Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Zidan

Mengalaami KDRT? Yuk Speak Up ala Islam

Curhat | Monday, 17 Oct 2022, 13:08 WIB

Lagi-lagi muncul realita bak drama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sangat menarik untuk diulik jika melibatkan selebritis yang tengah melejit di panggung hiburan. Semua pandangan penggemar dan penikmat gosip tertuju pada kisah kehidupan pribadi sosok idola yang banyak menghiasi laman berita.

Dalam kehidupan masyarakat biasa pun kasus KDRT seringkali menjadi bahan gosip tetangga kanan kiri. Rasa empati dan perhatian kepada pasangan yang terzalimi harus terusik mendapati fakta yang mengiris hati.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengimbau, masyarakat agar berani bersuara jika menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

“Sekarang kita imbau seluruh lapisan masyarakat, siapapun yang jadi korban harus berani speak up untuk memberikan keadilan kepada korban dan efek jera kepada pelaku, sehingga tidak terjadi kasus berulang." (Republika.co.id, 12/10/2022)

UU nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT telah dikeluarkan pemerintah dalam rangka meminimalkan kasus KDRTserta memberikan sanksi yang tegas bagi pelakunya. Namun ternyata tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasangan suami istri kian meningkat jumlah dan ragamnya.

Bahkan mirisnya ada kasus seorang suami yang seharusnya menjadi pelindung keluarga malah tega membacok sang istri gara-gara menolak melayani.

Dari sini sebenarnya bisa dilihat bahwa lahirnya UU KDRT tidak lantas menjadi jaminan kasus KDRT akan berkurang. Ternyata aturan yang selama ini diberlakukan tidak memberi efek jera bagi para pelaku. Sehingga jika hanya sekedar melakukan speak up saja tidaklah cukup.

Sebenarnya apa penyebab dari perilaku KDRT? Berdasarkan fakta yang terjadi pada pasangan yang mengalami KDRT, faktor utamanya adalah dipicu oleh persoalan ekonomi dan perselingkuhan.

Semua ini terjadi karena lemahnya keimanan serta ketidakpahaman pasangan suami istri tentang kewajiban masing-masing dalam kehidupan rumah tangga. Ditambah gempuran dari sistem kehidupan kapitalisme yang penuh kebebasan dan pemisahan agama dari kehidupan.

Sehingga ketika seorang istri membutuhkan solusi, pandangan sekulerisme dan kebebasan pun merasuki pemikirannya. Ide feminisme dengan kesetaraan gender memang beriringan dengan paham kapitalisme dengan segala kebebasannya.

Misal suami berbuat kesalahan sedikit, sang istri langsung tertuju pada kesalahan suami. Sehingga tindakan yang dilakukan tidak lantas bersabar, berdoa dan minta nasehat kepada ulama. Tapi serta merta menyalahkan suami karena merasa bahwa perempuan juga bisa melakukan hal yang sama sebagaimana laki-laki.

Perkara demikian bisa memicu pertengkaran mengingat suami adalah sosok yang disiapkan oleh Allah menjadi seorang pemimpin yang terkadang egonya mendominasi. Jadi istri harus mengimbanginya dengan sabar dan mengalah. Sabar dan mengalah bukan berarti pembiaran perilaku kekerasan, tapi lebih pada memilih sikap muhasabah diri.

Dilihat dari sudut pandang manapun, KDRT jelas merupakan perilaku biadab yang tidak semestinya dilakukan oleh manusia yang dikaruniai akal untuk berpikir dan memahami kehidupan serta fitrah kemanusiaan. Fitrah manusia adalah menyayangi sesama manusia. Apalagi sosok laki-laki yang kuat telah diberi amanah oleh Allah untuk melindungi perempuan yang lebih lemah.

Masalah ekonomi dan perselingkuhan sebenarnya bermuara pada sistem kehidupan kapitalisme. Kebebasan perilaku bisa menyebabkan pergaulan bebas yang bertentangan dengan konsep atau aturan Islam tentang pergaulan laki-laki dan perempuan yang termaktub dalam lembaran-lembaran kitab para ulama.

Demikian juga masalah ekonomi yang menghimpit rakyat, semuanya berpangkal pada sistem ekonomi kapitalisme yang menimbulkan jurang kesenjangan ekonomi semakin menganga.

Maka kasus KDRT sebenarnya bukan kasus yang berdiri sendiri, tapi banyak faktor yang melingkupi. Sehingga solusi yang dicanangkan bukan hanya sekedar harus speak up lantas masalah selesai. Namun butuh solusi pribadi dan keluarga serta dukungan dari negara.

Negara wajib menguatkan akidah umat serta memberikan edukasi tentang kewajiban sebagai seorang suami dan istri.

Benteng terakhir kaum muslimin saat ini adalah keluarga. Jika keluarga mulai rapuh, maka mutlak membutuhkan peran negara yang menerapkan aturan Islam dalam seluruh lini kehidupan, termasuk tata pergaulan Islam, tata kelola ekonomi Islam, sistem politik dan pemerintahan Islam. Karena aturan Islam berasal dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta yang sudah pasti sempurna dan komprehensif. Wallahu’alam bish-shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image