Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Noviya Rita

Antara Gaya Hidup dan Sadar Halal Terhadap Keseharian

Gaya Hidup | Saturday, 03 Dec 2022, 08:40 WIB

Antara Gaya Hidup dan Sadar Halal Terhadap Keseharian

Produk halal telah menjadi bagian dari bisnis dunia yang nilainya sangat besar dan mejanjikan. Bukan hanya negara yang mengganut agama islam yang peduli produk halal, negara-negara sekuler dan minoritas muslim pun menjadi isu halal ini sebagai conpetitive advantage. Jepang merupakan salah satu negara paling berambisi menjadi rode model produk halal dunia. Pemerintah jepang sangat gencar membangun berbagai fasilitas untuk mengembangkan bisnis produk halal, salah satunya Fuji sudah mendeklarasikan diri sebagai kota halal.

Peluang bisnis makanan halal pun sudah cukup menjanjikan dinegara-negara minoritas muslim seperti Thailand, Selandia Baru, Korea Selatan, China, Australia, Prancis, Amerika Serikat, dan Eropa. Pasar atau konsummen halal tak melulu warga asing muslim. Pertumbuhan penduduk muslim di negara-negara tersebut turut memicu kebutuhan konsumeen halal. Sebagai gambaranya, populasi muslim dunia diperkirakan mencapai 2,2 M jiwa pada 2030 atau 23% populasi dunia. Terbanyak bisa kita temukan berada di Asia-Pasifik, lalu Timur Tenggah, Afrika Subsahara, Eropa, hingga Amerika Utara dan Latin.

1. Asia-Pasifik sebagai kawasan terbesar populasi muslim dunia, mencapai 62% umat muslim, menjadi pasar pontensial produk halal. Selain itu, di negara-negara minoritas muslim pasar halal tumbuh secara signifikan.

2. Thailand jauh-jauh dari mempromosikan diri sebagai pusat pangan halal.

3. Selandia Baru menjadi negara pengekspor daging halal terbesar dunia, menyalurkan 65% daging halal ke negara-negara nonmuslim.

4. China menempatkan diri sebagai berobsesi menjadi destinasi wisata halal terkemuka.

5. Eropa sebagai kawasan populasi muslim terbesar keempat dunia juga berpeluang besar sebagai ppasar produk halal. Permintaan produk halal di Eropa meningkat rerata 15% per tahun.

6. Era Baby-Boom Du Halal yang melanda perancis satu dasawarsa lalu, memicu pertumbuhan besar-besaran produk halal. Pasar daging menempati permintaan tertinggi diantara makanan halal lainnya dinegari yang terkenal dengan Menara Eiffel-nya.

Pertumbuhan penduduk pasar dan produk halal dunia itu memicu gaya hidup halal yang berskala dunia atau global halal. Pada level personal, tren gaya hidup halal ditandai makin membaiknya kesadaran halal masyarakat ( bukan hanya muslim ) yang dipengaruhi secara pandang, prinsip, dan nilai yang dianut seseorang dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.

Di Indonesia ada fenomena konsumen menilih makanan halal :

a. Menggenakan pakaian muslim

b. Rekreasi ke destinasi yang ramah muslim

c. Bertransaksi menggunakan produk syariah bukan yang ganjil

Semua prilaku itu bisa disebut gaya hidup halal karena dilandasi kesadaran bahwa halal bukan saja karena perintah agama, tetapi baik dan berguna bagi kehidupan.

Kesadaran individual untuk berprilaku halal ini diikuti gerak kolektif membangun kehidupan yang lebih baik dengan standar, prinsip, dan nilai yang relevan dengan tuntutan syariat islam.

Tak dinyatakan kesadaran ini membuka peluang baru di sektor produk halal yang meluas. Sektor pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti kuliner, fashion, farmasi, personal care products, media, pariwisata, pendidikan, ibadah haji dan umrah, zakat atau infak atau sedekah atau wakaf, hingga preferensi keuangan syariah, bahkan properti, hotel, dan rumah sakit kini bergeliat menjadi lahan bisnis halal yang menantangdan menjanjikan.

Pada sektor-sektor ini Indonesia adalah ceruk pasar halal yang masih terbuka.

Berdasarkan laporan State of Global Islamic Economy Report (SGIE) 2020, Indonesia masuk barisan tiga besar negara dengan nilai investasi tertinggi untuk produk-produk halal yang mencapai USD6,3 miliar atau tumbuh 219% dari tahun sebelumnya. Belum lagi dengan keuntungan demografik, 209,1 juta jiwa penduduk muslim, Indonesia menjadi the big opportunity dalam pengembangan Industri halal.

Pangsa pasar halal food berada di kisaran Rp2.300 triliun, sementara Islamic fashion mempunyai potensi hingga Rp190 triliun. Pariwisata halal diperkirakan Rp135 triliun, potensi haji dan umrah sebesar Rp120 triliun, dan pendidikan sudah merangkak ke angka Rp40 triliun. Jadi, hanya bermain pada local market saja, sebenarnya cukup bagi Indonesia untuk memenangkan persaingan industri halal dunia.

Atmosfer industri halal makin kondusif setelah pemberlakuan Undang- Undang Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal yang beberapa pasalnya direvisi dengan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja. Pelaku industri yang bergerak di bidang halal kini menyadari pentingnya sertifikat dan label halal untuk menjamin kepastian kehalalan produk yang dihasilkan. Selain makanan dan minuman, kategori produk yang terkena kewajiban besertifikat halal meliputi barang dan jasa. Obat,kosmetik,produkbiologi, produk kimiawi, rekayasa genetika, penyembelihan hewan, logistik, hingga barang gunaan seperti peralatan rumah tangga dan alat kesehatan, di samping transaksi perbankan maupun nonperbankan.

Industri halal memiliki peluang sangat besar untuk terus berkembang. Lebih-lebih masa pandemi Covid-19 membuat penerapan gaya hidup halal sebagai rutinitas sehari-hari menemukan relevansinya. Menjaga imunitas tubuh misalnya membuka peluang produk-produk makanan, minuman, obat, dan vaksin halal. Kebiasaan seorang muslim mandi dan mencuci tangan, berkumur-kumur dan mencuci hidungnya minimal lima kali sehari saat berwudu minimal membutuhkan sabun mandi, hand sanitizer, pasta gigi atau produk perawatan gigi, sampo, lotion, krem, tabir surya, wewangian, dan barang-barang rumah tangga. Kebiasaan baru ini kemudian memunculkan gaya hidup bersih,rapi,ramah lingkungan, peduli terhadap kesehatan pribadi yang relevan dengan prinsip gaya hidup halal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image