Rahasia Keuntungan dan Kerugian Migrasi TV Analog Menuju TV Digital
Teknologi | 2022-11-11 09:26:09Solo – Program pemerintah Indonesia bahwa mulai tanggal 2 November 2022 memulai perpindahan migrasi dari Televisi Analog menuju Televisi Digital memulai pro dan kontra. Banyak yang melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah terhadap implementasi tersebut. Dari demo masyarakat hingga owner MNC Groub Hery Tanosoedibjo. Owner MNC groub tersebut bahkan melayangkan gugatan resmi kepada pemerintah pusat di PTUN Jakarta tentang kebijakan tersebut.
Sontak hal tersebut langsung ditanggapi oleh Menkopolhukan Profesor Mahfud MD yang merespon dengan menerima dengan baik gugatan hukum tersebut. Menkopolhukam menyampaikan bahwa hak warga negara melakukan langkah hukum terhadap kebijakan pemerintah dan Menkopolhukam siap berdebat didalam persidangan hukum tersebut nantinya.
Profesor Mahmud FD bahkan sudah menyampaikan bahwa keputusan migrasi sudah tepat karena tertuang didalam undang – undang serta sudah disahkan oleh DPR dan pemerintah. Hal tersebut sudah sesuai Undang-Undang nomor 11 tahun 2022 tentang undang – undang Cipta Kerja, dalam point tersebut menyampaikan bahwa pemerintah wajib mulai mengalihkan migrasi siaran televisi di wilayah NKRI dari sistem televisi analog ke sistem televisi digital mulai pada tanggal 2 November 2022. Program ini disebut sebagai Analog Switch Off (ASO) yang sudah dirilis diwilayah NKRI.
Diwilayah Asia Tenggara semua negara sudah melakukan migrasi dari Sistem Analog menuju sistem digital serta hanya negara Indonesia dan negara Timor Leste yang belum. Hal ini tentunya akan membuat indonesia menjadi negara yang tertinggal jauh dengan negara lainnya. Kita tidak perlu berbicara dikancah Dunia atau bahkan Asia. Dalam lingkup wilayah Asia Tenggara saja kita sudah kalah jauh tertinggal tentang perkembangan tekhnologi dari analog menuju digital.
Hal lain yang harus diketahui bahwa ada keuntungan dan kerugian migrasi dari televisi analog menuju televisi digital. Keuntungan migrasi televisi analog menuju digital antara lain : Resolusi televisi lebih bagus karena menggunakan digital, Pada satu chanell bisa digunakan minimal 5 saluran sehingga bisa menghemat sinyal, Menghemat sinyal terutama diwilayah pelosok, TV digital mampu menerima siaran TV dalam kondisi bergerak serta berjalan sehingga tidak akan menganggu kwalitas gambar, kwalitras audio dan video terjaga dengan baik dan tidak perlu berlangganan.
Sedangkan kerugian dalam migrasi televisi analog menuju digital antara lain : Pemasangan televisi digital bagi TV model lama harus menggunakan alat Set Box, memerlukan pengeluaran biaya untuk membeli alat set box, Sebagian orang akan sulit melakukan seting televisi digital, Harga alat siaran digital (STB / Set Top Box) yang agak mahal, berkisar 200 ribu sampai 500 ribu dan tidak semua TV menyediakan digital.
Dalam menanggapi fenomena ini Dosen Spesialis Medikal Bedah Universitas Muhammadiyah Purwokerto “Prima Trisna Aji” menyampaikan bahwa perlu solusi terhadap migrasi dari televisi analog menuju televisi digital ini. Karena kemajuan zaman suatu negara seperti obat, meskipun pahit tetapi bisa berdampak perubahan terhadap kemajuan. Dikarenakan di Asia Tenggara ini hanya negara Indonesia dan Timor Leste saja yang belum melakukan migrasi televisi Analog menuju televisi digital. Apakah kita mau disandingkan setara dengan negara Timor Leste dalam tekhnologi?
Kemudian dosen Spesialis Medikal Bedah ini memberikan solusi bahwa untuk melakukan migrasi dari televisi analog menuju televisi digital ini dilakukan secara bertahap dalam suatu wilayah hingga stake holder siap. Contoh : Untuk bulan ini wilayah Jabodetabek terlebih dahulu semua, kemudian untuk warga yang tidak mampu diberikan alat set box gratis dari pemerintah. Tentunya pemerintah menggandeng pihak sponsor luar untuk pengadaan ini sehingga menghaislkan simbiosis mutualisme antara kedua belah pihak. Ucap Prima Trisna Aji kepada media online. *Red
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.