersatu dalam hal kebaikan bagi negara. Salah satu langkah yang mungkin dapat dilakukan pemerintah saat ini atau kedepannya adalah dengan memperbanyak ruang apresiasi, ruang belajar, serta ruang berkarya bagi pemuda-pemuda penerus bangsa. Khususnya dalam hal pengembangan dan penjagaan batik sebagai warisan budaya. Sehingga setahun atau bahkan seratus tahun kedepan tidak ada lagi klaim sepihak yang dilakukan oleh pihak asing terhadap budaya kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image